Kurikulum Merdeka mendorong adanya pembelajaran yang menyenangkan dan berorientasi ke siswa. Pembelajaran bermakna diharapkan tercapai.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sedikitnya ada 300.000 satuan pendidikan di Indonesia yang menerapkan Kurikulum Merdeka secara sukarela pada 2023. Lewat kurikulum ini, sekolah dan pendidik didorong mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan serta berorientasi pada siswa. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kurikulum Merdeka adalah pengembangan dari kurikulum darurat yang dibuat pemerintah selama masa pandemi Covid-19. Kurikulum Merdeka memangkas sebagian konten pelajaran dan fokus hanya ke materi esensial. Pembelajaran di kurikulum ini disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa. Untuk menerapkan kurikulum ini, pendidik mesti tahu karakter dan potensi siswa.
Uji coba Kurikulum Merdeka dilakukan pertama kali pada 2021 kepada 2.000-an satuan pendidikan. Pada 2022 ada sekitar 140.000 satuan pendidikan yang mengadopsi kurikulum ini secara sukarela. Jumlahnya bertambah 160.000 satuan pendidikan pada 2023 sehingga kini ada sekitar 300.000 satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka dirancang untuk menggantikan Kurikulum 2013. Kurikulum Merdeka akan diterapkan secara nasional pada 2024. Perubahan kurikulum dimaknai sebagai momentum memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
”Perubahan kurikulum ini harus dimaknai sebagai permulaan, bukan tujuan. Ini awal proses belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Jangan sampai ini berhenti pada formalitas dan status administratif saja,” ucap Kepala Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Anindito Aditomo di Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Siswa diharapkan bisa keluar dari ketertinggalan pembelajaran lewat kurikulum ini. Menurut hasil Asesmen Nasional 2021, sebanyak 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Pada 2018, skor literasi Indonesia di tes Programme for International Student Assessment (PISA) bahkan ada di peringkat ke-74 dari 78 negara.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim bahkan menyebut, krisis pembelajaran sudah terjadi selama dua dekade terakhir. Salah satu penyebabnya adalah kurikulum yang kaku. Para guru diburu waktu untuk menyelesaikan seabrek materi.
Kurikulum Merdeka fokus ke pendalaman, bukan kecepatan.
Sementara itu, siswa tak punya kesempatan mendalami materi. Siswa yang belum paham bahkan terpaksa menelan kebingungan dan lanjut mempelajari materi baru. Sebagian siswa kewalahan dengan banyaknya materi yang mesti dipelajari. Materi itu pun belum tentu sesuai dengan minat dan bakat siswa.
Hal ini turut menyebabkan learning loss atau kehilangan capaian belajar. Learning loss semakin parah saat pandemi Covid-19.
”Kurikulum Merdeka fokus ke pendalaman, bukan kecepatan, sehingga tidak ada lagi guru yang diburu-buru menyelesaikan materi karena begitu banyaknya materi yang harus di-cover,” kata Nadiem.
Kurikulum baru ini mendorong sekolah dan pendidik untuk kreatif agar pembelajaran di kelas menyenangkan. Guru SD Negeri Butuh 1 Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Eka Nurviana Fatmawati, mengatakan, dirinya membuat siswa belajar sambil bermain. Ia mengajarkan Matematika sambil mengajak siswa bermain UNO Stacko dan kuis.
”Anak SD kelas 1-6 ada di usia bermain. Aktivitas utama mereka adalah bermain sehingga kalau dipaksa belajar, mereka akan merasa terjajah dan terpenjara,” katanya.
Menurut video dokumentasi Kemendikbudristek, pembelajaran kreatif juga dilakukan di SMP Negeri 1 Katingan Tengah, Kalimantan Tengah. Para siswa diajarkan membuat es krim tanpa kulkas. Ada pula taman kanak-kanak di Kuningan yang membawa muridnya ke peternakan sapi untuk belajar soal hewan dan alam. Ada pula SD di Aceh yang mengajak murid membuat pupuk organik untuk merespons tumpukan sampah di sekolah.
Berbagai pengalaman implementasi Kurikulum Merdeka lantas dikumpulkan di Festival Kurikulum Merdeka 2023. Festival dibuka hari ini dan berlangsung secara daring di laman feskurmer.kemdikbud.go.id.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Muhammad Nahar menambahkan, pihaknya terus menyosialisasikan esensi Kurikulum Merdeka ke sekolah dan pendidik. Sebab, sebagian pendidik melihat perubahan kurikulum ini sebagai kebijakan politis. ”Mental block ini yang susah (dihadapi),” katanya.