Kecerdasan Buatan Dapat Menunjang Otomatisasi dan Belajar Mandiri
Meskipun punya dua sisi, kecerdasan buatan diyakini tetap perlu dioptimalkan dalam dunia pendidikan. Untuk itu, harus dipastikan pengembangan dan pemanfaatannya sesuai etika agar tidak disalahgunakan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang semakin masif berdampak terhadap banyak aspek kehidupan manusia terus didorong pemanfaatannya di dunia pendidikan. Selain menunjang otomatisasi pekerjaan, pelibatan kecerdasan buatan juga dapat membantu tenaga pengajar mempelajari dan menganalisis big data terkait pembelajaran.
Analisis data tersebut menjadi landasan berpijak bagi pihak penyelenggara pendidikan tinggi ketika menyusun kurikulum. Bahkan, dapat digunakan untuk merekomendasikan pembekalan yang tepat kepada siswa sebagai upaya meningkatkan kapabilitasnya.
Sebaliknya, bagi peserta didik, AI membantu siswa menavigasi laju kehidupan pendidikannya dengan lebih efektif dan efisien. Siswa dapat memahami dan mengelola keterbatasan mereka selama belajar. AI juga dapat membantu pengelolaan porsi belajar mandiri sesuai minat siswa yang disesuaikan dengan kurikulum pendidikan formal perguruan tinggi.
Sementara itu, layanan cloud berfungsi sebagai medium kegiatan belajar yang kolaboratif dan memungkinkan mahasiswa bekerja sama menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam lingkup yang lebih besar, teknologi cloud memberikan dampak positif pada pengembangan kemampuan kolaborasi dan komunikasi mahasiswa, yang menjadi modal utama ketika terjun ke dunia kerja.
Pemanfaatan inovasi teknologi AI dan layanan cloud yang disediakan dapat membantu pemerintah merealisasikan target dan sasaran kebijakan pendidikan, sekaligus meningkatkan taraf hidup generasi muda. Hal ini salah satunya didukung Huawei Indonesia.
Director of Government Affairs Huawei Indonesia Yenty Joman, Selasa (27/6/2023), mengatakan, investasi teknologi Huawei di Indonesia dapat menciptakan peningkatan kualitas sistem pendidikan yang signifikan. Kolaborasi dengan Kemendikbudristek dilakukan guna mengoptimalkan pemanfaatan teknologi AI dan layanan cloud di sistem pendidikan nasional, salah satunya lewat program Huawei Techday 2023.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek Nizam meyakini, teknologi pendidikan mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas. ”Kami menghargai kontribusi berkelanjutan Huawei sebagai mitra teknologi pemerintah di bidang pendidikan untuk mendorong fungsi dan fitur teknologi AI serta layanan cloud menjadi bagian utama dalam tumbuh kembang teknologi pendidikan di masa depan,” ujar Nizam.
Huawei Techday 2023 merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman antara Kemendikbudristek dan Huawei yang berperan sebagai wadah edukasi dan sosialisasi pemanfaatan solusi TIK di lingkup pendidikan tinggi. Huawei Techday melibatkan 200 peserta dari kalangan mahasiswa dan tenaga pendidik profesional.
Para mahasiswa dapat mengikuti program pelatihan penggunaan aplikasi AI yang disampaikan Huawei Asean Academy Indonesia sebagai bagian implementasi pilar komitmen Huawei ”I Do Contribute" yang ingin mencetak 100.000 talenta teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia hingga 2025 mendatang.
Menjaga etika
Secara terpisah, Guru Besar Universitas Gadjah Mada Ridi Ferdiana menyampaikan, kehadiran AI memudahkan pekerjaan manusia agar lebih kreatif dan produktif. Namun, AI juga bisa menimbulkan ancaman besar saat ada pihak-pihak yang mengembangkan varian baru AI yang menyalahi etika.
”AI jadi berbahaya ketika ada orang pintar yang paham AI dan membuat varian baru AI yang menyalahi etika, seperti penyalahgunaan terkait dengan privasi, antara lain perubahan muka dan sebagainya. Itu bahaya yang paling mengerikan,” paparnya saat menyampaikan paparan terkait Open AI dan Chat GPT dalam Sekolah Wartawan, Senin (26/6/2023).
Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM ini menyebutkan bahwa kondisi tersebut tidak bisa dicegah. Karena itu, harus ada counter measure atau tindakan balasan untuk mengatasi persoalan ini. Misalnya, ada peneliti-peneliti AI yang mampu mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi dan memasukkan ke aturan yang bertanggung jawab terkait AI. Dengan demikian, saat timbul kejadian penyimpangan bisa dilakukan penindakan secara hukum.
Ridi mengatakan, perkembangan AI berjalan cukup pesat dan hal tersebut sulit untuk dicegah. Sebab, beberapa konsep AI sudah bersifat terbuka dan bisa dikembangkan siapa saja. Namun, akses terhadap AI bisa dibatasi salah satunya seperti AI face recognition.
”Ke depan, AI seperti kepemilikan senjata api yang harus berizin. Untuk AI yang sifatnya terbuka/umum silakan digunakan, tetapi AI yang spesifik yang berpotensi mengalami kelalaian, mekanismenya akan ada perizinan dan ini sudah dilakukan,” papar Ridi.
Terkait penggunaan AI di dunia pendidikan, menurut Ridi, kemunculan AI ini justru menjadi titik transformasi bagi pendidik dan hal ini tidak bisa dihindari lagi. AI membawa kemajuan terutama untuk hal-hal yang bersifat produktivitas. Untuk itu, dunia pendidikan saat ini tidak bisa lagi menggunakan pendekatan penilaian secara konvensional. Penilaian diubah dengan sistem yang tidak dapat dipelajari oleh mesin.