Masyarakat dilibatkan dalam penanganan kasus rabies, salah satunya melalui pembentukan kader siaga rabies. Mereka bertugas menyosialisasikan mengenai rabies beserta penanganannya kepada warga.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meningkatnya kasus rabies di sejumlah wilayah, khususnya Indonesia timur, perlu ditangani dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pembentukan kader siaga rabies dengan dukungan pemerintah daerah guna meningkatkan aspek sosialisasi kepada masyarakat.
Koordinator Substansi Zoonosis Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian (Kementan) Tjahjani Widiastuti menyampaikan, rabies merupakan penyakit yang sudah lama terjadi. Oleh karena itu, aspek penyadartahuan terhadap masyarakat harus dikedepankan alih-alih menunggu ketersediaan vaksin.
”Kita tidak bisa hanya menunggu respons vaksin karena hal yang utama adalah menyelamatkan masyarakat agar tidak terus bertambah kasusnya,” ujarnya dalam diskusi terkait rekomendasi strategi komunikasi rabies secara daring, di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Menurut Tjahjani, sejumlah upaya telah dilakukan Kementan untuk menangani kasus rabies di berbagai daerah, salah satunya dengan membentuk kader siaga rabies (Kasira) yang berasal dari masyarakat. Masyarakat tersebut diberikan materi terkait rabies yang disusun oleh Kementan bersama Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
”Kami sedang melaksanakan program ini di Nusa Tenggara Barat dan hasilnya sangat representatif. Kami membuat Kasira sebagai replikasi dari program dari IPB terkait dengan pemberdayaan masyarakat dengan menyesuaikan kearifan lokal,” tuturnya.
Setiap kader dalam Kasira yang dipilih desa bertugas menyosialisasikan berbagai hal tentang rabies, seperti cara mengidentifikasi penyakit itu pada hewan dan manusia serta penanganannya. Kader tersebut harus mengetahui sistematika pelaporan apabila menemukan atau mengidentifikasi kasus rabies sekaligus membantu semua kegiatan dinas, seperti vaksinasi.
Menurut Tjahjani, Kasira harus dijalankan dengan konsep lembaga dari partisipasi masyarakat. Konsep kelembagaan ini bertujuan untuk mengatasi kendala anggaran. Di sisi lain, setiap orang yang berpartisipasi juga harus bisa menyampaikan informasi dengan baik, mengajak masyarakat, dan yang terpenting berkomitmen untuk memberantas penyakit rabies.
Dalam menjalankan tugasnya, kader Kasira bersifat sukarela atau tidak komersial dan tidak dibayar. Akan tetapi, Kementan tetap memberikan penghargaan kepada setiap kader. Agar bisa berkelanjutan, kader ini juga harus dibentuk berdasarkan surat keputusan bupati.
Kita tidak bisa hanya menunggu respons vaksin karena hal yang utama adalah menyelamatkan masyarakat agar tidak terus bertambah kasusnya.
”Kami telah membuat master trainer agar bisa direplikasi sendiri oleh pemerintah daerah. Kami merencanakan sekitar tanggal 10-16 Juli 2023 akan mulai proses pembentukannya dengan syarat pemerintah daerah, yakni bupati, harus terlibat dan mencanangkan,” ucapnya.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, sejak Januari-April 2023 setidaknya sudah ada 31.113 kasus gigitan hewan penular rabies dan 11 kasus kematian karena rabies. Pada tahun sebelumnya, kasus rabies pun dilaporkan mengalami peningkat dari 57.257 kasus pada 2021 menjadi 104.229 kasus pada 2022 (Kompas.id, 17/6/2023).
Saat ini, provinsi yang tercatat dengan kasus rabies tertinggi adalah Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat.Pada 2023 telah dilaporkan dua wilayah yang menetapkan status kasus luar biasa (KLB) rabies, yakni Kabupaten Sikka dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.
Pesan massal
Subkoordinator Analisis Risiko Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Pebi Purwo Susenomenambahkan, sejak beberapa waktu lalu Kementan telah mengirimkan pesan massal terkait rabies dan penanganannya melalui aplikasi perpesanan. Pesan tersebut bahkan telah dibuat dalam beberapa bahasa daerah sesuai distribusi sebagai alternatif terkait upaya sosialisasi rabies ataupun berbagai penyakit zoonosis lainnya.
Secara umum, terdapat dua target utama pesan tersebut, yaitu untuk pemilik anjing dan masyarakat umum. Khusus untuk pemilik anjing, pesan berisi imbauan agar tidak membiarkan hewan peliharaannya tersebut berkeliaran dahulu dan senantiasa melakukan rutin vaksinasi.
Sementara untuk masyarakat umum, pesan tersebut berisi informasi agar menghindari anjing yang terindikasi terkena rabies agar tidak sampai tergigit. ”Apabila sampai tergigit, ada hal-hal yang harus dilakukan. Ini penting, khususnya pada awal gigitan hingga sampai ke layanan fasilitas kesehatan, karena dapat membantu penanganan,” kata Pebi.
Ketua Bidang Kesehatan dan Sosial Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia (PMI) Cri Sajjana Prajna Wekadigunawan mengatakan, selama ini PMI telah dilibatkan dalam pencegahan dan pengendalian rabies di Tabanan Bali dan Kota Bogor. Pelibatan ini dilakukan melalui kolaborasi dengan pemda dan dinas terkait.
Salah satu kegiatan dari relawan ialah melakukan promosi edukasi dan monitor lapor risiko rabies di desa atau kelurahan yang menjadi target. Di samping itu, relawan turut dilibatkan dalam pelatihan vaksinator dan pendampingan vaksinasi rabies. ”Relawan PMI berperan menguatkan warga untuk mampu melakukan deteksi dan aksi dini, misalnya terkait ciri-ciri anjing yang terserang rabies dan gejala awal,” ucapnya.