Penanganan Cepat Tingkatkan Keselamatan Pasien Rabies
Tata laksana yang cepat dan tepat dapat mencegah risiko kematian pada pasien rabies.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rabies merupakan salah satu penyakit yang menular dari hewan ke manusia yang sifatnya mematikan. Meski begitu, penyakit tersebut bisa dihindari. Risiko perburukan dari penyakit tersebut pun bisa dicegah dengan penanganan yang cepat dan tepat. Untuk itu, kesadaran akan penyakit tersebut perlu ditingkatkan di masyarakat.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, laporan kasus rabies yang meningkat di masyarakat perlu diantisipasi untuk mencegah penularan yang semakin luas. Kesadaran masyarakat akan penularan penyakit tersebut pun perlu ditingkatkan agar tata laksana pada pasien bisa cepat diberikan.
”Kesadaran ini juga penting bagi tenaga kesehatan, termasuk para dokter. Penyakit rabies sudah mulai langka sehingga kadang-kadang dokter kurang menyadari penularan rabies,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (17/6/2023).
Piprim menuturkan, dokter pada dasarnya sudah memiliki ilmu dan pengetahuan untuk mengatasi penyakit rabies. Itu termasuk mengenai gejala, tanda, serta tata laksana pada pasien yang tertular rabies. Kemampuan terkait pengetahuan tersebut kini perlu disegarkan kembali karena kasus rabies di masyarakat semakin meningkat.
Penyakit rabies sudah mulai langka sehingga kadang-kadang dokter kurang menyadari penularan rabies.
Keterlambatan penanganan bisa menyebabkan kondisi pasien menjadi lebih buruk. Gejala awal yang tidak khas, seperti lesu, demam, dan sakit tenggorokan, sering membuat pasien ataupun keluarga abai. Padahal, ketika virus sudah menyebar ke seluruh tubuh, dampaknya bisa fatal, menyebabkan kesulitan bernapas hingga kematian.
Kementerian Kesehatan melaporkan, pada Januari-April 2023 setidaknya sudah ada 31.113 kasus gigitan hewan penular rabies dan 11 kasus kematian karena rabies. Pada tahun sebelumnya, kasus rabies pun dilaporkan mengalami peningkat dari 57.257 kasus pada 2021 menjadi 104.229 kasus pada 2022.
Pada 2023 ini telah dilaporkan pula dua wilayah yang menetapkan status kasus luar biasa rabies, yakni Kabupaten Sikka dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Di Kabupaten Timor Tengah Selatan bahkan sebelumnya tidak pernah dilaporkan ada kasus rabies.
Anggota Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia yang juga anggota staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof R D Kandou Manado, Novie Homenta Rampengan, mengatakan, kewaspadaan terhadap penularan rabies juga perlu ditingkatkan pada anak. Lebih dari 40 persen kasus rabies terjadi pada anak-anak.
Menurut dia, risiko penularan pada anak bisa terjadi karena anak sering berinteraksi dengan binatang. Anak pun lebih akrab dengan binatang ketika berada di luar rumah. Sementara itu, orangtua terkadang tidak awas dan kurang perhatian pada anaknya ketika bermain di luar rumah.
”Ada kemungkinan anak diserang oleh binatang, dan itu bisa terjadi gigitan. Akan berbahaya jika binatang yang menggigit terinfeksi rabies. Perlu menjadi perhatian bahwa 95 persen kasus rabies disebabkan oleh gigitan anjing yang terinfeksi,” kata Novie.
Gejala
Ia menyampaikan, masyarakat perlu waspada apabila ada binatang terutama anjing yang berada di lingkungan sekitar tempat tinggal menunjukkan gejala rabies. Biasanya, anjing yang terkena rabies cenderung sering menghindar serta mudah terkejut. Jika sebelumnya anjing tersebut menurut, ketika tertular rabies menjadi tidak menurut.
Anjing yang tertular rabies juga takut akan air dan takut akan cahaya. Anjing tidak mau makan dan justru sering terlihat makan atau menggigit benda-benda mati. Anjing pun menjadi sangat liar serta menunjukkan tanda hidung yang kering dan ekor yang berada di antara kedua paha. Beberapa waktu kemudian anjing bisa lumpuh hingga akhirnya mati.
Novie mengatakan, anjing yang memiliki gejala dan tanda seperti itu sebaiknya dihindari serta diwaspadai. Jangan sampai anjing tersebut menggigit ataupun menjilat, atau mencakar. Rabies bisa menular lewat gigitan ataupun non-gigitan, seperti goresan, cakaran, ataupun jilatan pada kulit terbuka atau mukosa.
”Jika sampai tergigit anjing, langsung cuci luka dengan air sabun di bawah air mengalir selama 10-15 menit. Setelah itu bisa diberi antiseptik. Kemudian segera bawa ke puskesmas ataupun rumah sakit untuk diobservasi lebih lanjut,” ujarnya.
Pasien yang memiliki pajanan dan luka pada kategori kedua dan ketiga perlu mendapatkan vaksin dan serum antirabies. Kategori kedua terjadi apabila pasien tergigit hingga menimbulkan luka terbuka ataupun luka goresan kecil tanpa pendarahan. Sementara kategori ketiga jika pasien tergigit atau tercakar yang menimbulkan luka terbuka. Pada kategori ketiga juga terjadi apabila pasien terjilat hewan terinfeksi di kulit yang rusak ataupun terkontaminasi air liur di selaput lendir.