Beradaptasi dan Berkolaborasi Menghadapi Kemajuan Teknologi
Perkembangan teknologi tidak bisa dihindari dalam kehidupan manusia. Kehadirannya sering kali menjadi pisau bermata dua yang membawa dampak positif sekaligus negatif.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teknologi berkembang sesuai peradaban manusia. Selain menjawab tantangan zaman dengan mendatangkan banyak manfaat, tak sedikit produk teknologi disalahgunakan sehingga merugikan dan menyebabkan korban jiwa. Manusia perlu beradaptasi dan berkolaborasi menghadapi pesatnya kemajuan teknologi.
Perkembangan teknologi tidak bisa dihindari dalam kehidupan manusia. Kehadirannya sering kali menjadi pisau bermata dua yang membawa dampak positif sekaligus negatif.
Sejarawan sekaligus peneliti utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Asvi Warman Adam mengatakan, teknologi muncul sebagai reaksi atau mengatasi tantangan zaman. ”Kemajuan teknologi mendatangkan berbagai perubahan. Manusia pun harus beradaptasi dalam menghadapinya,” ujarnya pada webinar bertema "Teknologi, Sejarah, dan Masa Depan Peradaban,” di Menara Kompas, Jakarta, Senin (26/6/2023).
Webinar ini dimoderatori oleh Wakil Redaktur Pelaksana harian Kompas Haryo Damardono serta dihadiri Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra dan Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo. Kegiatan itu merupakan rangkaian Anugerah Cendekiawan Berdedikasi Kompas 2023 dalam HUT ke-58 Harian Kompas.
Asvi menyebutkan, sejak awal, teknologi dibuat untuk memecahkan masalah manusia. Namun, dalam kenyataannya, ada juga yang belum menyelesaikan sepenuhnya masalah tersebut. Teknologi digunakan untuk berbagai kepentingan, baik individu, kelompok, maupun entitas lebih besar. Pemanfaatannya berlangsung sejak lama, mulai dari zaman berburu hingga perkembangan teknologi digital saat ini.
Teknologi berkembang sesuai kebutuhan manusia. Manusia semula berburu, kemudian menjadi peladang berpindah, menetap, lalu menerapkan budidaya. Hal itu memengaruhi teknologi yang digunakan. Beragam inovasi pun lahir dari kemajuan teknologi. Masuknya teknologi logam besi ke Nusantara, misalnya, bermanfaat sebagai alat pertanian. Sementara penggunaan vaksin menurunkan risiko kematian dari berbagai penyakit.
”Akan tetapi, ada juga teknologi yang disalahgunakan dan memakan banyak korban jiwa seperti bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki (Jepang pada 1945),” ujarnya.
Cendekiawan Berdedikasi Kompas 2020 tersebut optimistis kemajuan teknologi memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Namun, pemanfaatannya harus dengan bijak untuk mengantisipasi dampak buruk yang bisa ditimbulkan.
”Dampak kemajuan teknologi bergantung orang yang menggunakannya. Dalam konteks negara, tentunya pemimpin negara. Melalui sejarah, kita bisa mengetahui rekam jejaknya. Apakah dia akan memanfaatkan teknologi untuk kebaikan, bukan kepentingan perang dan hal-hal merugikan,” jelasnya.
Tantangan kemajuan teknologi juga mencuat di era kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Salah satu yang mengemuka adalah mengecilnya peran manusia dan hilangnya sejumlah pekerjaan karena digantikan AI.
Setiap teknologi baru mempunyai sisi gelap. Hal ini menjadi pengingat untuk selalu mawas diri dalam menggunakannya.
Sementara ahli genetika molekuler di Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN) Prof Herawati Supolo-Sudoyo mengatakan, pemanfaatan AI tidak bisa dihindari. Teknologi ini diperlukan dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Berbagai algoritma dibutuhkan untuk menjawab berbagai pertanyaan.
”Jadi, dokter atau ahli biologi harus melek terhadap pendekatan baru ini, bukan justru menghindarinya. Yang kita lakukan ke depan adalah menganalisis data-data tersebut dan menjadi pengetahuan yang bisa diaplikasikan untuk mendukung kesehatan manusia,” jelasnya.
Herawati menuturkan, AI dapat membantu untuk memahami kode, sinyal, dan jalur yang mendasari atau mendorong penyakit serta dapat digunakan untuk mengobati penyakit. Selain itu, mengidentifikasi dan menentukan populasi pasien yang pengobatan spesifiknya paling berhasil.
”Bagaimana kita bekerja sama dengan kecerdasan buatan. Ada oversight (pengawasan manusia), feedback (umpan balik dan panduan kepada algoritma), dan kolaborasi untuk saling melengkapi,” ujar Cendekiawan Berdedikasi Kompas 2019 tersebut.
Pemanfaatan kecerdasan buatan juga membutuhkan kerja sama lintas ilmu. Sebab, teknologi ini berpengaruh terhadap berbagai bidang. ”Tidak ada satu pun ilmu yang dapat berdiri sendiri. Kami perlu sejarah dan teman-teman dari teknologi lain untuk berkolaborasi,” ungkapnya.
Sisi gelap
Herawati menambahkan, setiap teknologi baru mempunyai sisi gelap. Hal ini menjadi pengingat untuk selalu mawas diri dalam menggunakannya. ”Literasi terhadap AI dan genetika menjadi sangat penting. Sebagai manusia, kita mempunyai rambu-rambu etik, legalitas, dan dampak sosial. Semua akan berjalan baik kalau kita mengikutinya,” ujarnya.
Dosen Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Feri Fahrianto menyebutkan, perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan produktivitas manusia. Namun, perkembangannya harus tetap memperhatikan moral dan etika yang berlaku.
”AI digunakan oleh manusia. Orang yang memakainya harus menjunjung tinggi etika. Setelah AI akan ada teknologi baru lagi. Terpenting, kita jangan menyerah karena manusia bisa mengendalikan teknologi ciptaannya,” ujarnya.
Feri menambahkan, berdasarkan studi McKinsey & Company, terdapat beberapa pekerjaan yang akan punah karena automasi. Sejumlah 23 juta pekerjaan akan hilang pada 2030. Namun, akan tercipta 46 juta pekerjaan baru. ”Kecerdasan buatan hanya tools dan tak bisa bekerja dengan baik tanpa mahadata. Manusia yang menciptakan data itu dan memanfaatkannya dengan berbagai tujuan,” katanya.