Pelat Titanium untuk Implan Patah Tulang Wajah
Produk implan berbasis logam titanium merupakan salah satu yang terbaik saat ini untuk memfiksasi fraktur. Namun, sayangnya, produk implan yang tersedia merupakan produk impor dan mahal.
Produk implan yang digunakan di Indonesia saat ini masih didominasi oleh produk impor. Hal itu menyebabkan harga menjadi mahal serta ketersediaan produk tidak terjamin. Pengembangan produk implan dalam negeri, termasuk produk implan untuk patah tulang wajah pun amat dinanti.
Kasus cedera bagian kepala, seperti mata, hidung, telinga, mulut, dan wajah cukup besar di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 mencatat kasus cedera bagian kepala mencapai 11,9 persen dari seluruh kasus cedera yang dilaporkan. Sebagian besar dari kasus cedera bagian kepala yang dibawa ke rumah sakit merupakan cedera pada wajah.
Dari data RS Cipto Mangunkusumo pada 2020-2022, setidaknya terdapat 165 kasus patah tulang wajah. Jumlah kasus di masyarakat bisa jauh lebih besar dari angka tersebut karena tidak semua dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo.
Penyebab utama dari kasus patah tulang merupakan kecelakaan lalu lintas. Tingginya jumlah pengendara motor yang tidak disertai dengan kesadaran penggunaan helm membuat risiko patah tulang wajah semakin besar.
Patah tulang atau fraktur wajah dapat menimbulkan gangguan pada aspek fungsi dan estetika. Patah tulang wajah yang tidak ditangani dapat menimbulkan gangguan pada fungsi mengunyah, menelan, bernapas, penglihatan, dan berbicara. Hal tersebut pada akhirnya dapat mengganggu produktivitas dari pasien. Kondisi tersebut patut menjadi perhatian, sebab, data Kementerian Kesehatan menyebutkan sekitar 50-70 persen kasus fraktur wajah terjadi pada usia produktif antara 20-40 tahun.
Penanganan kasus patah tulang wajah pun sebaiknya tidak ditunda. Tindakan operasi untuk terapi patah tulang sebaiknya dilakukan kurang dari dua minggu setelah kejadian trauma terjadi. Pasalnya, setelah dua minggu, tulang akan mulai masuk pada fase penyembuhan. Jaringan pada segmentasi tulang wajah juga mulai terbentuk. Apabila terapi diberikan setelah fase itu, hasil dari tindakan yang diberikan tidak akan optimal. Penanganan juga menjadi lebih rumit.
Implan
Dalam tata laksana patah tulang wajah, pemasangan implan berbentuk pelat dan sekrup dapat dilakukan untuk mempertahankan reduksi dan fiksasi pada area patah tulang. Penyembuhan tulang pun diharapkan bisa lebih baik.
Produk implan berbasis logam titanium merupakan salah satu yang terbaik saat ini untuk memfiksasi fraktur. Namun, sayangnya, produk implan yang tersedia merupakan produk impor. Padahal, kebutuhannya cukup banyak mengingat jumlah kasus patah tulang, termasuk patah tulang wajah tinggi di Indonesia. Kasusnya pun tidak hanya terpusat di kota besar.
Anggota staf pengajar Program Studi Spesialis Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, Prasetyanugraheni Kreshanti, Sabtu (24/6/2023), menyampaikan, produk implan yang harus diimpor membuat harga dari produk tersebut menjadi mahal. Itu terkadang membuat biaya yang harus diklaim ke BPJS Kesehatan melebihi batas pagu yang ditetapkan.
”Pada akhirnya, pasien harus dirujuk ke rumah sakit tipe A. Padahal, dokter yang bisa melakukan operasi bedah ada di rumah sakit tipe B atau C. Namun, karena biayanya melebihi pagu jadi harus dirujuk ke rumah sakit tipe A,” katanya.
Baca Juga: Kemandirian Produksi Implan Tulang Dirintis
Selain itu, produk impor juga membutuhkan proses yang panjang untuk pengadaan sehingga ketersediaannya tidak bisa dipastikan. Keterbatasan tersebut sering kali membuat penanganan pasien menjadi tertunda.
Pengembangan produk implan lokal untuk patah tulang wajah pun akhirnya dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut. Pengembangan mulai dilakukan oleh tim dari Fakultas Kedokteran Indonesia (FKUI) bersama Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) pada 2017. Prasetyanugraheni tergabung di dalam tim penelitian tersebut.
Selain FKUI dan FTUI, pengembangan yang berjalan juga melibatkan kolaborasi dari berbagai pihak, seperti RS Cipto Mangunkusumo, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional, serta industri. Pelibatan berbagai pihak tersebut dimaksudkan untuk memastikan hilirisasi produk riset terwujud serta sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan industri dalam memproduksi.
Produk implan yang harus diimpor membuat harga dari produk tersebut menjadi mahal. Itu terkadang membuat biaya yang harus diklaim ke BPJS Kesehatan melebihi batas pagu yang ditetapkan.
Pada produk yang dikembangkan, material yang digunakan, yakni titanium Ti6Al4V. Material titanium dipilih karena bersifat biokompatibilitas atau dapat diterima oleh tubuh manusia serta memiliki kekuatan yang cukup untuk mempertahankan segmen patahan tulang. Dalam pemeriksaan rontgen atau X-Ray, CT-scan, dan pemeriksaan lainnya juga tidak ditemukan gangguan.
Produk implan ini meliputi bagian pelat mikro dan sekrup yang memiliki diameter 1.5 milimeter dan panjang 4 milimeter. Dengan ukuran tersebut produk ini bisa digunakan untuk implan bagian tengah wajah, seperti tulang rahang atas serta bagian tengah tulang pipi.
Baca Juga: Implan Traumatik Karya BPPT
Berbagai pengujian pun telah dilakukan. Pengujian pada hewan uji dan tengkorak uji telah berhasil dilakukan. Selain itu uji klinis juga sudah dilakukan pada 2022. Dari penelitian dan pengujian yang dilakukan, produk implan ini terbukti tidak menimbulkan toksisitas, biokompatibel (cocok dengan tubuh penerima), serta dapat mempertahankan reduksi yang terjadi. Alat ini pun mudah digunakan dalam tata laksana patah tulang wajah.
Produk implan yang dikembangkan oleh tim dari Universitas Indonesia ini juga sudah mendapatkan paten. Paten untuk sekrup diberikan pada 2022 dengan nomor paten IDP000082409 dan paten untuk bagian pelat diberikan pada 2021 dengan nomor IDP000077115.
Prasetyanugraheni menyampaikan, dari hasil pengujian, alat ini memiliki fungsi yang sebanding dengan produk impor. ”Namun, kami masih harus melakukan beberapa pengembangan agar bisa diproduksi oleh industri dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas,” ujarnya.
Pengembangan berikutnya yang akan dilakukan, yakni pembuatan produk implan titanium dengan ukuran sekrup berdiameter 2.0 milimeter. Ukuran tersebut digunakan untuk tata laksana patah tulang pada tulang rahang bawah. Diharapkan, pengembangan bisa segera dilakukan sehingga dapat ditawarkan ke industri untuk diproduksi secara massal.
Prasetyanugraheni mengatakan, tidak ada kendala yang berarti dalam proses pengembangan. Akan tetapi, kebutuhan bahan baku titanium untuk produk implan masih harus diperoleh secara impor. Ia berharap agar pemerintah dan industri bisa turut mendukung pengadaan bahan baku titanium berstandar medis. Dengan begitu, produk yang dihasilkan dapat secara optimal berasal dari dalam negeri.
Baca Juga: Titanium untuk Implan Tulang Belakang
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam siaran pers, Senin (27/3/2023) menyampaikan, pemerintah terus berupaya untuk memperkuat ketahanan dan kemandirian akan kefarmasian dan alat kesehatan. Khusus alat kesehatan, pada 2019-2020 tercatat transaksi alat kesehatan di e-katalog merupakan produk impor.
Penguatan regulasi pun akan dilakukan untuk bisa mengatasi masalah ketergantungan pada baku impor serta hambatan dalam penelitian dan pengembangan alat kesehatan dalam negeri. Anggaran untuk penelitian dan pengembangan di Indonesia hanya 0,2 persen dari PDB. Itu jauh lebih rendah dari negara lain seperti AS sebesar 2,8 persen dan Singapura 1,9 persen.