Memori Kolektif Masyarakat, Modal Pelestarian Sungai Batanghari
Sungai Batanghari punya sejarah panjang sebagai sumber kehidupan masyarakat. Namun, sungai tersebut kini tercemar.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Sungai Batanghari yang dulu jernih kini keruh akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan. Padahal, sungai terpanjang di Sumatera itu punya jejak sejarah sebagai sumber penghidupan dan peradaban masyarakat. Untuk mengembalikan kelestarian sungai, berbagai pihak bekerja sama membangkitkan memori kolektif masyarakat yang dulu hidup berdampingan dengan sungai.
Kerusakan dan pencemaran sungai terjadi saat masyarakat masuk zaman modern. Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid, pembangunan jalan raya menurunkan ketergantungan masyarakat pada sungai untuk transportasi. Kedekatan serta kepedulian masyarakat terhadap sungai pun memudar.
Kerusakan dan pencemaran sungai juga dipengaruhi pembuangan sampah serta maraknya aktivitas tambang emas liar, pasir, dan batu. Pencemaran membuat masyarakat tak lagi memanfaatkan sungai untuk minum ataupun mencari makanan.
Selain itu, Sungai Batanghari juga diyakini erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat di zaman Kerajaan Melayu yang berdiri di sekitar abad ke-7. Mengutip laman Indonesiana yang dikelola Kemendikbudristek, sungai ini juga menjadi jalur perdagangan di masa lalu antara lain dengan India, China, Persia, dan Arab.
”Semua (orang) merasakan problem ketika mereka terputus dengan sungai. Orientasi kehidupannya sangat berubah dan sumber daya yang ada di depan mereka jadi tidak bermanfaat lagi,” kata Hilmar di Jambi, Minggu (25/6/2023).
Sejak sungai tercemar, masyarakat tak lagi minum ataupun berenang di sana.
Berdasarkan data tim peneliti dari Universitas Jambi serta Badan Riset dan Inovasi Nasional, ada 272 dompeng yang beroperasi di Sungai Batanghari. Ada pula 154 jamban di sungai yang aktif digunakan masyarakat serta 2 lokasi penimbunan batubara di tepi sungai. Semua ini mencemari lingkungan.
Adapun data diperoleh dari ekspedisi tim saat menyusuri Sungai Batanghari dalam ekspedisi Milir Berakit. Ekspedisi dilakukan bersama Yayasan Sahabat Sungai Batanghari selama 8 hari yang dimulai pada 30 Desember 2022 (Kompas.id, 9/1/2023).
Maestro kesenian zikir berdah di Jambi, Sambawi HB, mengatakan, Sungai Batanghari dulu sangat jernih hingga ikan-ikan di sungai pun tampak. Air sungai pun dulu dimanfaatkan untuk minum dan mandi. Sejak sungai tercemar, masyarakat tak lagi minum ataupun berenang di sana. Ikan-ikan yang dulu jadi salah satu sumber pangan masyarakat pun kini sulit ditemukan di sungai.
”Mencari ikan sekarang sulit karena ada banyak (sampah) plastik. Sungai Batanghari sekarang kotor, apalagi kalau hujan lebat di hulu. Air jadi keruh,” kata Sambawi yang hidup di pinggir Sungai Batanghari sejak tahun 1950-an hingga 1980-an.
Memori masyarakat
Menurut Hilmar, masyarakat yang hidup di sekitar Sungai Batanghari memiliki memori kolektif yang terwujud dalam bentuk kebudayaan, baik tradisi lisan, ritual, tarian, maupun laku hidup. Memori itu akan dibangkitkan lagi dengan harapan mampu membuat masyarakat kembali peduli pada sungai.
”Ini (memori) harusnya diambil kembali dan kita belum terlambat. Sebab, masih ada orang yang menikmati sungai dan menjadikan sungai sebagai sumber hidup, setidaknya (orang-orang) satu generasi di atas generasi masa kini,” katanya.
Upaya membangkitkan memori dilakukan melalui Kenduri Swarnabhumi, yaitu upaya pemajuan kebudayaan Melayu. Kenduri Swarnabhumi digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama 12 pemerintah daerah, antara lain Pemerintah Provinsi Jambi dan Sumatera Barat, serta Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, Dharmasraya, Kerinci, Merangin, dan Tanjung Jabung Barat.
Kenduri Swarnabhumi diluncurkan pada Sabtu (24/6/2023) malam di Jambi dan akan berlangsung hingga November 2023. Rangkaian kegiatan Kenduri Swarnabhumi terdiri dari festival budaya, ekspedisi Sungai Batanghari, dan lokakarya untuk komunitas lokal. Kenduri Swarnabhumi pertama kali diadakan pada 2022 dan kemudian digelar setiap tahun.
Gubernur Jambi Al Haris mengatakan, kebudayaan masyarakat Jambi tak bisa dipisahkan dengan Sungai Batanghari. Adapun kebudayaan mengandung pesan untuk menjaga lingkungan.
”Kenduri Swarnabhumi adalah media pendidikan bagi generasi muda hari ini agar ke depan mereka jadi anak-anak yang cinta budaya dan lingkungan,” katanya.