Seluruh aparatur pemerintahan dan negara perlu lebih mewaspadai dan melakukan percepatan program guna mengantisipasi dampak El Nino.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena El Nino yang terjadi pada periode sebelumnya telah berdampak terhadap berbagai sektor mulai dari kehutanan, pertanian, pendidikan, pariwisata, hingga pelayanan publik. Seluruh aparatur pemerintahan dan negara diminta untuk lebih mewaspadai dan segera melakukan percepatan program guna mengantisipasi dampak ini.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, menyampaikan, semua pihak perlu mengantisipasi fenomena El Nino mengingat dampaknya yang sangat luas. Prediksi awal terjadinya El Nino bermanfaat dalam membantu perencanaan dan pengelolaan berbagai sektor, seperti sumber daya air, energi, transportasi, pertanian, dan kehutanan.
”El Nino penting diantisipasi karena dampaknya pada kehidupan sosial dan ekonomi, terutama stabilitas makro-ekonomi. Melalui antisipasi ini, diharapkan tidak ada politisasi mengingat El Nino terjadi di tahun politik,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk ”Fenomena El Nino: Dampak dan Solusi terhadap Pelayanan Publik” di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Merujuk data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), kejadian El Nino pada 2014-2016 menyebabkan kekeringan di Kanada dan Asia. Hal ini berujung terjadinya gagal panen dan goyahnya ketahanan pangan lebih dari 60 juta orang di dunia.
El Nino yang terjadi pada periode sebelumnya juga berdampak terhadap sektor lingkungan dan kehutanan. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luasan kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2015 mencapai 2,6 juta hektar atau hampir setara dengan akumulasi luas karhutla sepanjang 2016-2019.
Karhutla akibat El Nino yang terjadi dalam periode tersebut juga menimbulkan maraknya penyakit pernapasan dan iritasi karena terpapar kabut asap yang mengandung partikel debu. Kementerian Kesehatan mencatat, menjelang akhir 2015 di Indonesia terdapat 311 kasus pneumonia, 415 kasus asma, 689 kasus iritasi mata, 1.850 kasus iritasi kulit, dan 110.133 kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
”Karhutla sepanjang 2015 turut berdampak terhadap sektor, lain yaitu kehutanan, pertanian, peternakan, pendidikan, pariwisata, perhubungan, bisnis, dan lingkungan hidup. Dalam laporan yang sama, Bank Dunia menghitung kerugian dan kerusakan akibat karhutla serta kabut asap mencapai 16,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 211 triliun,” kata Yeka.
Sebagian daerah diprediksi mengalami hujan kategori sangat rendah, yakni kurang dari 20 milimeter per bulan.
Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik memiliki perhatian terhadap permasalahan El Nino. Ombudsman memandang perlu ada pengawasan terhadap aparatur pemerintahan dan negara guna mempersiapkan strategi sebagai upaya pencegahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik akibat dampak El Nino.
”Jika kita sepakat bahwa fenomena El Nino merupakan sesuatu yang penting, semua aparatur penyelenggara negara dan pemerintah bisa lebih mewaspadai dan segera melakukan crash program untuk mengantisipasi dampak ini,” ujarnya.
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Prasinta Dewi menyebut, salah satu arahan Kepala BNPB dalam penanganan karhutla yakni terkait peningkatan koordinasi pentaheliks. Di sisi lain, setiap daerah juga didorong untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kesiapan personel, peralatan, hingga logistik.
”Kami menekankan bahwa daerah sebaiknya membuat suatu rencana kontijensi dengan sumber daya yang dimiliki. Kemudian jika terjadi bencana perlu dicatat kebutuhannya. Rencana kontijensi akan menjadi rencana operasi ketika daerah mengalami kejadian kedaruratan,” tuturnya.
Level El Nino
Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Supari, mengatakan, sejak pertengahan Mei, nilai indeks Nino3.4 terus meningkat dan mencapai plus 0,8 pada dasarian kedua Juni. Artinya, secara indikator telah menunjukkan adanya gejala El Nino. Namun, status El Nino akan dikonfirmasi ketika sudah bertahan selama satu bulan dan diikuti respons di atmosfer.
”BMKG memprediksi level El Nino tahun ini akan moderat atau sedang. Sebab, berdasarkan data historis analisis kami, level El Nino tidak akan kuat bila dimulai pada semester kedua karena El Nino memiliki siklus, yakni setelah winter (musim dingin) akan menurun,” katanya.
Supari menjelaskan, El Nino akan mencapai level kuat bila dimulai pada semester pertama sehingga saat musim dingin nilai indeks akan tinggi. Hal ini terjadi pada tahun 1997 ketika El Nino mulai menguat pada bulan April. Kemudian pada 2015, indeks El Nino juga terdeteksi menguat bahkan sejak akhir 2014 yang ditandai dengan menghangatnya permukaan laut.
Saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia tengah memasuki musim kemarau. Tanpa El Nino sekalipun, curah hujan pada Juli-Oktober sudah dalam intensitas rendah. Adanya El Nino akan turut memicu penurunan curah hujan hingga 60 persen pada lokasi tertentu.
BMKG juga memprediksi, curah hujan pada Agustus-Oktober 2023 akan berada dalam kategori bawah normal terutama wilayah Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan, dan sebagian Sulawesi. Bahkan, sebagian daerah diprediksi mengalami hujan kategori sangat rendah yakni kurang dari 20 milimeter per bulan.
”Beberapa rekomendasi sudah kami sampaikan kepada kementerian/lembaga terkait. Misalnya untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat perlu menyiapkan infrastruktur sumber daya air untuk meningkatkan kapasitas selagi masih ada hujan sehingga saat musim kemarau bisa dimanfaatkan,” tutur Supari.