Seniman Botani Indonesia Mencuri Perhatian RHS Botanical Art Show 2023
Melalui enam lukisan botaninya, seniman asal Yogyakarta, Eunike Nugroho, mewakili Indonesia pada Pameran Royal Horticultural Society Botanical Art.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seniman asal Yogyakarta, Eunike Nugroho, mewakili Indonesia dalam Pameran Royal Horticultural Society Botanical Art and Photography Show yang diselenggarakan pada 16 Juni-9 Juli 2023 di Saatchi Gallery, London. Eunike juga mendapat medali emas dan penghargaan untuk karya seni terbaik dalam pameran seni botani paling bergengsi di dunia, atau sering disebut sebagai olimpiade seni botani tersebut.
Seni lukis botani merupakan sebuah seni lukis yang memadukan antara botani (sains) dan seni (lukis). Dalam pameran Royal Horticultural Society (RHS), Eunike memamerkan lukisan botani seri ”Hoyas of Indonesia” yang terdiri dari enam lukisan. Ia pun memenangi penghargaan karya seni terbaik untuk lukisan hoya latifolia yang merupakan bagian dari seri ”Hoyas of Indonesia”.
”Saya senang Eunike Nugroho memenangi penghargaan karya seni terbaik di RHS Botanical Art Show 2023 untuk lukisan hoya latifolia. Saya sangat menantikan dia kembali lagi dengan lebih banyak lukisan dari 200 hoyas yang dia kembangkan di rumah," ujar kurator serta juri Pameran RHS, Charlotte Brooks, saat menyerahkan penghargaan, Jumat (16/6/2023).
Enam lukisan botani karya Eunike meliputi lukisan tentang hoya latifolia, hoya imbricata, hoya spartioides, hoya clemensiorum, hoya imperialis, dan hoya sigillatis. Hoya merupakan genus tumbuhan berbunga dalam keluarga apocynaceae dengan lebih dari 400 spesies di seluruh dunia, sedangkan Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 130 spesies.
Eunike memilih judul ”Bold under (Sun)Stress” untuk lukisan hoya latifolia dari Jawa Barat karena kekagumannya terhadap keindahan tumbuhan tersebut saat menghadapi kondisi yang menantang. Kemudian, judul ”Dome” dipilih untuk lukisan hoya imbricata dari Sulawesi. Ia memilih tanaman itu karena unik, yakni hanya menghasilkan satu daun per nodus, tumbuh bertumpuk seperti sisik, serta menempel erat pada pohon inang.
Selanjutnya, hoya spartioides dilukis dengan judul ”Leafless, Not Lifeless” karena hoya endemik Kalimantan ini tumbuh tanpa daun hampir sepanjang hidupnya. Adapun judul ”Regal Bloom” untuk hoya imperialis dari Jawa dan Kalimantan yang memiliki bunga terbesar dalam genus hoya.
Sementara itu, hoya clemensiorum dari Sumatera diberi judul ”Draconic” karena daunnya yang sangat bertekstur mirip dengan kulit reptil. Terakhir, hoya sigillatis diberi judul ”Splash” karena memiliki daun kecil panjang berbentuk bulat dengan bercak keperakan yang unik.
Dalam pemilihan spesies, Eunike mempertimbangkan keunikan wujud daun dan bunga, fakta menarik mengenai tumbuhan, serta representasi pulau-pulau besar di Indonesia. Ia pun bekerja sama dengan komunitas pencinta hoya dan berkonsultasi dengan peneliti hoya untuk menciptakan karya yang akurat.
Selama bertahun-tahun, Eunike juga merawat lebih dari 200 jenis hoya untuk mengamati dan menghasilkan karya terbaik. ”Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk mewakili Indonesia dan memamerkan karya saya untuk pertama kalinya di pameran RHS. Saya berharap untuk dapat terus belajar dan mendapatkan pengetahuan yang nantinya dapat dibagikan dengan sesama seniman botani di Indonesia,” kata Eunike.
Seni botani memiliki kekhususan, yaitu senimannya harus memiliki pengetahuan mengenai tanaman yang akan dilukis.
Eunike menggunakan cat air dalam karyanya, terutama dengan teknik wet-into-wet yang sulit diprediksi dan dikendalikan. Dengan berlatih puluhan ribu jam, ia akhirnya berhasil mencapai keseimbangan antara goresan segar yang efektif dan naturalisme yang presisi.
Direktur Saatchi Gallery Paul Foster mengatakan, pameran RHS telah menjadi sorotan tahunan di Saatchi Gallery. ”Keterampilan teknis yang luar biasa, proses yang cermat, dan keragaman internasional yang luas dari para seniman terus menginspirasi dan menyenangkan pengunjung kami,” tutur Foster dalam siaran pers.
Hanya seniman yang lolos proses pra-seleksi ketat yang dapat memamerkan serangkaian karya berjumlah enam buah. Dengan batas waktu maksimal lima tahun, para seniman harus menciptakan karya-karya ilustrasi botani yang menggambarkan keakuratan informasi botani dengan keindahan estetika, serta mendokumentasikan aspek anatomi dan fungsional tumbuhan melalui siklus hidupnya.
Pameran ini selalu melibatkan peserta internasional dari Eropa, Asia, Australia, dan Afrika. Terdapat tujuh juri yang menilai karya-karya peserta berdasarkan akurasi ilmiah, keterampilan teknis, dan daya tarik estetis.
Presisi dan akurasi
Secara terpisah, kurator seni rupa dan dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Yogyakarta Sudjud Dartanto mengatakan, syarat menjadi ilustrator atau seniman botani tidak hanya bisa menggambar. Mereka juga wajib memiliki pengetahuan botani sehingga gambar atau lukisan yang dihasilkan akurat.
”Seni botani memiliki kekhususan, yaitu senimannya harus memiliki pengetahuan mengenai tanaman yang akan dilukis. Mereka harus tahu proses dari tanaman tumbuh hingga layu. Seni botani memerlukan akurasi dan presisi,” kata Sudjud, Sabtu (17/6/2023).
Tanaman hasil lukisan seniman botani biasanya dijadikan referensi ilmiah atau tercantum dalam artikel atau jurnal. Oleh sebab itu, setiap detail gambar harus jelas dan akurat. Selain itu, gambar juga tidak hanya menunjukkan akurasi tumbuhan, tetapi juga menampilkan irisan antara sains dan seni.
Menurut Sudjud, seni botani di Indonesia memiliki masa depan yang baik. Dalam beberapa pameran seni lukis botani, ia melihat banyak anak muda yang datang dan tertarik terhadap seni botani.
Pameran merupakan media untuk mengampanyekan keanekaragaman hayati Indonesia, termasuk spesies yang langka. Keikutsertaan Eunike di pameran global bagi Sudjud merupakan sebuah pencapaian yang baik untuk seni botani Indonesia.