Turbulensi Penerbangan Meningkat Seiring Penghangatan Global
Setiap menit tambahan saat melintasi turbulensi akan meningkatkan keausan pada pesawat serta risiko cedera kepada penumpang dan pramugari.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·2 menit baca
Perubahan iklim yang mengarah pada krisis iklim saat ini berdampak pada banyak aspek kehidupan manusia. Satu di antaranya yang jarang terungkap adalah dunia yang semakin menghangat akan dapat berdampak buruk pada penerbangan.
Dalam riset terbaru, para peneliti mengungkapkan bahwa langit yang dilintasi pesawat saat ini lebih ”bergelombang” daripada empat dekade lalu. Analisis para ilmuwan menunjukkan, turbulensi saat udara bersih (clear air turbulence) telah meningkat seiring dengan perubahan iklim.
Turbulensi udara ini tidak kasatmata, sulit terdeteksi, dan frekuensinya meningkat di berbagai wilayah di dunia. Peningkatan turbulensi tersebut dapat membahayakan keselamatan lalu lintas pesawat.
Kita harus berinvestasi dalam upaya memprediksi turbulensi yang lebih baik dan pada sistem deteksi untuk mencegah udara yang lebih kasar berubah menjadi penerbangan bergelombang dalam beberapa dekade mendatang.
Pada titik penerbangan di langit Atlantik Utara, salah satu rute penerbangan tersibuk di dunia, total durasi tahunan turbulensi parah meningkat 55 persen dari 17,7 jam pada 1979 menjadi 27,4 jam pada 2020. Turbulensi sedang meningkat 37 persen dari 70 jam menjadi 96,1 jam, dan turbulensi ringan meningkat 17 persen dari 466,5 jam menjadi 546,8 jam. Perjalanan udara trans-Atlantik sering menghadapi turbulensi karena keberadaan aliran jet garis lintang tengah yang digerakkan Arus Eddy di atas Atlantik Utara.
Hasil analisis para ilmuwan di University of Reading dan Kantor Meteorologi di Inggris itu diterbitkan di Geophysical Research Letters Volume 50 pada 8 Juni 2023 dengan judul ”Evidence for Large Increases in Clean-Air Turbulence Over the Past Four Decades.”
Peningkatan durasi turbulensi itu konsisten dengan efek penghangatan global akibat perubahan iklim. Penghangatan dunia bisa menyebabkan turbulensi karena udara yang lebih hangat dari emisi karbon dioksida (CO2) akan meningkatkan perubahan kecepatan dan arah secara cepat/tiba-tiba (windshear) di aliran jet.
”Turbulensi membuat penerbangan bergelombang dan kadang-kadang bisa berbahaya,” kata peneliti University of Reading Mark Prosser, penulis hasil laporan tersebut dalam situs internet University of Reading, 8 Juni 2023.
Ia mengatakan, maskapai penerbangan harus mulai berpikir tentang bagaimana mereka akan menghadapi turbulensi yang meningkat. Hal ini akan berpengaruh pada biaya operasional. Sebagai gambaran, biaya industri penerbangan di AS yang terdampak turbulensi mencapai 150 juta-500 juta dollar AS per tahun di AS.
”Setiap menit tambahan saat melintasi turbulensi akan meningkatkan keausan pada pesawat serta risiko cedera kepada penumpang dan pramugari,” katanya.
Selain di AS dan Atlantik Utara yang mengalami peningkatan terbesar, studi baru menemukan, rute penerbangan sibuk lainnya di Eropa, Timur Tengah, dan Atlantik Selatan juga mengalami peningkatan turbulensi yang signifikan.
Prof Paul Williams, ilmuwan atmosfer di University of Reading yang turut dalam menulis hasil penelitian tersebut, mengatakan, riset mereka memberikan bukti peningkatan turbulensi benar-benar terjadi. Ini sekaligus membuktikan satu dekade penelitian mereka yang memperlihatkan bahwa perubahan iklim akan meningkatkan turbulensi udara di masa depan.
”Kita harus berinvestasi dalam peramalan turbulensi yang lebih baik dan sistem deteksi untuk mencegah udara yang lebih kasar berubah menjadi penerbangan bergelombang dalam beberapa dekade mendatang,” tuturnya.