Pandemi Covid-19 telah berdampak pada ketidakleluasaan pelaksanaan dan pergerakan bank sampah sebagai pelopor edukasi kepada masyarakat, sekaligus sebagai penumbuh kesadaran masyarakat untuk memilah sampah.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali menggiatkan program bank sampah yang kegiatannya di sejumlah daerah tersendat akibat pandemi Covid-19. Seiring sejumlah pelonggaran protokol kesehatan dan aktivitas masyarakat yang cenderung kembali normal, penggiatan kembali bank sampah ini juga perlu diikuti peningkatan manajemennya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, bank sampah memiliki peran strategis sebagai sarana edukasi, instrumen perubahan perilaku masyarakat, dan moda penerapan ekonomi sirkular di Indonesia dalam pengelolaan sampah. Keberadaan bank sampah dapat menjadi pintu masuk terpilahnya sampah, serta menentukan kualitas sampah sebagai materi bahan baku industri daur ulang.
”Polusi plastik yang meningkat dengan cepat merupakan masalah lingkungan global yang berdampak negatif pada dimensi lingkungan, sosial, ekonomi, sosial, serta kesehatan. Bank sampah merupakan mitra strategis dalam penerapan pengurangan sampah sebagai kewajiban produsen,” ujar Siti Nurbaya dalam Festival Peduli Sampah Nasional Tahun 2023 yang merupakan rangkaian dari kegiatan Hari Peduli Sampah Nasional dan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023).
Siti melanjutkan, saat ini, Indonesia menargetkan penurunan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 40 Mton CO2eq melalui skenario kebijakan dengan upaya sendiri (CM1). Selain itu, juga ada target penurunan 43,5 Mton CO2eq melalui skenario kebijakan dengan dukungan kerja sama internasional (CM2) pada 2030. Target ini, di antaranya, akan dicapai melalui pengelolaan sampah dan limbah.
”Dalam mencapai target, Pemerintah Indonesia harus mendalami dan memperluas strategi reduce, reuse, dan recycle,” kata Siti.
Selain itu, menurut Siti, memilah sampah di rumah harus diiringi dengan penyiapan fasilitas pengumpulan terpilah. Hal tersebut agar off taker atau pembeli bahan baku sampah dapat membeli sampah bersih dan terpilah sebagai bahan baku daur ulang. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus membuat manajemen bank sampah untuk lebih profesional lagi.
”Artinya, bank sampah harus konsisten dalam menyediakan bahan baku sampah terpilah dengan kualitas yang baik,” lanjut Siti.
Bank sampah harus konsisten dalam menyediakan bahan baku sampah terpilah dengan kualitas yang baik.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pengelolaan bank sampah di Indonesia saat ini telah mencapai 25.540 unit. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati menambahkan, saat ini, tercatat 108 bank sampah unit dan 60 bank sampah induk dari 26 provinsi dan 86 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Namun, pandemi Covid-19 telah berdampak pada ketidakleluasaan pelaksanaan dan pergerakan bank sampah sebagai pelopor edukasi kepada masyarakat, sekaligus sebagai penumbuh kesadaran masyarakat untuk memilah sampah.
”Oleh sebab itu, melalui pemberian penghargaan terhadap kinerja bank sampah terbaik, diharapkan dapat menjadi titik balik dalam mengaktifkan peran bank sampah,” ujar Vivien.
Penanganan hulu ke hilir
Selain itu, KLHK melaporkan, Indonesia telah menurunkan 38 persen sampah laut berkat upaya penanganan sampah dari hulu sampai hilir pada tahun 2022. Pemerintah Indonesia pun menargetkan pengurangan sampah laut sampai 70 persen pada 2025.
”Saat ini, sekitar 80 persen sampah laut di Indonesia berasal dari darat. Dari jumlah itu, sebanyak 30 persen di antaranya merupakan sampah plastik,” tutur Vivien.
Menurut Vivien, terdapat dua pihakpada sektor hulu yang menghasilkan banyak sampah, yaitu individu dan produsen. ”Setiap individu harus berpikir saat hendak melakukan kegiatan, apakah akan menghasilkan sampah atau tidak. Individu juga harus bisa memilah sampah tersebut antara organik dan anorganik,” kata Vivien.
Selain itu, sektor produsen menjadi salah satu komponen yang sangat signifikan untuk mengurangi sampah. Apalagi, kini Indonesia juga memiliki Sekretariat Penanganan Sampah Laut dan regulasi Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Vivien melanjutkan, langkah mengatasi sampah laut membutuhkan penanganan dengan kerangka hukum dan kelembagaan dalam proses pengelolaan sampah yang komprehensif dengan implementasi yang efektif. Pengaturan itu mencakup langkah-langkah yang lebih spesifik dalam rangka menangani masalah produksi, transportasi, konsumsi, perdagangan, perlakuan akhir masa pakai, serta sifat aditifnya.
Sementara itu, berdasarkan data Program Lingkungan PBB (UNEP), jumlah sampah plastik yang masuk ke dalam ekosistem akuatik dapat meningkat hampir tiga kali lipat jika tidak ada tindakan yang berarti, yaitu dari 9-14 juta ton per tahun pada 2016 menjadi 23-37 juta ton per tahun pada 2040.