Keterampilan anak untuk berbahasa dapat ditanamkan sejak bayi dengan mengajak bayi bicara.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Seorang bayi ditimbang untuk megetahui pertumbuhannya di Posyandu Kemuning di Larangan, Kota Tangerang, Banten, Senin (13/2/2023). Selain pemeriksaan tumbuh kembang, juga diberikan vitamin A kepada bayi dan anak balita.
JAKARTA, KOMPAS — Bayi yang diajak bicara oleh pengasuhnya menunjukkan perkembangan otak yang positif. Hal ini memengaruhi kemampuan mereka untuk memproses bahasa, bahkan berpengaruh ke keterampilan berbahasa anak saat tumbuh nanti.
Temuan ini sesuai dengan penelitian tim dari University of Texas at Dallas, Amerika Serikat. Hasil penelitian dipublikasi di jurnal Development Cognitive Neuroscience pada Juni 2023, sementara publikasi secara daring pada 11 April 2023.
Penelitian dilakukan melalui pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging) dan perekaman audio. Ada 52 bayi dari Infant Brain Imaging Study (IBIS) yang dilibatkan dalam penelitian. IBIS adalah bagian dari proyek Autism Center of Excellence yang didanai oleh National Institutes of Health (AS) serta melibatkan antara lain delapan universitas di AS dan Kanada.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Kader posyandu menimbang berat badan seorang bayi saat berkunjung ke pelayanan posyandu di RW 005 Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (14/2/2023). Pengukuran tinggi badan anak dilakukan untuk memonitor pertumbuhan anak.
Adapun pemeriksaan MRI dilakukan ke anak-anak saat mereka berusia tiga bulan dan enam bulan. Pemeriksaan serupa dilakukan lagi saat anak berusia satu tahun dan dua tahun. Sementara itu, perekaman audio dilakukan ketika anak berusia sembilan bulan lantas dilakukan lagi enam bulan kemudian.
”Waktu perekaman ini dipilih karena itu menunjukkan (masa) munculnya kata-kata. Kami ingin menangkap kerangka waktu pra-linguistik dan masa (bayi) mengoceh, begitu pula titik setelah atau menjelang munculnya pembicaraan (pada anak),” kata salah satu penulis studi ini, Meghan Swanson, seperti dikutip dari Sciencedaily, Kamis (8/6/2023).
Adapun pemeriksaan MRI dilakukan di area otak yang terdapat materi atau substansi putih (white matter), yaitu area yang terdiri atas serabut saraf yang menghubungkan neuron ke berbagai bagian otak. Pada pemeriksaan MRI, para peneliti fokus ke perkembangan neurologis di area itu.
Memberi stimulus seperti bicara pada anak sejak dini berdampak positif bagi perkembangan otak.
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendengar lebih banyak kata mengalami pertumbuhan zat putih otak yang lebih lambat dibandingkan mereka yang mendengar sedikit kata. Ini tampak dari nilai fractional anisotropy (FA) yang rendah. FA digunakan untuk mengukur perkembangan zat putih dari pergerakan air di otak. Walakin, anak-anak menunjukkan kemampuan linguistik yang baik saat mereka mulai bisa bicara.
”Selagi otak matang, otak menjadi kurang plastis. Namun, dari perspektif neurobiologis, masa bayi berbeda dengan masa-masa lain. Otak bayi tampaknya bergantung pada periode plastis yang panjang untuk belajar berbagai hal,” kata Swanson.
Orangtua mengantarkan anak mereka yang masih bayi dan usia balita untuk mengikuti program posyandu di Desa Kemiri, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Senin (17/9/2018). Dari kegiatan posyandu tersebut, petugas memantau perkembangan pertumbuhan, kesehatan, gizi anak-anak, dan memberikan imunisasi kepada anak-anak.
Sementara itu, berbagai pihak menyatakan bahwa memberi stimulus seperti bicara pada anak sejak dini berdampak positif bagi perkembangan otak. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS, misalnya, menyebut setidaknya ada tiga faktor perkembangan otak yang optimal.
Selain gen, nutrisi yang baik selama kehamilan menjadi faktor penentu perkembangan otak. Kedua, paparan terhadap toksin dan infeksi. Ketiga, pengalaman anak dengan orang lain atau lingkungan sekitar.
Poin ketiga dapat dilakukan orangtua atau pengasuh dengan bicara atau bermain dengan anak. Selain bicara, pengasuh dapat membacakan anak-anak buku, cerita, atau lagu yang dapat memperkuat pemahaman anak terhadap bahasa dan keterampilan berkomunikasi.
Ibu-ibu mendaftarkan anak balita mereka di Posyandu Bougenvile, Larangan Selatan, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (11/1/2020). Pemeriksaan kesehatan, tumbuh kembang balita, dan pemberian imunisasi dilakukan secara berkala sebulan sekali.
Bicara juga dapat membantu anak paham soal emosi. Adapun anak yang memahami emosi berpotensi mampu meregulasi emosi di kemudian hari.
American Psychological Association (APA) mengatakan, hal ini bisa dimulai sejak dini, bahkan saat anak masih bayi. Pengasuh dapat menunjukkan berbagai emosi yang ditunjukkan pada buku atau film, misalnya kesedihan, kebahagiaan, atau kekhawatiran.
”Regulasi emosi butuh banyak keterampilan, termasuk perhatian, perencanaan, perkembangan kognitif, dan perkembangan bahasa,” ujar profesor di bidang psikologi di Penn State University, AS, Pamela Cole, seperti dikutip dari laman APA.