Obat Ilegal Dipasarkan Pakai Akun Apotek yang Seolah Resmi di Lokapasar
BPOM menyita berbagai jenis obat dan produk olahan ilegal sebanyak 700 jenis atau 22.552 buah senilai Rp 10 miliar yang dipasarkan di lokapasar.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Peredaran obat ilegal secara daring melalui lokapasar masih terjadi. Pelaku memalsukan sertifikat izin edar dan mengelabui konsumen dengan nama toko daring yang seolah-olah resmi sehingga membuat masyarakat masih tergoda untuk membeli obat secara daring.
Pada Rabu (7/6/2023) kemarin, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap peredaran obat ilegal daring di lokapasar yang dilakukan pria berinisial IM (35). IM memperoleh obat-obat tersebut dari luar negeri kemudian dijual secara daring di lokapasar. Pelaku menamai toko daringnya dengan embel-embel ”Apotek Resmi” serta sertifikat BPOM palsu untuk mengelabui konsumen.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, obat-obatan tidak pernah diperjualbelikan secara daring, kecuali melalui platform penyelenggara sistem elektronik farmasi (PSEF) yang telah mendapatkan izin dari pemerintah. Penny mengimbau, jika terpaksa harus membeli obat secara daring, masyarakat bisa jeli melihat sertifikat izin edar melalui platform pengecekan yang disediakan BPOM.
”Apalagi, obat-obatan tersebut tidak diatur dengan dosis dokter sehingga dapat membahayakan kesehatan,” kata Penny saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Penny mengungkapkan, pelaku bersama sejumlah karyawannya beroperasi di tiga rumah kontrakan di wilayah Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Mereka telah menjual berbagai jenis obat dan produk pangan olahan ilegal dengan volume penjualan lebih dari 10.000 paket atau senilai lebih dari Rp 18 miliar.
Dari lokasi penangkapan, BPOM menyita barang bukti berupa obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan olahan ilegal. Sebanyak 700 jenis atau 22.552 buah obat ilegal yang disita itu senilai Rp 10 miliar.
Dari kasus ini, kami akan kembangkan untuk melihat kemungkinan jaringan pelaku.
Bahaya kesehatan
Berdasarkan pengujian berbasis risiko BPOM, obat-obatan khusus lelaki yang disita, seperti Viagra dan Cialis, Vigamax, Japan Tengsu, Soloco, Vitamale, Hajar Jahanam, mengandung bahan kimia obat sildenafil dan tadalafil yang merupakan golongan obat keras. Bahan kimia obat jenis ini berisiko menyebabkan serangan jantung hingga kematian jika digunakan tidak sesuai resep dokter.
Selain itu, ada pula produk pelangsing, seperti Slim Strong, Slim Fast, Slimming Pro, yang mengandung bahan kimia obat sibutramin yang dapat menimbulkan efek samping, seperti jantung berdebar, sesak napas, gelisah, dan halusinasi.
Adapun produk suplemen kesehatan palsu, antara lain, Interlac dan multivitamin berbagai merek yang diproduksi tidak sesuai dengan persyaratan keamanan dan mutu.
Sebelumnya, selama Oktober 2021-Agustus 2022, BPOM juga menyita 658.205 buah obat tradisional serta suplemen kesehatan ilegal dan/atau mengandung bahan kimia obat yang dijual secara luring dan daring. Nilai keekonomian temuan itu sekitar Rp 27,8 miliar.
Saat itu, sebanyak 82.995 tautan penjualan obat diblokir dengan total produk sebanyak 25,6 juta buah atau senilai Rp 515,37 miliar. (Kompas, 4/10/2022).
Direktur Penyidikan Obat dan Makanan BPOM Mohammad Kashuri menyatakan, temuan ini diungkap berdasarkan patroli siber berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Indonesia E-Commerce Association (idEA). ”Dari kasus ini, kami akan kembangkan untuk melihat kemungkinan jaringan pelaku,” ucap Kashuri.
Analis Kebijakan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri Bagas Windigo mengungkapkan, kerja sama semua pihak terus dilakukan untuk mengungkap kemungkinan jaringan pelaku.
Ancaman hukuman
Kini, pelaku IM telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri. IM dijerat sejumlah pasal dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kegiatan memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi berupa obat yang tidak memiliki perizinan edar, misalnya, dijerat Pasal 197 juncto Pasal 106 UU 36/2009 dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Kemudian, kegiatan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan dijerat Pasal 196 juncto Pasal 98 UU 36/2009 dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara itu, tindakan memperdagangkan dijerat Pasal 62 Ayat (1) juncto Pasal 8 UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku terancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.