Kehadiran UU Perlindungan PRT terus dinantikan selama 19 tahun. Tahun 2023 diharapkan menjadi akhir perjuangan PRT mendapatkan regulasi yang melindungi mereka dari berbagai kekerasan sekaligus melindungi pemberi kerja.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·5 menit baca
Perjalanan legislasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT terus dipenuhi dinamika. Ibarat perjalanan jauh, upaya menghadirkan undang-undang yang akan melindungi pekerja rumah tangga dan pemberi kerja menghadapi jalan berliku. Bahkan, saat sudah tiba di depan gerbang pun, sulit sekali bagi RUU ini untuk masuk ke pintu pembahasan dan pengesahan.
Hingga kini, nasib RUU PPRT masih juga belum ada kepastian kapan dimulainya pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat. Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 DPR sudah dibuka sejak dua pekan lalu, Selasa (16/5/2023), tetapi hingga kini agenda pembahasan RUU PPRT belum juga muncul.
”Mengingat waktu yang semakin singkat, sementara kesibukan Pemilihan Umum 2024 semakin padat, kami terus berharap dan memohon DPR segera mengagendakan pembahasan dan merampungkan RUU PPRT yang sudah 19 tahun lebih di DPR,” ujar Lita Anggraini, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Kamis (1/6/2023).
Lita bersama JALA PRT dan Koalisi Sipil UU PPRT berharap RUU PPRT sudah masuk pembahasan pada masa sidang DPR yang akan berlangsung hingga 13 Juli 2023. Saat ini tinggal menanti ”lampu hijau” dari Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang terdiri dari pimpinan fraksi dan pimpinan DPR.
Jika Bamus sudah memutuskan untuk mengagendakan pembahasan RUU PPRT dalam Rapat Paripurna DPR yang menetapkan RUU PPRT dalam pembahasan tingkat I antara DPR dan pemerintah, proses legislasi RUU PPRT akan berjalan cepat.
Seharusnya tidak ada lagi hambatan karena baik pemerintah maupun DPR sama-sama menunjukkan komitmen untuk mempercepat hadirnya UU PPRT sebagai wujud kehadiran negara bagi PRT yang merupakan representasi dari ”wong cilik”.
Sejak awal tahun 2023, RUU PPRT sudah mengalami kemajuan pesat saat Presiden Joko Widodo turun tangan dan angkat suara memerintahkan para menteri yang terkait segera berkoordinasi, mempercepat proses RUU PPRT.
RUU PPRT yang hampir dua dekade di tangan DPR akhirnya mendapat perhatian DPR dan pemerintah. Bola pun bergulir dengan cepat. Ketua DPR Puan Maharani mengesahkan RUU PPRT menjadi RUU inisiatif DPR.
Hingga medio Mei lalu, semangat untuk mewujudkan UU PPRT sudah terlihat. Bahkan, tim pemerintah, setelah berpacu dengan waktu, pada dua pekan lalu, Senin (15/5/2023), akhirnya menyelesaikan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU PPRT.
Pada hari itu, draf berisi 367 DIM RUU PPRT dari pemerintah langsung ditandatangani Menteri Ketenagakerjaan bersama Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Menteri Dalam Negeri seusai Rapat Koordinasi Percepatan Pembentukan UU PPRT di Jakarta.
Saat itu, Ketua Pelaksana Percepatan Pembentukan RUU PPRT Eddy OS Hiariej, yang juga Wakil Menteri Hukum dan HAM, memastikan, dengan finalnya pembahasan DIM RUU PPRT ini, maka sudah siap untuk memasuki tahapan selanjutnya, yaitu penyampaian dan pembahasan di DPR.
”Kami juga akan terus melakukan komunikasi intensif dengan DPR, khususnya panitia kerja, agar pembahasan dapat dilakukan sesuai target,” kata Eddy ketika itu.
Proses terus bergulir. Sehari setelah itu, bersamaan dengan dibukanya masa persidangan DPR, pemerintah menyerahkan DIM RUU PPRT yang terdiri dari batang tubuh (239 DIM) dan penjelasan (128 DIM) kepada DPR. Wamenkumham bahkan menargetkan, pada akhir bulan Mei proses legislasi RUU PPRT sudah masuk tahap pembahasan di DPR.
Sudah masuk Juni
Akan tetapi, kini dua pekan sudah berlalu, bahkan sudah memasuki bulan Juni, tanda-tanda kelanjutan RUU PPRT belum terlihat. ”Dengan penyerahan DIM dari pemerintah, artinya bola saat ini sudah diserahkan ke DPR. Maka, kami terus memohon DPR segera merampungkan RUU PPRT,” ujar Lita.
Lita menegaskan, tidak perlu ada keraguan lagi, apalagi kekhawatiran, terhadap hadirnya UU PPRT. Sebab, RUU ini dirancang untuk memberikan perlindungan bagi PRT dan pemberi kerja. Perlindungan bersifat dari hulu sampai hilir, dari prakerja, masa kerja, hingga pascakerja.
Bahkan, dalam RUU tersebut perlindungan dilakukan dalam sistem pendataan, pengawasan, dan perekrutan penempatan yang terintegrasi antarkementerian lembaga dan subyek hukum dalam UU PPRT dari wilayah asal hingga wilayah kerja serta tinggal PRT.
RUU PPRT dirancang untuk memberikan perlindungan bagi PRT dan pemberi kerja. Perlindungan bersifat dari hulu sampai hilir, dari prakerja, masa kerja, hingga pascakerja.
Ia mencontohkan, nantinya dalam hal hubungan kerja PRT dengan pemberi kerja, semua dalam pendataan, baik PRT, keluarga, RT dan RW, aparat desa/kelurahan, bahkan terhubung dengan pihak kementerian terkait.
Bagi kalangan PRT, kehadiran UU PPRT sangat berarti. Nur Kasanah dari Serikat PRT Merdeka Semarang, berharap, saat pembahasan nanti, DPR akan tetap mengakomodasi sejumlah kepentingan PRT dalam UU PPRT, seperti adanya jaminan sosial kesehatan yang selama ini jarang diperoleh PRT.
Terkait belum adanya agenda pembahasan, informasi yang diperoleh dari sejumlah anggota DPR, hingga kini proses RUU PPRT masih di tangan pimpinan DPR.
Christina Aryani, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, mengatakan, dari sejumlah masukan yang disampaikan, dia berharap soal hak-hak ketenagakerjaan yang tidak dibayarkan selama ini, yang sering mentok, harus diatur dan dipastikan ada solusi penyelesaiannya. Begitu juga dengan kompetensi PRT harus diatur sehingga PRT benar-benar siap kerja.
”Peran dan tanggung jawab agen (penyalur kerja) harus diatur untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan,” ujar Christina.
Berbagai harapan akan hadirnya RUU PPRT semoga semakin mendorong DPR segera mewujudkan regulasi yang akan melindungi PRT. Seperti harapan Presiden Jokowi pada awal Januari 2023 yang mengungkapkan bahwa pemerintah berupaya keras untuk memberikan perlindungan terhadap PRT di Indonesia yang diperkirakan mencapai 4 juta jiwa dan rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja.