Penelitian terbaru menunjukkan, padi termasuk yang paling terdampak perubahan iklim dengan proyeksi penurunan produksi 8,1 persen pada 2100. Indonesia perlu mencari sumber pangan baru yang lebih tahan pemanasan global.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan iklim secara signifikan mengancam produksi pangan global karena peristiwa cuaca ekstrem yang menyertainya. Penelitian terbaru menunjukkan, tanaman padi termasuk yang paling terdampak perubahan iklim dengan proyeksi penurunan produksi mencapai 8,1 persen pada 2100.
Hasil penelitian terbaru tentang dampak perubahan iklim terhadap produksi padi ini diterbitkan para peneliti dari Peking University, China dan tim di jurnal Nature Food pada 4 Mei 2023. Penelitian menggunakan pengamatan cuaca jangka panjang dan eksperimen manipulatif curah hujan multi-level untuk mengeksplorasi besaran dan mekanisme curah hujan ekstrem terhadap produktivitas padi.
Studi ini menemukan bahwa penurunan akibat curah hujan ekstrem sebanding dengan yang disebabkan oleh panas ekstrem selama dua dekade terakhir. Studi memproyeksikan kehilangan hasil hingga 8,1 persen pada tahun 2100.
Eksperimen ini menemukan, curah hujan ekstrem dengan intensitas tinggi merusak jaringan tanaman secara langsung dalam beberapa kasus.
Para peneliti merancang serangkaian eksperimen curah hujan bersyarat yang komprehensif untuk mengisolasi mekanisme yang terkait dengan dampak curah hujan ekstrem. Dalam percobaan, empat tingkat intensitas curah hujan dan frekuensi kejadian digunakan untuk mengamati dampak pada tiga fase pertumbuhan yang berbeda; vegetatif, reproduktif, dan pematangan.
Di bawah berbagai kondisi intensitas hujan, volume air, paparan tanaman dan manipulasi nitrogen, dengan berbagai kontrol, para peneliti dapat membedakan mekanisme biofisik dan biokimia yang beroperasi pada fase pertumbuhan yang berbeda.
Eksperimen ini menemukan, curah hujan ekstrem dengan intensitas tinggi merusak jaringan tanaman secara langsung dalam beberapa kasus. Dalam skenario lain, curah hujan yang tinggi membatasi serapan hara dengan mencuci atau menggenangi tanah. Ada juga tanda yang jelas bahwa selama fase reproduksi, curah hujan yang ekstrem mencegah berhasilnya penyerbukan.
Simulasi curah hujan di seluruh China menunjukkan bahwa gangguan fisik yang disebabkan oleh curah hujan ekstrem adalah penentu hasil yang paling kritis di 47 persen hingga 95 persen dari area penaburan padi, terhitung sekitar 8 persen penurunan hasil, terpisah dari proyeksi penurunan 8,1 persen pada akhir abad ini.
Dengan temuan ini, Jin Fu, penulis pertama paper ini dari Institute of Carbon Neutrality, Peking University, menyarankan agar petani China di masa depan dapat memilih area untuk ditabur yang tidak terlalu terpengaruh oleh peningkatan peristiwa cuaca ekstrem. Ini berarti bakal terjadi penyempitan zona penanaman padi.
Jonathan Proctor dari Center for the Environment and Data Science Initiative, Harvard University, telah menerbitkan artikel News & Views di jurnal yang sama, untuk mengomentari penelitian penting ini. Menurut dia, ancaman penurunan produksi padi akan terjadi secara global seiring dengan perubahan iklim.
Dengan besarnya persentase besar manusia di China, dengan lebih dari 18 persen dari semua populasi di dunia, perubahan ini bakal berdampak luas pada ekonomi, pertanian, dan penggunaan air di seluruh dunia.
China saat ini mengimpor beras dari Vietnam, Pakistan, India, Myanmar, Thailand dan merupakan pembeli beras California terbesar di Asia. Masing-masing wilayah ini akan memiliki masalah sendiri dengan hasil panen karena perubahan iklim sehingga memahami mekanisme di balik dampak ini akan membantu semua produsen mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk masa depan pertanian yang berubah seiring dengan iklim.
Dampak perubahan iklim terhadap produksi padi di Indonesia juga sudah diproyeksikan bakal terjadi. Riset Edvin Adrian dan Elza Surmani dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan, Indonesia dapat kehilangan nilai ekonomi padi rata-rata Rp 42,4 triliun per tahun pada 2051-2080 dan meningkat menjadi Rp 56,45 triliun per tahun pada 2081-2100 (Kompas, 24 November 2022).
Serangkaian temuan tentang dampak perubahan iklim terhadap potensi penurunan produksi padi ini seharusnya menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan pangan nasional, yang selama ini sangat tergantung pada padi. Indonesia perlu mencari beragam sumber pangan lokal, yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim.