Lebih dari dua bulan, kebijakan sekolah mulai pukul 05.30 diterapkan di beberapa sekolah di Provinsi NTT. Survei KPAI menemukan sebagian besar siswa dan guru tak siap dengan program tersebut.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terkait dengan penerapan jam masuk sekolah pukul 05.30 pagi untuk beberapa sekolah menengah atas di Kupang yang berlangsung sejak Maret 2023 dapat memicu pelanggaran terhadap pemenuhan hak anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia meminta kebijakan tersebut dikaji ulang dan dibatalkan.
Hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan baik guru maupun murid masih belum siap untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Hanya sedikit guru dan murid yang mampu datang tepat waktu ke sekolah.
Jam sekolah yang terlalu pagi memengaruhi kegiatan belajar-mengajar. Penyerapan materi belajar menjadi masalah bagi sebagian besar peserta didik ketika kegiatan belajar dimulai pukul 05.30 Wita.
Prinsip kepentingan terbaik anak dan partisipasi anak menjadi landasan utama dalam kebijakan pendidikan.
Hasil survei dan analisis deskriptif tentang kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 di NTT terhadap 219 responden (guru, murid, dan orangtua murid) dari 10 SMA/SMK di NTT disampaikan Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dan sejumlah komisioner KPAI kepada media, Jumat (5/5/2023), saat konferensi pers dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2023.
”Bahwa 80 persen peserta didik yang menjadi responden kesulitan membagi waktu setelah pelaksanaan kebijakan waktu masuk sekolah pukul 05.30 dan hanya sedikit peserta didik yang merasa baik-baik saja,” ujar Ai Maryati.
Para guru dan murid yang menjadi responden mengakui jam masuk sekolah pada pukul 05.30 Wita memengaruhi aktivitas sarapan pagi. Sebagian besar responden mengaku tidak pernah sarapan sebelum berangkat ke sekolah.
”Penyerapan materi belajar juga menjadi masalah bagi sebagian besar peserta didik bila melaksanakan kegiatan belajar pukul 05.30 Wita,” kata Jasra Putra, Wakil Ketua KPAI.
Kesimpulannya, kebijakan tersebut berpotensi terjadinya pelanggaran terhadap pemenuhan hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita dari pemerintah daerah sangat minim, bahkan sebanyak 72 persen sekolah yang menjadi responden tidak dimintakan persetujuan terkait kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita.
Karena itulah, mayoritas responden berharap jam masuk sekolah pukul 05.30 Wita dibatalkan dan dikembalikan masuk sekolah seperti semula, yaitu pukul 06.30 atau 07.00 Wita. Alasannya terkait faktor keamanan, transportasi, kesiapan belajar, fokus belajar, waktu interaksi orangtua dan anak, serta kesehatan.
”Prinsip kepentingan terbaik anak dan partisipasi anak menjadi landasan utama dalam kebijakan pendidikan,” ujar Aries menambahkan.
Rekomendasi evaluasi
Untuk itu, KPAI merekomendasikan Kementerian Pendidikan,Kebudayaan, Riset, dan Teknologi segera mengevaluasi kebijakan tersebut agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hak anak, tidak berdampak negatif pada motivasi belajar dan kualitas belajar, dan hasil belajar peserta didik.
Ai menegaskan, KPAI mendukung dan mengapresiasi Pemprov NTT dalam upaya peningkatan kompetensi peserta didik, tetapi kepentingan terbaik buat anak tetap harus dikedepankan. Sejak awal program tersebut diterapkan, KPAI sudah meminta agar pemda melakukan kajian mendalam dari program tersebut.
Semenjak program tersebut diterapkan pada Maret 2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) juga menyoroti kebijakan tersebut. Kementerian PPPA meminta kebijakan tersebut perlu dikaji lebih matang lagi, terutama aspek perlindungan terhadap anak, mulai dari rasa aman siswa yang berangkat subuh hingga transportasi yang digunakan siswa ke sekolah.
Pelaksana Tugas Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA Rini Handayani menyatakan, waktu masuk sekolah pukul 05.30 juga berpotensi mengurangi waktu istirahat anak-anak. Hal tersebut secara tidak langsung akan memengaruhi tumbuh kembang anak, kesehatan anak, termasuk berkurangnya konsentrasi belajar karena kemungkinan anak akan lebih mudah mengantuk.