KPAI Minta Kaji Ulang Kebijakan Masuk Sekolah Pukul 05.30
Kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 dipertanyakan sejumlah kalangan. Selain faktor keamanan dan keselamatan anak, ada sejumlah risiko saat anak berangkat lebih pagi ke sekolah.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terkait penerapan jam masuk sekolah pukul 05.30 bagi sejumlah sekolah menengah atas di Kupang, hingga Kamis (2/3/2023), terus menuai kritik. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia meminta kebijakan itu dikaji ulang, terutama dalam aspek keselamatan anak.
Kedua lembaga ini menilai kebijakan masuk sekolah di waktu yang lebih pagi, perlu melalui kajian yang matang dan ilmiah, meminta pandangan ahli, dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan anak atau siswa, sehingga prinsip kepentingan terbaik anak dapat terwujud.
”Sejumlah aspek mesti dipertimbangkan secara matang sebelum memutuskan kebijakan, apalagi menyangkut pendidikan anak,” kata Pelaksana Tugas Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Rini Handayani, dalam keterangan pers.
Karena itu, Rini menegaskan, kebijakan tersebut perlu dikaji lebih matang lagi dengan mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap anak, mulai rasa aman siswa yang berangkat subuh maupun transportasi yang digunakan siswa ke sekolah.
”Bagaimana dengan siswa yang jarak rumahnya ke sekolah jauh dan dampak terhadap psikis siswa ataupun kesehatan siswa,” kata Rini.
Mengurangi istirahat anak
Selain itu, Kementerian PPPA menilai waktu masuk sekolah pukul 05.30 berpotensi mengurangi waktu istirahat anak-anak. Hal itu secara tidak langsung juga akan memengaruhi tumbuh kembang anak, kesehatan anak, termasuk berkurangnya konsentrasi belajar karena kemungkinan anak akan lebih mudah mengantuk.
Sejumlah aspek mesti dipertimbangkan secara matang sebelum memutuskan kebijakan, apalagi menyangkut pendidikan anak.
Terkait hal itu, Kementerian PPPA akan terus berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT dalam hal memantau kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 ini.
”Kami berharap, berbagai kebijakan daerah yang berdampak terhadap anak tidak berpolemik dan menjadi kontraproduktif,” tambah Rini.
Pihak Kementerian PPPA mengapresiasi pemerintah daerah yang bertekad meningkatkan kedisiplinan dan kualitas pendidikan karena itu adalah tujuan bersama pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.
Namun, rumusan kebijakannya harus berpedoman pada prinsip perlindungan anak dan menjamin tercapainya pemenuhan hak anak sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Bahkan, dalam Pasal 45 B Undang Undang Perlindungan Anak juga mengatur, bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan orangtua wajib melindungi anak dari perbuatan yang mengganggu kesehatan dan tumbuh kembang Anak. Dalam menjalankan kewajibannya itu harus melakukan aktivitas yang melindungi anak.
Tidak hanya itu, Konvensi Hak Anak, yang menjadi semangat lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, juga memperhatikan kesempurnaan perkembangan intelektual dan emosi setiap anak.
”Meningkatkan kedisiplinan anak harus dalam suasana yang penuh kasih, rekreatif, dan berulang sehingga lahir kedisiplinan berdasarkan kesadaran, bukan dengan keterpaksaan dan semua pihak harus tetap menghormati hak-hak anak,” jelas Rini.
Panggil pemda
Sementara itu, anggota KPAI, Ari Adi Leksono, menyatakan KPAI telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTT. Pihaknya mendapatkan informasi bahwa memang benar kebijakan tersebut dan diterapkan mulai Rabu (1/3/2023).
Dinas Dikbud NTT menyatakan kebijakan tersebut akan dilakukan evaluasi satu bulan ke depan. Hasilnya akan disampaikan kepada KPAI dan pihak terkait.
”KPAI akan meminta klarifikasi dan keterangan dengan memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT dan pihak terkait lainnya tentang penjelasan dasar dan hasil kajian adanya kebijakan tersebut,” kata Ari Adi yang juga Subkomisi Monitoring dan Evaluasi (Monev) KPAI.
Menurut KPAI, kebijakan tersebut harus mempertimbangkan prinsip hak anak, yakni memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan partisipasi anak. Anak berhak untuk mendapatkan waktu luang bersama orangtua sebelum belajar, untuk mendukung kesiapan anak mengikuti pembelajaran.
”Anak juga perlu digali pendapatnya terkait kesiapan mengikuti kegiatan belajar mengajar di waktu tersebut,” kata Ari Adi.
Jika dasar kebijakan tersebut untuk meningkatkan kualitas peserta didik, menurut KPAI, masih banyak variabel pendukung lain yang bisa dioptimalkan pemerintah daerah. Sebagai contoh, dukungan peningkatan kompetensi guru dan sarana prasarana pembelajaran, bimbingan intensif kepada peserta didik di sekolah ataupun di rumah, serta membentuk lingkungan budaya belajar.
Kebijakan tersebut perlu dikaji ulang dengan memperhatikan jaminan keamanan anak, dukungan saranapra sarana untuk memenuhi hak anak lainnya berupa sarana ibadah, transportasi, kantin sehat, dan lainnya.
Ari Adi menegaskan, KPAI akan terus mengawasi implementasi kebijakan pendidikan yang diterbitkan Pemerintah Provinsi NTT. Pihaknya mendorong agar kebijakan tidak berseberangan dengan kepentingan terbaik bagi anak itu sendiri.
”Kejadian ini patut menjadi perhatian ke depan agar dalam setiap mengeluarkan kebijakan sekolah harus didasari kajian yang komprehensif, uji publik, serta sosialisasi yang masif kepada seluruh lapisan masyarakat,” kata Ari Adi.