Gerhana Bulan Penumbra 5 Mei 2023 Tidak Terkait Perbedaan Idul Fitri 1444 Hijriah
Gerhana bulan penumbra terjadi Jumat (5/5/2023) jelang tengah malam hingga Sabtu (6/5/2023) dini hari. Terjadinya gerhana bulan saat bulan purnama itu tidak terkait dengan cara penentuan Idul Fitri 1444 H yang berbeda.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·6 menit baca
Gerhana bulan penumbra terjadi pada Jumat (5/5/2023) menjelang tengah malam hingga Sabtu (6/5/2023) dini hari waktu Indonesia barat. Gerhana tipe ini tidak bisa diamati dengan mata telanjang sehingga tidak disunahkan shalat gerhana. Terjadinya gerhana ini tidak bisa dijadikan pembenar Idul Fitri 1444 Hijriah jatuh pada Jumat (21/4/2023) karena gerhana hanya menunjukkan fase bulan (moon) bukan tanda bulan (month) dalam kalender Islam.
Sesuai data Catalog of Lunar Eclipses: 2001 to 2100, gerhana bulan penumbra pada Jumat (5/5/2023) malam dimulai pukul 22.14.10 WIB hingga Sabtu (6/5/2023) pukul 02.31.41 WIB. Untuk masyarakat Indonesia timur, gerhana akan mulai lewat tengah malam atau Sabtu (6/5/2023) pukul 00.14.10 WIT hingga 04.31.41 WIT atau sekitar satu jam sebelum matahari terbit.
Gerhana yang berlangsung selama 4 jam 17 menit 31 detik itu berlangsung di seluruh wilayah Indonesia dan sebagian besar daratan bumi, kecuali benua Amerika. Puncak gerhana akan berlangsung pukul 00.24.05 WIB. Meski demikian, gerhana bulan penumbra adalah tipe gerhana bulan yang sangat sulit diamati dengan mata telanjang.
”Gerhana bulan penumbra akan terlihat seperti bulan purnama biasa,” kata astronom pendiri Observatorium dan Planetarium Imah Noong, Lembang, Jawa Barat, Hendro Setyanto, Jumat (5/5/2023).
Jika gerhana matahari selalu terjadi saat fase bulan baru atau bulan mati, maka gerhana bulan akan selalu terjadi saat fase bulan purnama. Saat gerhana matahari, posisi matahari, bulan, dan bumi akan segaris atau mengalami konjungsi dengan bulan berada di tengahnya. Adapun saat gerhana bulan, justru bumi yang berada di tengah antara matahari dan bulan.
Kesegarisan matahari, bulan, dan bumi itu menciptakan kerucut bayangan yang terdiri atas bayang-bayang umbra atau bagian dalam dan bayang-bayang penumbra atau bagian luar. Pada gerhana matahari, daerah bayang-bayang yang muncul berasal dari bulan, sedangkan pada gerhana bulan, daerah bayang-bayang yang terjadi merupakan milik bumi.
Sebutan gerhana bulan penumbra diberikan karena bulan hanya melintasi daerah bayang-bayang luar bumi. Di daerah bayang-bayang luar bumi itu, hanya sebagian kecil sinar matahari menuju bulan yang terblok bumi. Karena sinar matahari yang bisa lolos dan mencapai permukaan bulan cukup besar, maka perubahan warna bulan sulit diamati, tidak seperti gerhana bulan sebagian atau gerhana bulan total yang perubahan warna bulannya bisa dilihat dengan mata telanjang.
Komunikator astronomi dari langitselatan, Avivah Yamani, mengatakan, saat bulan purnama baru terbit dan mulai naik pada Jumat malam, kecerlangan bulan purnama mencapai magnitudo negatif 13. Dalam astronomi, semakin terang sebuah benda langit, maka nilai kecerlangannya atau magnitudonya semakin negatif, demikian pula sebaliknya. Namun, saat gerhana bulan penumbra berlangsung, magnitudonya hanya berkurang sedikit menjadi negatif 12,64.
Berubahnya sedikit kecerlangan bulan purnama saat mengalami gerhana bulan penumbra itu membuat perubahan warna bulan menjadi hanya sedikit lebih redup. Namun, perubahan sekecil itu sulit diamati dengan mata telanjang.
Masyarakat yang ingin mengamati gerhana bulan penumbra ini dan ingin menyaksikan perubahan warna bulan purnama membutuhkan bantuan teleskop atau binokuler. Selain itu, bekali diri dengan pakaian hangat karena gerhana berlangsung menjelang tengah malam atau dini hari hingga menjelang subuh. Syarat utamanya, hujan tidak turun di daerah Anda.
Tidak terlihatnya perubahan warna bulan secara signifikan saat berlangsung gerhana bulan penumbra membuat kesunahan untuk melaksanakan shalat gerhana bulan atau shalat Khusuful Qamar tidak berlaku seperti saat terjadi gerhana bulan sebagian atau gerhana bulan total. Menurut Hendro, ”Sampai saat ini, tidak ada ulama yang mensunahkan shalat gerhana bulan penumbra,” katanya.
Tak terkait Idul Fitri
Gerhana bulan penumbra yang berlangsung saat bulan purnama di Indonesia pada 5-6 Mei 2023 diklaim sebagian orang bertepatan dengan tanggal 15 Syawal 1444 H. Karena itu, seperti diberitakan salah satu media daring dan menyebar ke sejumlah grup percakapan, mereka menganggap Idul Fitri yang benar, 1 Syawal 1444 H terjadi pada 21 April 2023. Informasi soal bulan purnama yang dijadikan pembenar datangnya Idul Fitri juga muncul pada perbedaan Idul Fitri 1432/2011.
Narasi sejenis muncul saat terjadi gerhana matahari hibrida 20 April 2023 yang dianggap sebagai awal bulan (month) dalam kalender Hijriah sehingga Idul Fitri yang benar dianggap jatuh pada 21 April.
Hal ini sudah dibantah astronom karena gerhana matahari dan gerhana bulan hanya menunjukkan perubahan siklus sinodik bulan (moon), dari fase bulan baru, hulan purnama, hingga kembali menjadi bulan mati. Satu siklus sinodis bulan menjadi waktu yang dibutuhkan bulan untuk mengelilingi Bumi satu putaran penuh atau rata-rata 29,53 hari.
Meski demikian, ”Awal bulan dalam kalender Hijriah ditentukan oleh ketampakan hilal berupa sabit bulan pertama yang terlihat setelah terjadinya konjungsi. Hilal merupakan bagian dari fase bulan,” kata dosen Astronomi dan Astrofisika Departemen Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Judhistira Aria Utama.
Awal bulan dalam kalender Hijriah ditentukan oleh ketampakan hilal berupa sabit bulan pertama yang terlihat setelah terjadinya konjungsi. Hilal merupakan bagian dari fase bulan.
Selain itu, pernyataan yang menyebut tanggal 5 Mei 2023 sebagai 15 Syawal 1444 bagi yang ber-Idul Fitri 21 April 2023 juga tidak tepat. Perubahan hari dalam kalender Islam dimulai selepas Maghrib atau seiring terbenamnya matahari. Artinya, pada 5 Mei 2023 setelah matahari terbenam hingga 6 Mei 2023 sebelum matahari terbenam sudah masuk tanggal 16 Syawal bagi mereka yang ber-Idul Fitri pada 21 April atau 15 Syawal bagi yang ber-Lebaran pada 22 April.
Hendro menambahkan, fase bulan purnama atau tidak selalu persis jatuh di tanggal 15 pada bulan Hijriah berjalan. Bulan purnama dalam kalender hijriah bisa terjadi pada tanggal 13, 14, atau 15. ”Karena itu, dalam Islam ada ibadah sunah puasa tengah bulan atau ayyamul bidh yang dilaksanakan tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulannya,” tuturnya.
Dari simulasi perhitungan astronomis yang dilakukan Hendro selama 600 kali siklus bulan atau 50 tahun Hijriah, dari Januari 2020-Juni 2068, usiabulan purnama berkisar 13,906 hari hingga 15,613 hari sejak terjadinya konjungsi sehingga bulan purnama dapat terjadi pada tanggal 13, 14, dan 15 di setiap bulannya. Namun, rata-rata bulan purnama terjadi 14,759 hari sejak terjadi konjungsi.
”Bulan purnama paling sering akan terjadi tanggal 15 dan 14 di setiap bulan hijriah dan purnama tanggal 13 bulan hijriah paling jarang,” kata Hendro. Purnama tanggal 13 bulan hijriah akan terjadi saat umur bulan purnamanya mencapai usia minimum dari konjungsi, yaitu 13,906 hari dan bulan Hijriah sebelumnya diistikmalkan atau digenapkan menjadi 30 hari karena hilal tidak bisa teramati.
Meski Idul Fitri kali ini berbeda dan diskusinya di dunia maya sempat menegang, penghormatan dan penghargaan atas perbedaan yang terjadi harus senantiasa dikedepankan. Diskusi perlu dilandasi dengan pemahaman keilmuan dan proses kerja kalender Islam yang benar sehingga miskonsepsi yang sering muncul di pemberitaan dan konten di media sosial tidak malah membingungkan umat dan terus muncul berulang.