Arsip Kartini Didaftarkan sebagai Ingatan Kolektif Dunia UNESCO
Indonesia dan Belanda bekerja sama untuk mendaftarkan arsip-arsip RA Kartini sebagai ”Memory of the World” atau Ingatan Kolektif Dunia ke UNESCO. Kartini dianggap berperan besar dalam perjuangan kesetaraan jender.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Arsip-arsip Raden Ajeng Kartini yang memuat sejarah perjuangan kesetaraan jender di Indonesia akan didaftarkan sebagai Memory of the World (MOW) atau Ingatan Kolektif Dunia. Arsip didaftarkan ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO atas kerja sama pihak Indonesia dengan Belanda.
Kerja sama ini dilakukan Indonesia melalui Arsip Nasional RI (ANRI), serta Belanda melalui Arsip Nasional Belanda dan Perpustakaan Universitas Leiden. Kedua negara setuju untuk mendaftarkan arsip Kartini ke UNESCO secara bersama (joint nomination).
”Kami mesti mengisi formulir yang menjelaskan ke UNESCO tentang signifikansi arsip itu, Ada dampaknya untuk internasional atau tidak? Dampak perjuangannya bagaimana? Dokumennya terawat, asli, dan bisa diakses atau tidak?” kata Kepala ANRI Imam Gunarto pada Sabtu (29/4/2023).
Formulir akademik sebanyak 15-20 halaman ini akan dikerjakan pihak Indonesia dan Belanda. Formulir, menurut rencana, diselesaikan pada September 2023, kemudian langsung diajukan ke UNESCO. Adapun batas akhir pendaftaran arsip sebagai MOW ke UNESCO pada November 2023.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah mengatakan, Kartini (1879-1904) hidup pada masa kolonial yang sulit. Walau demikian, ia tetap memperjuangkan hak-hak perempuan, antara lain hak pendidikan, serta mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan. Adapun salah satu kelebihan sosok Kartini adalah ia mendokumentasikan perjalanannya dalam memperjuangkan kesetaraan jender. Arsip Kartini juga dianggap mewakili sejarah dan budaya Indonesia.
”Surat-surat Kartini unik dalam konteks sejarah dan budaya karena mewakili pengalaman perempuan terdidik dari kelas bangsawan di masa itu,” ucap Itje dalam webinar kearsipan peringatan Hari Kartini, Jumat (28/4/2023). ”Surat-suratnya juga mewakili keadaan sosial politik di masa itu,” ucapnya.
Imam mengatakan, ini pertama kalinya Indonesia mengajukan arsip bercorak kesetaraan jender sebagai MOW. Ada sejumlah arsip atau warisan dokumenter Indonesia yang tercatat sebagai MOW, baik yang diajukan sendiri maupun joint nomination dengan negara lain. Beberapa di antaranya adalah arsip VOC (2003), I La Galigo (2011), Babad Diponegoro (2013), arsip konservasi Candi Borobudur (2017), dan naskah Cerita Panji (2017). Dokumen terbaru yang masuk dalam register MOW Asia Pasifik adalah arsip rehabilitasi Centrum Prof Dr Soeharso (2022).
”Masalah jender sebetulnya jadi prioritas UNESCO. Ternyata, dari seluruh documentary heritage (warisan dokumenter) yang sudah diregistrasi UNESCO, hanya 5 persen yang menyangkut jender,” kata Imam.
Itu sebabnya, pada 2019, ANRI, UNESCO, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama mengidentifikasi arsip bertema kesetaraan jender. Arsip yang diidentifikasi berasal pada awal tahun 1900-an hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Sekretaris Utama ANRI Rini Agustiani mengatakan, mereka berhasil mengidentifikasi 31 sampul, 621 lembar, dan 3 jilid arsip kertas mengenai kesetaraan jender. Ada pula 337 arsip foto, satu video, satu DVD, dan 18 kaset rekaman suara.
Adapun arsip Kartini yang bakal didaftarkan mencakup surat-surat yang ditulis Kartini kepada teman-temannya di Belanda pada tahun 1900-an. Salah satu surat dikirim ke Nyonya Abendanon pada Agustus 1901. Surat itu berisi ungkapan hati Kartini dan adik-adiknya, Roekmini dan Kardinah, yang mengaku mampu menjadi manusia seutuhnya tanpa berhenti menjadi perempuan seutuhnya.
Selain itu, ada arsip pemberian beasiswa kepada Kartini dan Roekmini tertanggal 7 Juli 1903. Ada pula foto sekolah Kartini, berkas pembukaan kursus sore hari khusus anak perempuan pribumi di Jawa dan Madura, hingga arsip Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964 tentang Penetapan RA Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
”Khazanah arsip Kartini, antara lain, berisi penentangan pingitan sebelum (Kartini) menikah, penentangan pernikahan anak usia dini dan praktik poligami. Ada juga dukungan pendidikan buat anak perempuan, keinginan ia menjadi guru, dan keinginan untuk mendirikan sekolah,” ucap Rini.
Penulisan sejarah Indonesia selama ini masih didominasi oleh peran laki-laki. Arsip Kartini dinilai dapat mengubah perspektif penulisan sejarah.
Imam menambahkan, jika tercatat sebagai MOW, arsip Kartini akan memengaruhi historiografi Indonesia. Sebab, penulisan sejarah Indonesia selama ini masih didominasi oleh peran laki-laki. Arsip Kartini dinilai dapat mengubah perspektif penulisan sejarah dan mendorong pengakuan peran perempuan dalam sejarah bangsa.