Sistem Peringatan Dini Tsunami dengan Kecerdasan Buatan Lebih Cepat dan Andal
Klasifikasi ”real time” gempa bumi bawah laut memungkinkan peringatan tsunami lebih dini. Penelitian terkait hal ini menjadi bagian proyek jangka panjang meningkatkan sistem peringatan bahaya bencana di seluruh dunia.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecerdasan buatan telah digunakan untuk banyak hal, termasuk dalam penanggulangan bencana. Klasifikasi real time gempa bumi bawah laut memungkinkan peringatan tsunami lebih dini dan lebih andal.
Para ilmuwan di Cardiff University, Wales, mengembangkan sistem peringatan dini yang dengan cepat mengklasifikasikan gempa bawah laut dan menentukan risiko kejadian tsunami. Tim peneliti menggabungkan teknologi akustik dengan kecerdasan buatan guna memantau aktivitas tektonik secara real time.
Sistem itu menggunakan rekaman suara yang ditangkap oleh mikrofon bawah air (hidrofon) untuk mengukur radiasi akustik yang dihasilkan oleh 200 gempa yang terjadi di Samudra Pasifik dan Hindia. Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Physics of Fluids, April 2023.
Tim peneliti menggabungkan teknologi akustik dengan kecerdasan buatan guna memantau aktivitas tektonik secara real time.
Dalam jurnal itu disebutkan, untuk mengestimasi bahasa tsunami, diperlukan data terkait karakteristik keruntuhan, seperti pusat gempa, geometri patahan, kecepatan pengangkatan, dan durasi. Peneliti memakai model matematis yang menggabungkan teknik analitik dan pembelajaran mesin. Model ini diterapkan dengan waktu komputasi singkat untuk data yang direkam oleh hidrofon.
Sinyal akustik yang terekam divektorisasi dengan mengekstraksi fitur yang akan membantu algoritma pembelajaran mesin. Algoritma kecerdasan buatan kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan sumber sinyal (gempa vertikal/horizontal) dan memetakan potensi magnitudo.
Dosen senior matematika terapan di Cardiff University, Usama Kadri, mengatakan, tsunami dapat menjadi peristiwa sangat merusak serta menyebabkan banyak korban jiwa dan menghancurkan kawasan pesisir. Selain itu, mengakibatkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan karena infrastruktur rusak.
”Studi kami menunjukkan cara mendapatkan informasi ukuran dan skala tsunami yang cepat dan andal dengan memantau gelombang akustik-gravitasi, yang bergerak melalui air, jauh lebih cepat daripada gelombang tsunami yang memungkinkan lebih banyak waktu sebelum mencapai daratan,” ujarnya dilansir dari Eurekalert.org, Selasa (25/4/2023).
Gelombang akustik-gravitasi merupakan gelombang suara alami yang bergerak melalui laut dalam kecepatan suara dan dapat menempuh jarak ribuan kilometer di dalam air. Radiasi akustik ini juga membawa informasi tentang sumber asal peristiwa tektonik dan medan tekanannya dapat direkam di lokasi yang jauh.
”Ini penting karena tidak semua gempa bawah laut menyebabkan tsunami,” katanya.
Sistem peringatan saat ini bergantung pada gelombang yang mencapai pelampung laut sebelum memicu peringatan tsunami. Hal ini menyisakan sedikit waktu untuk evakuasi.
Tim peneliti memakai model komputasi untuk melakukan triangulasi sumber peristiwa tektonik menggunakan rekaman hidrofon. Algoritma kemudian mengklasifikasikan tipe slip dan magnitudo gempa.
Bernabe Gomez Perez dari University of California, Amerika Serikat, yang merupakan rekan penulis, menyebutkan, peristiwa tektonik dengan elemen slip atau gerakan vertikal yang kuat lebih cenderung menaikkan atau menurunkan kolom air dibandingkan dengan slip horizontal.
”Jadi, mengetahui jenis slip pada tahap awal dapat mengurangi peringatan palsu dan melengkapi serta meningkatkan keandalan sistem peringatan melalui validasi silang,” ucapnya.
Penelitian memprediksi risiko tsunami menjadi bagian proyek jangka panjang untuk meningkatkan sistem peringatan bahaya bencana di seluruh dunia.