Rusdy Rukmarata, Pendiri EKI Dance yang Berdedikasi, Tutup Usia
Rusdy Rukmarata memiliki pemikiran yang ekspansif di dunia pertunjukan, khususnya musikal. Ia intens mendiskusikan konsep-konsep dengan jajarannya sebelum menutup mata.
Oleh
BUDI SUWARNA, DWI BAYU RADIUS, NAWA TUNGGAL
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pendiri Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI) Dance Company, Rusdy Rukmarata, berpulang pada usia 60 tahun di Jakarta, Rabu (19/4/2023), sekitar pukul 11.30. Almarhum yang terserang stroke beberapa kali itu tetap semangat mendedikasikan diri di bidang seni pertunjukan hingga menjelang akhir hayatnya.
Rusdy yang juga Pandita Utama Majelis Nichiren Syosyu Buddha Dharma Indonesia disemayamkan di Kuil Hoseiji, Jakarta, hingga 21 April 2023. Menurut rencana, upacara pelepasan jenazah berlangsung pukul 09.00 pada esok harinya. Almarhum akan dikebumikan di pemakaman keluarga di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 11.30.
Manajer Strategic Partnership dan Badan Pengawas Yayasan EKI Dance Company Danang Soerjono mengatakan, Rusdy terkena stroke ringan pada Februari 2023. ”Perawatan medis sudah dilakukan keluarga. Kondisinya membaik, tapi kambuh lagi sebelum awal Maret,” ujarnya.
Rusdy saat itu tengah menyiapkan Musikal Ken Dedes, yang digelar pada pertengahan Maret lalu. Ia bersikeras menyutradarai dan mengoreografi pergelarannya. ”Staminanya agak dipaksakan. Sesudah pertunjukan, beliau dirawat secara intensif,” kata Danang.
Ia menunjukkan kemajuan setelah mampu berbicara dan belajar berjalan. Direktur Artistik EKI Dance Company itu jatuh sakit lagi dua hari sebelum meninggal. ”Buang air besar dan kecil terkendala. Sebelum meninggal, beliau sesak napas sekitar pukul 04.00,” ucap Danang.
Rusdy pun dilarikan ke instalasi gawat darurat rumah sakit di Jakarta. Namun, ia mengembuskan napas terakhirnya meski sudah menerima penanganan serius. ”Ternyata, gangguan-gangguan sebelumnya memicu komplikasi jantung,” lanjut Danang.
Rusdy meninggalkan seorang istri, yakni Aiko Senosonoto, yang juga seorang koreogafer tari, dan empat anak, yakni Ken Miki Andhita, Ken Nala Amrytha, Ken Amara Rakasena, dan Ken Samsara Ajisiwi. Sebagaimana Rusdy dan Aiko, tiga dari empat anak mereka mengikuti jejak orangtua dengan menggeluti dunia tari. ”Pak Rusdy figur yang lengkap. Guru, orangtua, dan sahabat yang sangat peduli dan memahami kami secara personal,” ujar Danang.
Rusdy mendirikan EKI Dance sebagai sebuah perusahaan pertunjukan musikal tari pada 1996. Sampai saat ini, sangat jarang ada kelompok tari di Indonesia yang dijadikan perusahaan dan dikelola dengan manajemen modern. Manajemen EKI Dance, misalnya, memberikan pendapatan bulanan untuk setiap penarinya yang nilainya melebihi UMR DKI Jakarta ditambah beberapa fasilitas. Setiap kali ada pementasan, para penari memperoleh pendapatan lain. Mereka juga diberi kebebasan mencari tambahan penghasilan dari kerja sampingan, seperti main film atau iklan.
Pada saat yang sama, manajemen EKI Dance menumbuhkan iklim disiplin tetapi guyub dalam kelompok itu. Sebagian besar penari EKI Dance menjalani laku hidup bersama di markas mereka di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. Mereka juga tinggal di kamar-kamar asrama yang disediakan perusahaan. Hampir setiap malam, Rusdy mendatangi dan mengajak mengobrol para penari di ruang istirahat. Ia menjadi pembimbing, guru, pemimpin grup, sekaligus pengganti orangtua para penari yang tinggal di asrama.
Rusdy, lanjut Danang, memiliki pemikiran yang sangat ekspansif di dunia pertunjukan, khususnya musikal. Ia intens mendiskusikan konsep-konsep dengan jajarannya sebelum menutup mata. Oleh karena itu, keluarga besar EKI Dance sangat kehilangan Rusdy.
Meski begitu, mereka bertekat meneruskan semangat yang sama. ”Kami akan melanjutkan perjuangan beliau dan EKI Dance Company. Semua visi dan misi musikalnya akan tetap hidup,” ucap Danang.
Konsisten
Rusdy sejak kecil menggeluti seni tari. Ia pernah belajar tari tradisional dari I Made Suteja, Katijo, dan Mohammad Supriyatin. Kemudian, ia belajar tari balet dari Linda Karim, Sunny Pranata, Farida Oetoyo, Margie Kalhorn, dan Rudy Wowor.
Pada era 1990-an, Rusdy berkiprah sebagai sutradara dan koreografer pertunjukan musikal di beberapa stasiun televisi. Ia membesarkan beberapa nama penyanyi yang sekarang cukup tenar.
Dari beragam aktivitasnya itu, Rusdy mendapat beasiswa dari British Council untuk melanjutkan studi di London Contemporary Dance School, Inggris. Di sana ia belajar menari dari maestro dunia tari, seperti Jane Dudley atau Ronald Emblen. Ia pun belajar koreografi dari Nina Fonaroff.
Dari pendidikan dan pengalaman-pengalaman itulah, Rusdy akhirnya mendirikan EKI Dance Company pada 1996. Sampai sekarang ia menjadi Direktur Artistik EKI Dance Company.
Rusdy meneruskan kiprahnya membuat beragam pementasan drama tari EKI Dance Company. Pada 1999, ia mementaskan karya Drama Tari Laki-laki. Disusul kemudian Forbidden Passion (2000) serta pertunjukan musikal Madame Dasima (2001), China Moon (2003), Lovers and Liars (2004), Battle of Love (2005), Freakin’ Crazy You (2006), Miss Kadaluwarsa (2007), Kabaret Oriental (2011), Mendadak Kaya (2015), War of The Inlaws (2016), Smash The Musical (2017), Hwana Punya Story in New York (2018), dan Ada Apa dengan Sinta (2019).
Selama masa pandemi Covid-19, Rusdy menjadi sutradara untuk beberapa film musikal stasiun televisi, seperti Calon Arang dan Jaka Tarub serta Lutung Kasarung #musikaldirumahaja bersama Nia Dinata dan Oni Krisnerwinto. Di tengah pandemi, Rusdy juga menjadi koreografer dan penari di film pendek musikal Cerita dari Manggarai: Kenangan, Realita dan Harapan. Film ini tayang di aplikasi GoPlay pada 14 November-14 Desember 2021.