Pastikan Berpartisipasi dalam Pembangunan, Ribuan Perempuan Ikuti Musyawarah Nasional
Perempuan memiliki peran yang penting dalam pembangunan. Karena itu, meningkatkan kuantitas dan kualitas partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan menjadi penting,
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang selama ini bekerja untuk keadilan dan kesetaraan jender menggelar Musyawarah Nasional Perempuan untuk Perencanaan Pembangunan pada 17-18 April 2023. Hal ini untuk memastikan partisipasi dan suara perempuan-kelompok marjinal benar-benar bermakna dalam perencanaan pembangunan. Kegiatan ini berkolaborasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Nasional.
Kegiatan yang diikuti sekitar 3.000 perempuan dari berbagai daerah di Indonesia, dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Senin (17/4/2023). Selain diselenggarakan di Hotel Luwansa Jakarta hingga Selasa (18/4/2023), kegiatan ini juga berlangsung secara daring.
Musyawarah Nasional Perempuan untuk Perencanaan Pembangunan diinisiasi oleh delapan organisasi masyarakat sipil mitra INKLUSI yang selama ini bekerja untuk keadilan dan kesetaraan jender, pemberdayaan perempuan dan kelompok marjinal.
Bagi perempuan dan kelompok marjinal lainnya, momentum ini menjadi sangat penting dan berarti untuk memastikan suara dan aspirasinya tecermin secara signifikan baik dari sisi proses maupun substansi dari proses perencanaan pembangunan.
Organisasi tersebut yaitu Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif (KAPAL) Perempuan, Migrant CARE, Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI), Aisyiyah, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Kemitraan, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), dan Perempuan Kepala Keluarga Indonesia (PKBI).
”Bagi perempuan dan kelompok marjinal lainnya, momentum ini menjadi sangat penting dan berarti untuk memastikan suara dan aspirasinya tecermin secara signifikan baik dari sisi proses maupun substansi dari proses perencanaan pembangunan,” ujar Misiyah, Direktur Institut KAPAL Perempuan, mewakili organisasi masyarakat sipil mitra INKLUSI.
Musyawarah Nasional Perempuan untuk Perencanaan Pembangunan digelar mengingat tahun 2023 adalah tahun perencanaan yang krusial karena berada di tahun politik. Selain itu, pertemuan tersebut sejalan dengan pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta mendukung penyusunan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Menurut Misiyah, kegiatan yang mempertemukan sekitar 3.000 peserta dari 38 provinsi, 136 kabupaten, dan 664 desa/kelurahan/nagari juga dilatarbelakangi sejumlah alasan, di antaranya partisipasi bermakna dari perempuan yang hingga kini masih jadi tantangan. ”Selama ini, jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan masih minim dan berbagai inisiatif dari masyarakat sipil kurang mendapat respons dari pemangku kebijakan,” ungkapnya.
Misalnya, proses teknokratis perencanaan pembangunan melalui musyawarah perencanaan pembangunan berjenjang, selama ini belum mampu menjangkau dan menghasilkan partisipasi bermakna/berkualitas dari kelompok marjinal. Hal ini disebabkan oleh ketimpangan ekonomi, budaya patriarki, disabilitas, hegemoni mayoritas, dan kondisi keterkucilan geografis.
Budi Mardaya, ketua panitia pelaksana, menyatakan, perempuan Indonesia telah mengalami kemajuan di berbagai bidang pembangunan. Untuk itu, kemajauan tersebut memerlukan langkah-langkah strategis untuk mempercepat kemajuan perempuan Indonesia melalui pelibatan secara penuh dalam pengambilan keputusan pembangunan.
”Untuk mendorong terwujudnya partisipasi bermakna inilah diinisiasi Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan Tahun 2023,” ujar Budi.
Adapun Musyawarah Nasional Perempuan akan mengangkat isu-isu jender, perempuan, dan anak dengan keberagaman kondisi serta latar belakang sosial, ekonomi, demografi, wilayah, dan lainnya, berperspektif GEDSI (gender equality, disability, and social inclusion).
Perempuan marjinal
Budi berharap hasil Musyawarah Nasional Perempuan tersebut, yaitu perempuan, terlibat aktif dalam perencanaan pembangunan. Selain itu, pasca-musyawarah nasional ada perhatian khusus terhadap perempuan marjinal, antara lain perempuan miskin, terpencil, korban kekerasan, perempuan kepala keluarga, disabilitas, masyarakat adat, pekerja migran-korban perdagangan orang, perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, perempuan pekerja informal, pekerja tak berbayar (unpaid worker), anak, remaja perempuan, serta perempuan marjinal lainnya.
Pada musyawarah nasional tersebut akan digelar sidang-sidang yang membahas sejumlah isu yang terkait perempuan. Misalnya sidang pertama yang menyusun pemetaan masalah-masalah perempuan berbasis data dan analisis, yang akan membahas sembilan isu perempuan dan anak.
Isu tersebut yaitu kemiskinan (perlindungan sosial), perempuan pekerja, penghapusan perkawinan anak, ekonomi perempuan, kepemimpinan perempuan (partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan), kesehatan perempuan lingkungan hidup (perempuan adat dan pengelolaan sumber daya alam), kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta anak dan perempuan berhadapan dengan hukum.
Sidang kedua akan menjadi forum berbagi pembelajaran dan praktik baik dalam merespons isu-isu perempuan. Demikian juga dengan sidang ketiga yang menyusun usulan untuk RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029.