Agama berperan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, termasuk dalam pengelolaan sampah. Para tokoh agama diajak bersama-sama menyampaikan penyadaran ini ke masyarakat.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendekatan keagamaan dapat menjadi strategi untuk mendorong masyarakat berperan aktif dalam membantu pengelolaan sampah. Kesadaran akan hal ini membutuhkan peran tokoh-tokoh agama serta penyediaan fasilitas pengelolaan sampah di tempat-tempat ibadah.
”Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius dan biasanya lebih menurut kepada pemimpin agamanya ketimbang dengan pak camat, lurah, pak RT-nya,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati dalam ”Dialog Lintas Agama Membangun Sinergi dan Kemitraan untuk Mewujudkan Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan”, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
KLHK mencatat timbulan sampah pada tahun 2022 mencapai 68,7 juta ton. Dari jumlah tersebut, 18 persen merupakan sampah plastik.
Di sisi lain, sampah plastik di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk didaur ulang. Apalagi, Indonesia masih mengimpor sampah plastik untuk pemenuhan industri daur ulang. Hal ini lantaran sampah plastik domestik tidak bersih dan dikelola dengan baik.
Oleh sebab itu, KLHK bekerja sama dengan para pemuka enam agama yang ada di Indonesia untuk mengampanyekan pengelolaan sampah. Salah satu hal yang diupayakan dalam pengelolaan sampah tersebut ialah pengumpulan sampah melalaui rumah-rumah ibadah.
”Nanti setelah dikumpulkan, KLHK akan membantu mencarikan offtaker atau pembeli bahan baku sampah agar sampah yang telah terkumpul bisa langsung diangkut. Lalu, untuk sampah makanan, kami juga akan membantu untuk pengelolaannya seperti budidaya maggot, pembuatan kompos, atau pengelolaan sampah organik lainnya," ujar Vivien.
Salah satu upaya tersebut terwujud dalam program Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (Gradasi). Senior Advicer for Climate Governance UNDP Indonesia Abdul Wahab Situmorang menyebutkan, saat ini tercatat ada lebih dari 140 masjid, 40 gereja, dan 6 pesantren di seluruh Indonesia yang telah tergabung dalam program tersebut.
Pendekatan agama
Dengan menggunakan pendekatan agama, diharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk mengelola sampah atau meminimalisasi timbulan sampah. Kesadaran tersebut dapat ditumbuhkan melalui peran tokoh agama.
Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hayu Prabowo, MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Di dalamnya disebutkan, terdapat dua perbuatan yang menghasilkan sampah, yakni mubazir atau perilaku boros dan israf atau konsumsi berlebihan.
Ada ibadah yang aktual dan ada ibadah ritual. Ibadah aktual ini salah satunya dengan mengatasi persoalan sampah.
”Sampai dengan 2021, kami bingung untuk menerapkan fatwa tersebut karena tidak tahu untuk pengelolaannya. Namun, kami memang sudah merencanakan bahwa di bulan Ramadhan kami akan mengadakan sedekah sampah melalui bank sampah,” ujar Hayu.
Selain MUI, selaku perwakilan dari umat Islam, terdapat pemuka agama lain, seperti Ketua Bidang Keagamaan dan Spiritualitas Parisada Hindu Dharma Indonesia Astono Chandra Dana, Ketua Dewan Pengurus Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Phillip Kuncoro Wijaya, dan Peter Lesmana selaku perwakilan dari Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia.
Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoadtmodjo menyampaikan, gaya hidup minim sampah dapat dimulai dengan hal kecil. Salah satunya adalah dengan menghabiskan makanan sehingga tidak menimbulkan sampah makanan.
Selain itu, terdapat juga ajaran untuk merawat lingkungan dalam Ensiklik Laudato Si yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2015. Staff Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Ferdinand Nancu menjelaskan, dalam ensiklik tersebut disebutkan bahwa kerusakan bumi terjadi akibat ulah manusia.
”Ensiklik itu dibuat untuk mengingatkan pola hidup manusia agar menjaga kelestarian dan keindahan alam ciptaan Tuhan. Untuk skala nasional, para uskup kerap mengeluarkan surat gembala agar umat katolik memperhatikan alam," tutur Nancu.
Selain itu, konsep mengenai menjaga kelestarian lingkungan juga diajarkan oleh agama Kristen dalam konsep keugaharian. Sekretaris Eksekutif Persatuan Gereja Indonesia Pendeta Jimmy Sormin menjelaskan, keugaharian mengajarkan kepada manusia untuk mengatakan bahwa segala sesuatunya itu cukup.
”Kami juga ada gerakan untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai. Ada ibadah yang aktual dan ada ibadah ritual. Ibadah aktual ini salah satunya dengan mengatasi persoalan sampah,” ucap Jimmy.