Waspadai Hujan dan Gelombang Laut Saat Mudik Lebaran
Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat masih berpotensi terjadi saat periode mudik Lebaran tahun ini. Beberapa perairan juga berpotensi memiliki tinggi gelombang mencapai 2,5 meter sehingga perlu kewaspadaan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat dan pihak terkait lainnya diminta mewaspadai adanya potensi hujan di berbagai wilayah saat periode mudik Lebaran tahun ini. Diperlukan juga kewaspadaan bagi masyarakat yang akan melakukan mudik melalui jalur laut karena terdapat beberapa perairan dengan ketinggian gelombang mencapai 2,5 meter.
Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Fachri Radjab menyampaikan, masyarakat perlu mewaspadai potensi hujan dengan intensitas lebat dengan sangat lebat di enam wilayah selama periode 15-21 April. Wilayah tersebut yakni Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Papua.
Sementara daerah lainnya yang juga perlu ditingkatkan kewaspadaannya yakni Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Jabodetabek, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Barat.
”Untuk periode 22-28 April, daerah merah (potensi hujan lebat) masih relatif sama yaitu di Aceh, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Kemudian daerah merah untuk arus balik 29 April-5 Mei yaitu Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (8/4/2023) petang.
Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo mengatakan, sebagian besar pelabuhan di Indonesia berpotensi hujan saat periode sebelum, saat, dan setelah Lebaran. Oleh karena itu, diperlukan kewaspadaan dan adaptasi khususnya bagi masyarakat yang akan menjalankan mudik melalui jalur laut.
Dari hasil analisis BMKG, ketinggian gelombang di perairan Indonesia pada periode Lebaran atau April 2023 umumnya berkisar 0,5-1 meter atau kategori rendah. Namun, terdapat perairan tertentu dengan ketinggian gelombang mencapai 2,5 meter atau kategori sedang yang berpotensi terjadi di wilayah perairan barat Sumatera, perairan selatan Jawa hingga Sumba, dan Samudra Hindia Barat Sumatera serta Samudra Hindia Selatan Sumba.
”Perairan tersebut perlu dihindari atau tidak digunakan untuk aktivitas pelayaran. Khusus untuk perairan Laut Jawa atau di bagian dalam cukup kondusif, tetapi tetap harus mengikuti informasi dari BMKG,” tutur Eko.
Eko menekankan bahwa informasi kondisi cuaca ini perlu terus dipantau karena dinamika atmosfer dan laut sangat cepat berubah terutama saat berlayar di penyeberangan. Wilayah seperti Selat Sunda, Bali, dan Lombok juga kerap terjadi peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang yang sering menunda aktivitas kapal penyeberangan.
Selama periode mudik Lebaran, BMKG akan menyiagakan posko nasional dan daerah untuk memantau kondisi cuaca terkini. Selain itu, 190 stasiun BMKG di seluruh wilayah di Indonesia juga akan disiagakan untuk memastikan informasi cuaca yang lebih akurat.
BMKG juga menyarankan untuk mengakses sistem informasi cuaca di situs maritim.bmkg.go.id. Sistem ini sangat penting untuk para pelayar karena menyediakan dua informasi terkait prediksi arah dan kecepatan angin, tinggi gelombang, dan arus.
Bibit siklon tropis
Meningkatnya potensi hujan lebat dan gelombang tinggi ini juga tidak terlepas dari tumbuhnya dua bibit siklon tropis di perairan sekitar Indonesia bagian timur. Dua bibit siklon itu adalah 98S yang berada di sekitar Laut Timor sebelah barat daya Saumlaki dan 90W yang terbentuk di Samudra Pasifik, utara Papua.
Bibit siklon tropis 98S akan berdampak terhadap meningkatnya hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua. Kemudian berpotensi juga menyebabkan tinggi gelombang 2,5-4 meter di perairan Kepulauan Seramta, Kepulauan Letti-Kepulauan Babar, dan Laut Arafuru bagian barat.
Sementara bibit siklon tropis 90S juga akan berdampak terhadap meningkatnya hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Maluku Utara dan Papua Barat. Adapun gelombang tinggi 2,5-4 meter berpotensi terjadi di Laut Maluku bagian utara, perairan barat dan utara Halmahera, serta Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, siklon tropis umumnya bersifat anomali. Namun, dampak dari perubahan iklim telah meningkatkan intentitas terbentuknya siklon tropis yang menyebabkan cuaca ekstrem. Siklon topis ini juga terjadi karena peningkatan suhu muka air laut di wilayah lokal dibandingkan suhu sekitarnya yang lebih dingin.
Saat ini terdapat tujuh daerah pertumbuhan siklon tropis atau basin di seluruh dunia, salah satunya di Samudra Hindia sebelah tenggara yang menjadi wilayah terbentuknya siklon 98S dan 90W. Musim siklon tropis di Samudra Hindia sebelah tenggara ini terjadi antara November sampai April dengan rata-rata 8-10 kejadian per musim.
”Rata-rata terbentuknya siklon tropis ini meningkat dari tahun ke tahun. Dulu, terbentuknya siklon tropis tidak mencapai 8-10 kejadian, tetapi sekarang semakin sering terjadi,” katanya.