Sebagian anak di Surabaya, Jawa Timur, masih mengalami tengkes atau ”stunting”. Karena itu, perlu intervensi dengan program terpadu, terutama kepedulian dari orangtua dan keluarga untuk pencegahan dan penanganan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
Dua purnama lagi, anak lelaki dengan nama panggil Luis itu berulang tahun ke-5. Namun, dengan bobot kurang dari 12 kilogram dan tinggi kurang dari 100 sentimeter, Luis jadi yang terpendek dan teringan di antara teman sebaya di Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur.
Padahal, nyaris tiada yang aneh dengan aktivitas harian. Saat kediamannya di Kelurahan Wonokromo disambangi tim Puskesmas Wonokromo, Sabtu (8/4/2023) jelang pukul 12.00 WIB, Luis sedang asyik menunggangi mobil-mobilan. Matanya berbinar dan bibirnya tersenyum saat Kader Surabaya Hebat memberikan bingkisan dan susu cair dalam kemasan kaleng.
Tim kemudian berbincang dengan wali anak itu karena orangtua sibuk bekerja. Luis adalah sulung dari dua bersaudara. Sang adik, perempuan, dan berusia dua tahun. Sehari-hari, Luis diasuh oleh bibi yang tinggal bersama mereka di rumah petak sederhana di Wonokromo. Di depan pintu rumah ada gang selebar 1 meter lalu saluran air selebar 3 meter.
Selama tim berbincang dengan sang bibi, Luis asyik membuka bingkisan yang ternyata wadah dan gelas plastik. Bingkisan itu diserahkan kepada adinda yang dipangku bibi. Luis menuang susu cair lalu menenggak habis dalam beberapa detik. Kaleng susu yang kosong kemudian diambil dan dibuang ke tempat sampah.
Sungguh tidak disangka bahwa Luis termasuk dalam empat anak usia bawah lima tahun (balita) yang tengkes atau stunting di Wonokromo. Selain itu, ada 15 anak balita berisiko tengkes. Jumlah kasus tengkes di Wonokromo yang tersisa empat memang jauh menurun dibandingkan tahun 2019 yang 64 kasus.
Situasi tengkes dapat diturunkan menjadi 38 kasus pada 2021 dan 19 kasus pada 2022. Luis termasuk dalam kasus tengkes yang sudah terdeteksi sejak 2021, tetapi hingga dua tahun kemudian belum dapat terentaskan.
Dari perbincangan dan pengamatan kader puskesmas, nyaris tiada yang aneh dengan perjalanan hidup Luis. Anak ini mendapat air susu ibu (ASI) hingga usia 2 tahun. Luis sudah diperiksa dan tidak mengidap suatu penyakit khusus yang mengganggu metabolisme. Hampir lima tahun ini, Luis sudah komplet mendapat vaksinasi. Yang kurang cuma nafsu makan sehingga perkembangan tubuh Luis jauh dari ideal.
”Luis doyan minum susu cair, tetapi makannya sedikit banget. Sekali sehari seperti orang puasa,” kata sang bibi. Berbagai cara dicoba oleh orangtua untuk mendorong nafsu makan Luis, tetapi belum berhasil dengan baik. Luis lebih memilih camilan ringan yang kurang berfaedah dan akrab kita sebut dengan ”ciki-cikian” mungkin karena rasa gurih dan digemari anak-anak.
Intervensi gizi
Farida, anggota staf gizi Puskesmas Wonokromo, mengatakan, perkembangan Luis terus dipantau, terutama oleh bidan dan kader. Setiap hari, pukul 10.00 WIB, Luis mendapat susu cair, telur rebus, dan kudapan bergizi. Setiap bulan, Luis diperiksa untuk dilihat perkembangan tinggi dan bobotnya agar bisa terhindari dari situasi tengkes.
Luis doyan minum susu cair, tetapi makannya sedikit banget. Sekali sehari seperti orang puasa.
Farida melanjutkan, intervensi melalui pemberian makanan terhadap Luis akan terus diberikan sampai anak itu berusia 5 tahun tahun 3 bulan. Selanjutnya, tumbuh kembang anak akan dipantau melalui kader dan bidan, terutama dalam vaksinasi dan penanganan penyakit.
Orangtua atau kerabat setiap bulan diundang ke Pos Kesehatan Kelurahan Wonokromo Siaga untuk pengarahan program Posyandu Ayuktingting (Ayo Ukur dan Tingkatkan Pencegahan Stunting).
Menurut Kepala Puskesmas Wonokromo Dwiana Yuniarti, setiap dua pekan, anak-anak yang stunting atau berisiko mengalami tengkes mendapat kunjungan khusus dari tim untuk pengecekan tinggi dan bobot. Kunjungan juga bertujuan memperkuat sosialisasi kepada keluarga dalam pencegahan dan penanganan tengkes. Ditargetkan, empat kasus anak tengkes dan 15 anak berisiko di Wonokromo dapat diatasi dalam tahun ini sehingga menjadi nol atau nihil kasus.