Batasi Gula Maksimal Enam Sendok Teh Sehari untuk Kesehatan
Riset terbaru menunjukkan pentingnya mengurangi konsumsi gula tambahan maksimal enam sendok teh sehari dan membatasi minuman berpemanis kurang dari satu porsi seminggu untuk kesehatan.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Riset terbaru menunjukkan pentingnya mengurangi konsumsi gula tambahan maksimal enam sendok teh sehari dan membatasi minuman berpemanis kurang dari satu porsi seminggu untuk kesehatan. Penelitian yang didasarkan tinjauan bukti komprehensif ini menguatkan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia tentang asupan gula maksimal.
Riset terbaru ini diterbitkan oleh jurnal The BMJ pada Rabu (5/4/2023). Para peneliti menemukan hubungan berbahaya yang signifikan antara konsumsi gula dan 45 dampak buruk kesehatan, termasuk asma, diabetes, obesitas, penyakit jantung, depresi, beberapa jenis kanker, dan kematian.
Sudah diketahui secara luas bahwa asupan gula yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan, dan hal ini mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015 dan pihak lainnya untuk menyarankan pengurangan konsumsi gula tambahan hingga kurang dari 10 persen dari total asupan energi harian. Pengurangan lebih lanjut hingga di bawah 5 persen atau kira-kira 25 gram (6 sendok teh) per hari akan memberikan manfaat kesehatan tambahan.
Namun, sebelum mengembangkan kebijakan rinci untuk pembatasan gula, kualitas bukti yang ada harus dievaluasi secara komprehensif. Oleh karena itu, para peneliti yang berbasis di China dan Amerika Serikat melakukan kajian untuk menilai kualitas bukti, potensi bias, dan validitas semua studi yang tersedia tentang konsumsi gula diet dan hasil kesehatan.
Ulasan payung menyintesis meta-analisis sebelumnya dan memberikan ringkasan penelitian tingkat tinggi tentang topik tertentu. Yin Huang dari Department of Urology, West China Hospital, Sichuan University, China, menjadi penulis pertama laporan ini.
Tinjauan tersebut mencakup 73 meta-analisis (67 studi observasional dan enam uji coba terkontrol secara acak) dari 8.601 artikel yang mencakup 83 hasil kesehatan pada orang dewasa dan anak-anak.
Para peneliti menilai kualitas metodologi dari artikel yang disertakan dan menilai bukti untuk setiap hasil sebagai kualitas tinggi, sedang, rendah, atau sangat rendah untuk menarik kesimpulan.
Dalam kajian ini, peneliti menemukan hubungan berbahaya yang signifikan antara konsumsi gula diet dan 18 hasil endokrin atau metabolik termasuk diabetes, asam urat dan obesitas; 10 dampak terkait kardiovaskular termasuk tekanan darah tinggi, serangan jantung dan stroke; tujuh hasil kanker termasuk kanker payudara, prostat, dan pankreas; dan 10 hasil lainnya termasuk asma, kerusakan gigi, depresi, dan kematian.
Bukti kualitas moderat menunjukkan bahwa konsumsi minuman yang dimaniskan dengan gula secara signifikan dikaitkan dengan peningkatan berat badan untuk konsumsi tertinggi versus konsumsi terendah. Sementara konsumsi gula tambahan versus tanpa konsumsi gula dikaitkan dengan peningkatan akumulasi lemak hati dan otot.
Bukti berkualitas rendah menunjukkan bahwa setiap peningkatan konsumsi minuman manis satu porsi per minggu dikaitkan dengan risiko asam urat 4 persen lebih tinggi. Selain itu, setiap peningkatan konsumsi minuman manis 250 ml/hari juga dikaitkan dengan 17 persen dan 4 persen masing-masing risiko penyakit jantung koroner dan kematian yang lebih tinggi.
Bukti berkualitas rendah juga menunjukkan bahwa setiap peningkatan asupan fruktosa 25 g/hari dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker pankreas sebesar 22 persen.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015 menyarankan pengurangan konsumsi gula tambahan hingga kurang dari 10 persen dari total asupan energi harian.
Secara umum, peneliti juga menunjukkan tidak ada bukti yang menguntungkan antara konsumsi gula makanan dan hasil kesehatan apa pun, selain dari tumor otak glioma, kolesterol total, diabetes tipe 2, dan kematian akibat penyakit kardiovaskular. Namun, para peneliti mengatakan asosiasi yang menguntungkan ini tidak didukung oleh bukti kuat, dan hasil ini harus ditafsirkan dengan hati-hati.
Para peneliti mengakui bahwa bukti yang ada sebagian besar bersifat observasional dan berkualitas rendah. Mereka juga menekankan bahwa bukti hubungan antara konsumsi gula makanan dan kanker masih terbatas, tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut.
Meski demikian, mereka mengatakan temuan ini dikombinasikan dengan panduan WHO, World Cancer Research Fund dan American Institute for Cancer Research yang menyarankan pengurangan konsumsi gula tambahan hingga di bawah 25 g/hari atau sekitar enam sendok teh sehari dan membatasi konsumsinya. Panduan tersebut juga menyarankan pengurangan minuman manis hingga kurang dari satu porsi seminggu (sekitar 200-355 ml/minggu).
”Untuk mengubah pola konsumsi gula, terutama untuk anak-anak dan remaja, kombinasi dari pendidikan dan kebijakan kesehatan masyarakat yang tersebar luas di seluruh dunia juga sangat dibutuhkan,” tulis Huang.
Rekomendasi WHO
Sebelumnya, Direktur Departemen Nutrisi untuk Kesehatan dan Pembangunan WHO Francesco Branca mengatakan, pihaknya telah memiliki bukti kuat bahwa menjaga asupan gula tambahan hingga kurang dari 10 persen dari total asupan energi dapat mengurangi risiko kelebihan berat badan, obesitas, dan kerusakan gigi. Oleh karena itu, WHO telah merekomendasikan kepada pembuat kebijakan untuk mendukung pengurangan gula guna menekan beban penyakit tidak menular.
Pedoman WHO tidak mengacu pada gula dalam buah dan sayuran segar dan gula yang secara alami ada dalam susu karena tidak ada bukti yang dilaporkan tentang efek buruk dari konsumsi gula ini.
Sebagian besar gula yang dikonsumsi saat ini ”tersembunyi” dalam makanan olahan yang biasanya tidak terlihat manis. Misalnya, 1 sendok makan saus tomat mengandung sekitar 4 gram (sekitar 1 sendok teh) gula bebas. Satu kaleng soda manis mengandung hingga 40 gram (sekitar 10 sendok teh) gula bebas.
Asupan gula bebas di seluruh dunia berdasarkan data WHO bervariasi berdasarkan usia, lingkungan, dan negara. Di Eropa, asupan orang dewasa berkisar 7-8 persen dari total asupan energi di negara-negara seperti Hongaria dan Norwegia, hingga 16-17 persen di negara-negara seperti Spanyol dan Inggris.
Asupan jauh lebih tinggi di kalangan anak-anak, mulai dari sekitar 12 persen di negara-negara seperti Denmark, Slovenia, dan Swedia, hingga hampir 25 persen di Portugal. Ada juga perbedaan asupan di kawasan perdesaan/perkotaan. Pada masyarakat perdesaan di Afrika Selatan asupannya adalah 7,5 persen, sedangkan pada penduduk perkotaan adalah 10,3 persen.