Praktik Pengobatan Alternatif Perlu Dipantau dan Dievaluasi
Pengobatan alternatif bisa dilakukan sebagai pilihan terapi kesehatan bagi masyarakat. Namun, pengobatan alternatif tidak boleh sembarang dilakukan. Jika tidak tepat, persoalan kesehatan yang lebih buruk bisa terjadi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengobatan tradisional dan pengobatan alternatif bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Namun, monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara terukur. Selain itu, praktik yang dilakukan pun harus terstandar dan mendapatkan izin resmi dari pemerintah.
Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) yang juga Guru Besar Bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi Universitas Airlangga Ferdiansyah menyampaikan, pengobatan alternatif yang juga disebut sebagai complementary alternative medicine (CAM) diakui sebagai salah satu terapi kesehatan bagi masyarakat. Terapi tersebut tidak hanya diakui oleh masyarakat di Indonesia, tetapi juga masyarakat di negara lain, seperti Amerika, Australia, dan China.
”Pengobatan medis dan pengobatan alternatif bisa saling melengkapi. Namun, itu tentu harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti standardisasi dan monitoring dari terapi,” katanya di Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Selain itu, monitoring dan evaluasi secara berkala juga harus dilakukan pada praktik pengobatan alternatif untuk memastikan efektivitas dari terapi yang dijalankan. Pengobatan alternatif yang diberikan juga perlu dijalankan secara terstruktur untuk memastikan keamanan dari pasien.
Ferdiansyah pun mengimbau agar masyarakat tidak sembarangan dalam melakukan pengobatan alternatif, termasuk pengobatan pada patah tulang. Ketika mengalami patah tulang, diagnosis perlu dilakukan secara tepat. Pengobatan ataupun terapi yang diberikan juga harus benar.
Pengobatan medis dan pengobatan alternatif bisa saling melengkapi. Namun, itu tentu harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti standardisasi dan monitoring dari terapi.
”Tulang itu tidak berdiri sendiri. Terdapat susunan saraf, otot, dan pembuluh darah. Jika pengobatan tidak benar, dikhawatirkan malah membuat kondisi semakin berat. Saraf dan pembuluh darah bermasalah itu bisa jadi bencana yang bisa menimbulkan kelumpuhan,” tuturnya.
Pembinaan
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah melalui dinas kesehatan di daerah melakukan pembinaan terhadap praktik pengobatan tradisional maupun tenaga penyehat tradisional. Praktik pengobatan tradisional yang ada di masyarakat pun harus diakui melalui surat terdaftar penyehat tradisional.
Sejumlah aturan menjadi rujukan pengaturan pengobatan tradisional, antara lain, Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris.
”Bagaimanapun Indonesia memiliki warisan budaya dengan pengobatan tradisional yang memang masih perlu diteliti dan didukung secara empiris seperti pengobatan modern. Kita pun terus melakukan pembinaan,” ujar Nadia.
Ia mengatakan, masyarakat sebaiknya tetap melakukan pemeriksaan atau diagnosis pada dokter di fasilitas kesehatan terhadap penyakit yang dialami. Diagnosis yang tepat amat diperlukan untuk menentukan pengobatan yang harus diberikan.
”Masyarakat jangan sampai dirugikan dengan pengobatan tradisional. Misalnya pada seseorang dengan penyakit kanker, itu jangan sampai terlambat ditangani karena berobat tradisional. Padahal kita juga tahu kanker bisa diobati secara maksimal jika ditangani sejak dini,” kata Nadia.