Metode Baru Daur Ulang Litium secara Efisien dari Limbah Baterai
Metode baru daur ulang berhasil memulihkan hingga 70 persen litium dari limbah baterai tanpa bahan kimia korosif, suhu tinggi, dan penyortiran bahan sebelumnya.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Maraknya penggunaan baterai litium, baik untuk sumber daya kendaraan listrik maupun barang elektronik, membawa masalah pada banyaknya limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Metode baru daur ulang yang dikembangkan oleh peneliti Karlsruhe Institute of Technology, Jerman, berhasil memulihkan hingga 70 persen litium dari limbah baterai tanpa bahan kimia korosif, suhu tinggi, dan penyortiran bahan sebelumnya.
Metode ini menggabungkan proses mekanis dengan reaksi kimia dan memungkinkan daur ulang murah, hemat energi, dan ramah lingkungan untuk semua jenis baterai litium-ion. Temuan ini dilaporkan Oleksandr Dolotko dari Karlsruhe Institute of Technology (KIT) dan tim di jurnal Communications Chemistry pada 28 Maret 2023.
Baterai litium tidak hanya digunakan untuk catu daya nirkabel notebook, telepon genggam, mainan, remote control, dan perangkat kecil lain, tetapi juga merupakan sistem penyimpanan energi terpenting untuk mobilitas listrik yang sekarang berkembang pesat. Meningkatnya penggunaan baterai ini pada akhirnya menghasilkan kebutuhan akan metode daur ulang yang berkelanjutan secara ekonomi dan ekologis.
Pemulihan litium dari baterai masih mahal dan hampir tidak menguntungkan.
Saat ini, sebagian besar nikel dan kobalt, tembaga dan aluminium, serta baja dapat diambil dari limbah baterai untuk digunakan kembali. Penelitian sebelumnya dari para peneliti di Universitas Linnaeus yang diterbitkan di jurnal ACS Omega pada awal Maret 2023 menunjukkan cara yang lebih ramah lingkungan untuk mengambil kobalt dari baterai litium-ion bekas.
Dengan pelarut cair yang terbuat dari zat yang mudah didapat, berasal dari urine dan asam asetat, lebih dari 97 persen kobalt dapat diperoleh kembali. Para peneliti melihat potensi yang baik untuk aplikasi skala besar.
Namun, pemulihan litium dari baterai masih mahal dan hampir tidak menguntungkan. Metode pemulihan yang ada sebagian besar bersifat metalurgi dan menghabiskan banyak energi dan menghasilkan produk sampingan yang berbahaya.
Berbeda metode sebelumnya, pendekatan mekanokimia yang dikembangkan Dolotko berdasarkan proses mekanis untuk menginduksi reaksi kimia menjanjikan untuk mencapai hasil lebih tinggi dan berkelanjutan dengan pengeluaran yang lebih kecil.
Berbagai katoda
Metode ini diklaim berhasil memulihkan litium hingga 70 persen tanpa memerlukan bahan kimia korosif, suhu tinggi, dan penyortiran bahan sebelumnya. ”Metode ini dapat diterapkan untuk memulihkan litium dari bahan katoda dengan berbagai komposisi kimia dan, karenanya, untuk sejumlah besar baterai litium-ion yang tersedia secara komersial,” kata Dolotko.
Menurut dia, temuan ini memungkinkan daur ulang yang murah, hemat energi, dan ramah lingkungan.
Para peneliti menggunakan aluminium sebagai agen pereduksi dalam reaksi mekanokimia. Karena aluminium sudah terkandung dalam katoda, dalam proses ini tidak diperlukan zat tambahan. Cara kerjanya sebagai berikut. Pertama, limbah baterai digiling. Kemudian, bahan ini bereaksi dengan aluminium menjadi komposit logam dengan senyawa litium yang larut dalam air.
Litium diperoleh kembali dengan melarutkan senyawa ini dalam air dan pemanasan selanjutnya untuk membuat air menguap. Karena reaksi mekanokimia berlangsung pada suhu dan tekanan sekitar, metode ini sangat hemat energi.
Keunggulan lain adalah kesederhanaannya, yang akan memudahkan penggunaan dalam skala industri. Hal ini karena sejumlah besar baterai harus didaur ulang dalam waktu dekat.