Belajar menulis sastra bisa diawali dengan sesuatu yang paling dekat dengan diri sendiri meski terkadang banyak orang merasa cerita tentang dirinya dan di sekitarnya tidak menarik sehingga ragu untuk menuliskannya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Suasana program Ngabu-Book-Read bertajuk Berpuasa dan Berpuisi yang digelar Penerbit Buku Kompas di Kompas Institute, Jakarta, Jumat (31/3/2023). Penulis sekaligus musikus Candra Malik dan Ketua Komunitas Perempuan Berpuisi Eva Nurfatimah menjadi pembicara dalam kegiatan ini.
JAKARTA, KOMPAS — Kesulitan menemukan ide, memahami teknik penulisan, dan merangkai cerita sering kali menjadi kendala dalam menulis karya sastra. Pengalaman pribadi bisa menjadi modal untuk menulisnya dengan memulainya dari hal-hal yang ”ditangkap” oleh pancaindra.
Penulis sekaligus musikus Candra Malik mengatakan, belajar menulis sastra bisa diawali dengan menulis sesuatu yang paling dekat dengan diri sendiri meskipun terkadang banyak orang merasa cerita tentang dirinya dan di sekitarnya tidak menarik sehingga ragu untuk menuliskannya.
”Saya cenderung mengajak untuk memulai menulis bebas tanpa perlu mengidentifikasinya, apakah sebagai cerita pendek, cerita bersambung, novel, atau puisi. Mulailah dari diri sendiri atau pengalaman pribadi,” ujarnya dalam program Ngabu-Book-Read bertajuk ”Berpuasa dan Berpuisi” yang digelar Penerbit Buku Kompas di Kompas Institute, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Menurut Candra, menulis bebas diperlukan untuk memulai proses kreatif penulisan. Dengan begitu, penulis leluasa mengekspresikan dirinya dan menemukan keasyikan dalam menulis.
Suasana program Ngabu-Book-Read bertajuk Berpuasa dan Berpuisi yang digelar Penerbit Buku Kompas di Kompas Institute, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
”Menulis bukan persoalan susah, yang lebih susah itu memulainya. Mulailah dengan menulis tentang apa saja dari yang tertangkap oleh indera,” katanya.
Candra menuturkan, setiap karya sastra mempunyai level kesulitan berbeda dalam penulisannya. Menurut dia, menulis puisi menjadi salah satu yang paling sulit.
Akan tetapi, karena relatif pendek, menulis puisi sering dianggap lebih mudah dibandingkan menulis cerpen. Padahal, puisi ditulis dengan pilihan kata paling tepat sehingga tidak perlu berpanjang-panjang jika tidak dibutuhkan.
”Jadi, kalau mulai menulis sastra dengan membuat puisi justru susah. Penyair itu seperti sniper, harus sekali tembak. Tidak boleh membabi buta, menghabiskan peluru,” katanya.
Candra mengatakan, inspirasi menulis diperoleh dari mana saja. Namun, yang terpenting mengenali diri sendiri serta tidak terbebani untuk segera terkenal dan mengejar keuntungan ekonomi semata.
Menulis bukan persoalan susah, yang lebih susah itu memulainya. Mulailah dengan menulis tentang apa saja dari yang tertangkap oleh indera (Candra Malik).
Proses belajar dari kesalahan juga menjadi tahapan penting dalam dunia kepenulisan. Selain itu, penulis juga perlu menjaga konsistensi menulis, termasuk mengambil interval waktu atau jeda untuk menyegarkan pikiran.
”Menulislah dari yang paling dekat dengan diri sendiri karena paling mudah dipahami. Pada dasarnya, perjalanan terjauh adalah perjalanan menuju diri kita sendiri,” ucapnya.
Candra mengaku ketertarikannya dalam bersastra merupakan panggilan dari diri sendiri. Ia tidak mengawalinya dengan belajar sastra melalui pendidikan formal, tetapi dari perjalanan dengan sowan ke sejumlah sastrawan, di antaranya WS Rendra, Sapardi Djoko Damono, dan Budi Darma.
”Saya mulai serius menulis sastra pada awal tahun 2000. Kulonuwun dulu ke pemegang kunci gerbang sastra Indonesia. Diterima secara personal, diajak main, dan bisa belajar,” ujar penulis buku Makrifat Cinta tersebut.
Suasana pameran arsip penyair Chairil Anwar Aku Berkisar Antara Mereka di Galeri Salihara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Ketua Komunitas Perempuan Berpuisi Eva Nurfatimah mengatakan, inspirasi menulis puisi bisa bermula dari hal-hal yang dirasakan. Setelah itu, menekuni proses penulisannya dan menemukan kekhasan masing-masing.
Akan tetapi, hal itu perlu dibarengi dengan memperbanyak referensi lewat membaca buku dan berbagai sumber lainnya. ”Seorang penulis sejati adalah pembaca yang ulung,” katanya.
Sering kali penulis pemula terjebak dalam obsesi menjadi penulis besar. Selain itu, mengejar keuntungan ekonomi sebagai tujuan utama dari proses berkarya.
”Kita pengin jadi penulis besar tanpa kita mau tahu para penulis besar itu punya perjalanan panjang. Kalau mau jadi penulis, biasakan berproses dan menikmatinya. Hasil bukan sesuatu yang bisa kita kendalikan, tetapi prosesnya, bisa. Jalani selangkah demi selangkah,” katanya.