Popularitas musikalisasi puisi tidak terlepas dari kultur masyarakat Indonesia yang didominasi tradisi lisan. Musikalisasi pun menjadi sarana mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan pada puisi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Peserta berlatih membawakan puisi saat mengikuti pelatihan musikalisasi puisi di Gedung Aki Tirem, Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB), Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Musikalisasi puisi menjadi bentuk seni yang semakin populer di Tanah Air. Musikalisasi juga menjadi pintu masuk untuk mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan pada puisi serta karya sastra lain.
Popularitas musikalisasi puisi tidak terlepas dari kultur masyarakat Indonesia yang didominasi tradisi lisan. Selain itu, musik merupakan bahasa universal yang bisa diterima dan disukai banyak orang.
Penyair Joko Pinurbo mengatakan, musikalisasi puisi merupakan bentuk seni yang layak dikembangkan di sekolah dan komunitas. ”Karena peminatnya banyak di Indonesia sehingga menjadi pintu masuk bagi orang yang tidak mengenal atau menggemari puisi untuk mencintai puisi,” katanya dalam webinar Musikalisasi Puisi yang digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Senin (27/3/2023).
KOMPAS/INDIRA PERMANASARI
Joko Pinurbo
Menurut Jokpin, begitu ia disapa, musikalisasi puisi merupakan penyajian puisi dalam bentuk musik yang melibatkan dan memadukan dua unsur dalam sebuah harmoni. Kedua unsur itu adalah pelantunan kata-kata dan penggunaan alat musik.
”Tidak bisa cuma salah satu unsur. Kalau hanya pelantunan kata-kata disebut akapela, sementara jika hanya musik, namanya instrumentalia,” ucapnya.
Dalam sebuah pertunjukan, musikalisasi puisi bertujuan lebih menggemakan spirit puisi. Musikalisasi diharapkan membantu orang untuk lebih menikmati, menghayati, dan menjiwai puisi.
”Jika kata-kata puisi saja memberi makna mendalam, apalagi jika dilantunkan dengan musik. Kita bisa merenungi makna lebih dalam dan meresapkannya lebih intens,” jelasnya.
Popularitas musikalisasi puisi tidak terlepas dari kultur masyarakat Indonesia yang didominasi tradisi lisan. Selain itu, musik merupakan bahasa universal yang bisa diterima dan disukai banyak orang.
Menurut Jokpin, hal itu persis seperti yang pernah diutarakan Raja Ali Haji, pujangga abad ke-19 sekaligus penulis Gurindam Dua Belas, saat bersurat kepada sahabatnya, Van De Wall, penulis asal Belanda, pada 1858. Salah satu kalimat dalam surat itu berbunyi, ”Syahdan, jika sahabat hendak bermain-main satu waktu, coba panggil seorang Melayu yang pandai bersyair, suruh baca dengan lagunya yaitu seperti nyanyi, maka lebih terang lagi maknanya. Demikian adanya”.
Jokpin menuturkan, musikalisasi puisi telah diperkenalkan oleh Raja Ali Haji meskipun pada saat itu istilah tersebut belum ada. Puisi berpadu musik juga dipakai sebagai renungan nilai-nilai kehidupan.
Akan tetapi, komposisi unsur puisi dan musik perlu dicermati. Musikalisasi tetap harus dapat dinikmati sebagai sajian pertunjukan musik. Namun, puisi sebagai subyek utama tidak boleh tenggelam oleh unsur musik tersebut.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Tim Teater Mata MAN 2 Mataram membawakan musikalisasi puisi ”Maut Tersenyum” karya Joko Pinurbo dalam pertunjukan virtual wayang botol berjudul Wayang Merah Putih Lawan Covid-19, akhir Agustus 2020.
”Jadi, bukan semata-mata sebagai ajang untuk unjuk kemahiran bermusik. Sosok puisi harus tampil dan ditangkap dengan jelas. Ini faktor penting penilaian dalam perlombaan,” katanya.
Musikalisasi puisi pun berjasa memperkenalkan puisi dan pengarangnya. Tak sedikit orang yang menyukai puisi setelah mendengarkan musikalisasinya.
Jokpin mencontohkan musikalisasi puisi karya Sapardi Djoko Damono yang dibawakan oleh Ari Malibu dan Reda Gaudiamo. Puisi-puisi Sapardi pun semakin populer setelah dimusikalisasi.
”Saya yakin buku puisi Sapardi dicari salah satu faktornya karena mendengar musikalisasi oleh Ari dan Reda. Dengan musikalisasi, puisi dapat dinikmati lebih luas,” katanya.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Peserta berlatih membawakan puisi saat mengikuti pelatihan musikalisasi puisi di Gedung Aki Tirem, Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB), Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Musisi sekaligus penyair Joshua Igho mengatakan, dalam dua dasawarsa terakhir, banyak buku yang membahas musikalisasi puisi dengan beberapa pendekatan. Penyajiannya pun beragam, di antaranya melagukan puisi diiringi musik dan menciptakan komposisi musik berbentuk instrumentalia yang terinspirasi dari puisi.
”Musikalisasi puisi menjadi populer karena secara pertunjukan sangat seksi. Ini merupakan medium penyampaian puisi melalui musik,” ujarnya.
Khazanah musik
Joshua menambahkan, dalam membuat musikalisasi puisi, ada baiknya mendengarkan referensi musik yang beragam. Tujuannya bukan untuk menjiplak, melainkan memantik kreativitas.
Dua remaja dari Konsorsium Sanggar Bahasa dan Seni (Besi) Bekasi, Nova Riyani (18) dan Ermina Zaina (21), menampilkan musikalisasi puisi berjudul ”Kejujuran” karangan sastrawan Suwignyo alias Wig SM di Gedung Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, pada pertengahan April 2018.
”Terkadang dari situ muncul ide-ide. Khazanah musik kita akan diperkaya. Dalam menyusun komposisi hendaknya menyesuaikan dengan literasi bermusik,” ucapnya.
Koordinator Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Pembinaan dan Bahasa Hukum Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kity Karenisa berharap webinar tersebut memperdalam pemahaman tentang musikalisasi puisi sehingga lebih bersemangat dalam berkegiatan sastra. Webinar digelar dua hari pada 27-28 Maret.
”Sebelumnya, festival (musikalisasi puisi) atau pertemuan dilaksanakan secara langsung. Kemudian, karena pandemi Covid-19, sejak 2020 sampai sekarang, kegiatan digelar secara daring. Namun, dalam bermusikalisasi puisi, tidak ada yang berbeda,” ucapnya.