Humor dinilai sebagai media yang tepat untuk menyampaikan kritik secara ringan dan tidak menyinggung. Adapun humor digunakan sebagai media kritik sejak beberapa dekade lalu di Indonesia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada masa Orde Baru, humor menjadi salah satu alat menyampaikan kritik kepada penguasa serta membahas kondisi masyarakat. Fungsi humor tersebut dinilai masih relevan di era pasca-reformasi saat ini. Dengan humor, isu publik dapat dikenalkan dan dibicarakan secara luas serta ringan.
Salah satu kritik berbalut humor dapat ditemukan di lebih dari 30 film Warkop yang diproduksi pada periode 1979-1994. Pada film pertama Warkop berjudul Mana Tahaaan… (1979), ada adegan saat salah satu tokoh menduduki nasi bungkus, kemudian dihardik oleh tokoh lain karena beras mahal. Ada juga adegan ketika para tokoh mengamen untuk membiayai hidup, tetapi hanya mendapat sedikit hasil setelah bersusah-susah seharian.
”Setelah kerja keras, mereka hanya dapat 2.000 perak, sementara pejabat tanda tangan saja hasilnya berjuta-juta (rupiah). Kira-kira itu yang mau disampaikan,” kata CEO Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) Novrita Widiyastuti pada acara Refleksi Legenda Film Komedi di Jakarta, Jumat (31/3/2023). Acara ini dilaksanakan IHIK3, Humoria.id, Persatuan Seniman Komedi Indonesia (Paski), dan Sinematek Indonesia dalam rangka Hari Film Nasional.
”Intinya, humor itu juga menyampaikan agar kita tidak terlena dengan efek plasebo yang diberi pemerintah di masa itu,” tambahnya.
Humor sebagai media kritik masih relevan hingga sekarang karena perilaku penguasa dan masyarakat dari masa ke masa tidak banyak berubah.
Hal ini sesuai dengan kajian humor yang ia lakukan terhadap film-film Warkop. Film lain yang telah ia kaji berjudul Gee..eer (Gede Rasa) yang rilis pada 1980. Di film tersebut, ada kritik terkait keserakahan orang-orang berduit yang ditampilkan aktris Rahayu Effendi. Kala itu, Rahayu berperan sebagai ibu-ibu yang berlimpah harta.
Ada pula kritik tentang kesejahteraan sosial yang digambarkan saat beberapa karyawan tokoh utama meminta kenaikan gaji. Sentilan soal kerja keras tanpa upah yang sepadan juga tergambar di tokoh pekerja rumah tangga yang pekerjaannya juga merangkap sopir dan tukang masak.
Menurut Novrita, humor sebagai media kritik masih relevan hingga sekarang karena perilaku penguasa dan masyarakat dari masa ke masa tidak banyak berubah. Penguasa, misalnya, hingga kini masih mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Humor pun dibutuhkan untuk menyampaikan kritik, tetapi tanpa menyinggung pihak terkait.
Anggota Warkop, Indrodjoyo Kusumonegoro alias Indro, mengatakan, humor Warkop dibuat melalui riset dan banyak pertimbangan. Salah satu prinsip humor Warkop adalah membuat humor yang membuat masyarakat tercerahkan atas suatu isu, bukan membuat publik resah.
”Di Warkop, saya diajarkan bahwa setiap langkah harus kita pikirkan. Misalnya, dulu Mas Dono (Wahjoe Sardono) meminta saya menghafal UUD 1945 saat saya masih SMA. Itu agar kami tahu apa saja hak-hak kami,” ucap Indro.
Satir yang disampaikan Warkop dianggap perlawanan atas represi pemerintah pada masa Orde Baru. Kala itu, anggota Warkop yang mayoritas adalah sarjana, memosisikan diri di pihak mahasiswa. Adapun mahasiswa kala itu dianggap mewakili masyarakat Indonesia yang memperjuangkan demokrasi.
Adapun kritik berbalut satir saat ini tampak, antara lain, dalam format komedi tunggal atau stand up comedy. Novrita menambahkan, kritik satir juga bisa ditemukan di berbagai bentuk seni pertunjukan lain, misalnya ludruk.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito, berpendapat, seni dan komedi diharapkan mampu membuat pihak yang dikritik melakukan introspeksi diri. Di sisi lain, masyarakat diharapkan bisa memahami berbagai isu dengan mudah melalui komedi. Semakin banyak ruang diskusi, semakin luas pula wawasan masyarakat.
”Jika ruang diskusi dibuka, orang akan jadi lebih cair, tidak kaku, dan tidak mudah tersinggung. Mereka tidak akan memaksakan cara pikirnya ke orang lain. Hal itu mampu menumbuhkan sikap terbuka di masyarakat,” kata Arie (Kompas.id, 2/9/2022).