Kursus Daring Akan Tetap Eksis Pascapandemi Covid-19
Sebanyak 7 dari 10 orang tetap akan bertahan menggunakan jasa kursus daring untuk mengembangkan dirinya. Fleksibilitas waktu, tempat, dan biaya menjadikan orang lebih mudah belajar.
Oleh
STEPHANUS ARANDITO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kursus dalam jaringan masih diminati walaupun pandemi Covid-19 sudah terkendali dan manusia kembali beraktivitas secara tatap muka. Fleksibilitas waktu dan tempat, serta mampu menghemat biaya, menjadi alasan untuk tetap mempertahankan aktivitas daring dalam kehidupan pascapandemi.
Survei McKinsey menunjukkan, jumlah pengguna jasa kursus daring pada 2021 mencapai 220 juta orang atau naik 92 persen karena pandemi Covid-19. Beberapa perubahan sosial dengan teknologi ini akan bertahan setelah pandemi dan menjadi potensi bagi platform kursus daring untuk terus berkembang.
Head of Indonesia Market Udemy Giri Suhardi mengatakan, masih ada pengguna yang akan bertahan karena gaya belajar setiap orang berbeda-beda. Adanya platform digital justru membuka peluang bagi orang untuk mengembangkan diri dari hal-hal yang tidak didapatkan dalam aktivitas luring.
”Dalam survei itu disebutkan juga dari 100 persen pengguna, masih ada 70-72 persen orang yang ingin menggunakan platform kursus online. Jadi, 7 dari 10 orang masih membutuhkan kursus daring. Kombinasi daring dan luring akan saling melengkapi,” kata Giri di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Koleksi kursus Udemy kini terdiri atas lebih dari 213.000 kursus yang diampu oleh 70.000 instruktur dalam sekitar 75 bahasa. Di Indonesia, sejak 2019 jumlah penggunanya sudah mencapai 500.000 orang yang dapat memilih kursus sesuai kebutuhannya.
Mereka juga bekerja sama dengan 140 perusahaan di Indonesia untuk menyediakan kursus daring bagi karyawan. Seperti Bank Rakyat Indonesia dan Adira Dinamika Multifinance yang sudah memanfaatkan kursus daring bagi seribuan karyawan mereka.
”Kursus daring ini tetap akan naik karena orang tidak punya waktu lagi untuk datang ke kelas. Orang akan mengatur dirinya sendiri kapan dia akan belajar,” kata Andreas Hassim, Chief Learning Officer BRI.
Kursus daring ini tetap akan naik, karena orang tidak punya waktu lagi untuk datang ke kelas.
Menurut Andreas, karyawan BRI banyak menggunakan kursus daring untuk belajar tentang studi kerangka berpikir, kepemimpinan, manajemen, hingga data analitik. Sederet kursus daring ini akan membantu karyawan untuk mengembangkan diri di bidang perbankan dan bermanfaat bagi perusahaan.
Head of Corporate University, Adira Dinamika Multifinance, Novitri Diah Lista Wulandari mengaku, kursus daring sangat membantu kegiatan pendidikan dan pelatihan karyawan saat pandemi Covid-19. Bahan ajar yang mengikuti perkembangan zaman dan sistem penilaian yang terukur menjadikan kursus daring tetap akan bertahan pascapandemi.
”Kami lebih banyak fokus pada digital, IT, dan analisis bisnis. Kemarin paling banyak hasilnya memang di ranah IT dan digital. Ini cukup membantu mereka untuk menjalankan pekerjaannya,” tutur Novitri.
Perkembangan digital juga menjadi ancaman bagi pekerja. Mereka terancam kehilangan pekerjaan karena munculnya teknologi kecerdasan buatan. Hal ini juga dilirik oleh kursus daring untuk menyediakan kursus tentang kecerdasan buatan seperti yang dilakukan Udemy yang telah memiliki 133 kursus tentang ChatGPT.
Meski demikian, Andreas menyebut karyawan BRI tidak akan mudah tergantikan oleh mesin. Peran manusia tetap dibutuhkan, tetapi manusia tersebut harus mengikuti perkembangan zaman agar tidak dikalahkan oleh teknologi.
”Dari zaman dulu revolusi industri pertama dari kuda ke mesin uap tetap pengangguran tidak terjadi, hanya bergeser. Yang diperlukan ialah kita harus menjadi orang yang relevan,” kata Andreas.
BRI baru menggunakan AI ChatGPT untuk sistem manajemen belajar mereka untuk hal-hal sederhana, seperti membuat presentasi dan Excel yang lebih baik. BRI ingin mengembangkan teknologi ini untuk membantu nasabah yang ingin mempertanyakan hal-hal sederhana terkait perbankan atau helpdesk.