Film dapat menjadi salah satu sarana edukasi untuk menyadarkan masyarakat tentang berbagai dampak lingkungan. Harapannya, pesan-pesan film dapat tertanam dan terngiang serta mengubah perilaku masyarakat.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesadaran lingkungan dapat dibentuk melalui edukasi terhadap masyarakat lewat berbagai upaya. Salah satunya bisa dilakukan dengan menyajikan film yang memuat sebab dan akibat dari krisis lingkungan.
Co-Founded NAvakara Maureen Simatupang menyampaikan, tidak banyak film Indonesia yang secara khusus membahas menganai lingkungan. Padahal, film bisa menjadi salah satu media untuk menyadarkan masyarakat akan kondisi lingkungan.
”Film itu memiliki kekuatannya tersendiri. Biasanya, sehabis nonton film, orang akan menjadi terngiang-ngiang,” ujar Maureen dalam jumpa pers ”Waste Less Film Festival” yang dilakukan secara daring, Kamis (16/3/2023).
Kalau kita bekerja sama tanpa harus saling menunjuk, seharusnya ada hal-hal positif yang didapatkan. Dalam hal ini, pemerintah dengan organisasi nonpemerintah tidak saling menuding atau menyalahkan.
NAvakara merupakan perusahaan yang secara khusus memiliki kepedulian terhadap gerakan mengurangi sampah. Dalam beberapa tahun terakhir, NAvakara turut mengadakan edukasi mengenai lingkungan melalui pemutaran film.
Dengan terus mengedukasi, kata Maureen, gaya hidup dan pola pikir masyarakat dapat dibentuk. Namun, sejak 2014, NAvakara cenderung memutarkan film-film dari luar negeri lantaran sangat jarang film lokal yang membahas mengenai lingkungan.
Menurut Maureen, selama delapan tahun sejak berdirinya NAvakara, masyarakat cenderung semakin memiliki kesadaran mengenai pengelolaan sampah dan pengurangan sampah. Walakin, upaya tersebut masih perlu ditingkatkan.
”Kesadaran itu mulai membaik, tapi Indonesia luas dan penduduknya banyak sehingga tingkat kesadaran itu perlu ditingkatkan. Dengan adanya wadah berupa lomba atau festival film tentang sampah, pembuat film bisa berinovasi bagaimana membuat orang tergerak untuk mengubah gaya hidup atau pola pikir menganai sampah,” lanjut Maureen.
Untuk mewujudkan harapan tersebut, NAvakara bersama dengan Perusahaan Umum Produksi Film Negara (PFN) dan Organisasi nonpemerintah Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) akan menyelenggarakan festival film. Bertajuk ”Waste Less Film Festival”, ketiganya bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dengan tayangan visual.
”Kalau kita bekerja sama tanpa harus saling menunjuk, seharusnya ada hal-hal positif yang didapatkan. Dalam hal ini, pemerintah dengan organisasi nonpemerintah tidak saling menuding atau menyalahkan,” ucap Maureen.
Menanggapi hal itu, Lutfi Alby, anggota GIDKP, mengatakan, acara tersebut menjadi bagian dari gerakan yang selama ini telah diupayakan oleh GIDKP. Organisasi nonpemerintah tersebut selama ini bergerak di bidang lingkungan yang secara khusus berfokus pada pengurangan kantong plastik dan berbagai produk yang menimbulkan sampah.
”Harapannya, dapat membuka mata masyarakat bahwa permasalahan sampah ini membahayakan Bumi. Lalu, festival film ini juga bisa mendorong pemerintah untuk membuat regulasi tegas tentang sampah,” ujar Lutfi.
Serangkaian acara tersebut dimulai dengan lokakarya bagi para peserta yang membahas mengenai lingkungan pada Sabtu (19/3/2023) dan Minggu (20/3/2023). Setelah itu, para peserta diberi waktu selama dua bulan untuk membuat film yang nantinya akan diperlombakan.
Tema film yang akan diusung tidak hanya soal pengurangan sampah, lanjut Maureen, melainkan juga masalah lingkungan terkait sampah dan perubahan iklim. Selanjutnya, film-film pendek selama 5-10 menit, film panjang, dan berbagai film yang membahas tentang lingkungan akan diputar selama dua minggu.
Di sisi lain, PFN selaku perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang perfilman turut mendukung festival tersebut. Direktur Produksi Tjandra Wibowo menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk terus membantu distribusi perfilman di Indonesia.
”Banyak sekali hubungan antara pembuangam sampah dengan krisis iklim. Ada juga tentang sampah makanan. Kalau ada yang bisa mengangkat soal pola konsumsi kita dengan krisis iklim, tentu itu akan sangat menarik,” kata Tjandra.
Tjandra menambahkan, setiap tahun PFN selalu mengadakan lomba film pendek. Saat ini, PFN dalam masa transformasi dengan salah satunya turut membantu pembiayaan berbagai kegiatan perfilman.
”Dengan adanya acara lomba festival film dapat dibantu distribusi sehingga bisa tersebar luas kepada masyarakat,” lanjutnya.