Remy Sylado telah berpulang sejak Desember 2022. Akan tetapi, keluarga dan teman-temannya berusaha terus menjaga warisan sastrawan dan seniman ini.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tak terasa sudah tiga bulan sastrawan dan seniman Remy Sylado berpulang. Demi menjaga warisan Remy untuk generasi muda, keluarga dan rekan-rekan Remy menggelar acara Tribute to Remy Sylado di Bentara Budaya Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Acara Tribute to Remy Sylado merupakan kolaborasi antara Sinergi Production, Kepustakaan Populer Gramedia, dan Bentara Budaya Jakarta. Dimulai pada pukul 19.45, acara terdiri dari pidato pembukaan oleh istri Remy, Emmy Tambayong; penghormatan terhadap karya-karya Remy, pameran memorabilia, donasi, dan lelang lukisan.
Acara lelang ini bertujuan untuk merenovasi makam Remy di TPU Menteng Pulo dan ruang kerja Remy, yang mulai rusak, menjadi perpustakaan. ”Harapan Remy sebelum meninggal adalah agar semua karyanya dapat dinikmati generasi muda karena memang saya lihat banyak generasi muda yang tidak lagi mengenal siapa itu Remy Sylado,” tutur Emmy.
Emmy mengatakan, dengan adanya perpustakaan, buku dan makalah Remy bisa menjadi ilmu bagi anak muda. Hal ini sesuai dengan keinginan Remy agar generasi muda rajin membaca karena ini adalah pintu segala ilmu pengetahuan.
Dalam kesempatan yang sama, penulis Debra Yatim mengatakan, Remy Sylado melalui karya-karyanya berhasil memberi dampak pada pemikiran bangsa, terutama di era 1970-an. Hal itu terlihat lewat karyanya, seperti Puisi Mbeling dan cerita bersambung Orexas.
Menurut dia, karya Remy bisa membuka wacana satu generasi muda Indonesia. Mereka bisa membahas hal-hal tabu, seperti seksualitas. ”Ini bukan suatu pemberontakan, melainkan kita jadi diizinkan untuk mengarungi lautan kebebasan dalam berpikir,” ujar wartawan senior ini.
Sosok utuh
Dalam acara tersebut, beberapa seniman mementaskan sejumlah karya Remy. Ivan Nestorman menampilkan ”Jalan Tamblong” dan Tio Pakusadewo membawakan puisi Percakapan Rahasia. Sementara itu, Jose Rizal Manua mempersembahkan ”Lagu Terpendek di Dunia”.
Beberapa idola lawas turut melantunkan lagu untuk mengenang Remy. Penyanyi Ermy Kullit menyanyikan lagu ”He Ain’t Heavy, He’s My Brother” oleh The Hollies.
Ermy sempat memberikan kesaksian tentang pengaruh Remy di Jakarta. Kala itu, tahun 1970-an, ketika Ermy baru pindah ke Jakarta dari Manado, namanya belum tenar. Namun, gara-gara kerap ditulis Remy di media massa, banyak orang mengenal Ermy bahkan sebelum bertemu dia. Itulah yang antara lain membuat album Ermy laris di pasaran.
”Saya kenal Remmy dari tahun 1970-an waktu masih di Manado sebelum hijrah ke Jakarta. Remy itu seperti kakak bagi saya,” kata Ermy.
Setelah Ermy, penyanyi Connie Constantia turut menampilkan lagu ”Untuk Kita Renungkan” dari Ebiet G Ade.
Melalui sambutan dalam bentuk video, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan, Remy bukan hanya seorang sastrawan. Remy juga merupakan seorang sejarawan, ahli bahasa, seniman, dan budayawan.
”Apa yang dilakukan Remy untuk kebudayaan Indonesia luar biasa. Sudah sepatutnya kita mengenang Remy sebagai seorang yang utuh. Sebagai seorang remaja, saya tidak terlalu paham karya Remy, tetapi seiring bertambah usia saya jadi memahami humor, kritik, dan satir dalam karyanya,” ucap Hilmar.
Remy Sylado meninggal pada 12 Desember 2022 setelah dua tahun menderita stroke. Lahir pada 12 Juli 1942 di Makassar, Sulawesi Selatan, nama asli Remy adalah Jubal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong. Nama Remy muncul dari intro lagu Beatles ”And I Love Her” yang bernada 23761 alias re mi si la do. (MHF)