Memproduksi konten berita berkualitas sejalan dengan upaya meningkatkan literasi masyarakat. Di era banjir informasi, jurnalisme yang mencerahkan semakin dibutuhkan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjalani bisnis media dengan sistem berlangganan berbayar memang tidak mudah di tengah derasnya arus informasi. Namun, langkah ini harus ditempuh untuk menghadirkan jurnalisme mencerahkan dengan konten berkualitas. Konten yang tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga mengedukasi masyarakat.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, membangun kesadaran masyarakat untuk membayar demi mengakses konten berita cukup menyulitkan. Namun, tanpa menerapkan sistem langganan premium berbayar, masa depan jurnalisme berkualitas di Indonesia akan terancam.
Sebab, jika perusahaan media hanya bergantung pada iklan, produk jurnalistik di era digital rentan mengarah pada click bait atau umpan klik. Dengan begitu, konten-konten yang sebatas viral akan semakin menjamur.
”Kualitas konten hal yang terpenting untuk membuat orang mau membayar (mengakses berita). Kualitas itu kadang-kadang harus melawan insting yang dulu (mengejar) viral dan populer,” ujarnya saat menghadiri HUT Ke-6 Kompas.id di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Model konten berita berbayar sudah diterapkan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Nadiem mencontohkan, pendapatan sejumlah media di Amerika Serikat meningkat cukup pesat setelah menerapkan skema berlangganan tersebut.
Hal ini dilakukan dengan menjaga kualitas konten berita. Pencapaian itu menumbuhkan harapan masa depan media tanpa berkompromi atau mengorbankan kualitas konten.
Nadiem berharap, Kompas.id yang merupakan platform digital model berlangganan harian Kompas mampu menjalankan jurnalisme berkualitas. Selain itu, menjaga keseimbangan pemberitaan, termasuk mengangkat cerita inspiratif dari berbagai sektor, seperti swasta, pendidikan, pemerintahan, seni, dan masyarakat sipil.
”Hal itu sama pentingnya dengan mengkritik. Namun, jika masyarakat tidak diberikan harapan dari pemimpinnya, itu juga mencederai identitas kita sebagai bangsa,” katanya.
Memproduksi konten berkualitas pun sejalan dengan upaya meningkatkan literasi masyarakat, khususnya siswa. Nadiem menuturkan, literasi merupakan komponen terpenting dari program Merdeka Belajar yang sedang berjalan saat ini.
Ia menceritakan pengalaman mengunjungi perpustakaan sekolah di sejumlah daerah. Pada umumnya, buku-buku bertumpuk dan berdebu karena jarang digunakan. Selain itu, banyak buku yang topiknya tidak berhubungan dengan minat siswa.
Untuk mengatasi kelangkaan buku bermutu yang sesuai minat siswa, Kemendikbudristek telah mendistribusikan sekitar 15 juta eksemplar dari 716 judul buku disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20.000 pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar pada 2022. Distribusi buku difokuskan pada sekolah-sekolah yang literasinya paling rendah, salah satunya di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan atau 3T.
Memproduksi konten berkualitas pun sejalan dengan upaya meningkatkan literasi masyarakat, khususnya siswa. Literasi merupakan komponen terpenting dari program Merdeka Belajar yang sedang berjalan saat ini.
Menurut Nadiem, upaya mendongkrak literasi tersebut juga berkaitan dengan peran media massa. ”Ini satu hal sangat sinkron dan saling melengkapi. Dengan berita berkualitas, konten yang bukan hanya informatif, tetapi edukatif, anak-anak dalam lima sampai 15 tahun ke depan diharapkan bisa membaca dengan kritis, punya akal sehat, dan mampu memecahkan masalah,” ujarnya.
Oleh sebab itu, media diharapkan juga menempatkan anak usia sekolah sebagai konstituen atau pembaca. Hal ini menjadi salah satu cara agar siswa belajar memahami isu-isu di sekitar mereka.
”Harapannya, ada fokus juga untuk generasi muda. Kompas.id dan Kompas punya peran penting dalam mengundang anak muda untuk berpartisipasi secara intelektual dan kritis di isu politik, ekonomi, dan lainnya,” ucapnya.
Rektor IPB University Prof Arif Satria mengatakan, kolaborasi berbagai pihak, termasuk jurnalisme dan sektor pendidikan, diperlukan untuk menghasilkan inovasi. Dengan demikian, lahir banyak inspirasi untuk kemajuan bangsa.
Stabilisator
Lewat jurnalisme mencerahkan, pembaca diharapkan bertambah pintar, semangat, dan peduli. Jadi, membaca berita bukan membuat masyarakat terprovokasi.
”Tugas jurnalisme adalah bagaimana menjadi stabilisator akal sehat. Tugas ini bisa dijalankan bersama kampus,” katanya.
Director of Public Affairs PT Djarum Mutiara Diah Asmara mengatakan, kolaborasi media dengan korporasi merupakan simbiosis mutualisme. Kolaborasi itu salah satunya bertujuan untuk memberantas penyebaran hoaks melalui literasi digital.
”Memelihara ekosistem digital yang semakin matang, bijak, dan mumpuni,” ujarnya.
Pemimpin Redaksi KompasSutta Dharmasaputra menuturkan, di tengah kian kompleksnya persoalan masyarakat, informasi yang dibaca oleh publik justru semakin sederhana. Padahal, keutuhan informasi sangat penting sebagai rekomendasi warga mengambil keputusan yang lebih baik. Informasi baik ibarat vitamin yang menyehatkan. Namun, dapat menjadi racun jika informasinya buruk.
”Izinkan Kompas mengampanyekan dan mencoba melakukan upaya untuk membuat jurnalisme berkualitas dengan mengupayakan serta mengoptimalkan seluruh metodologi jurnalistik yang dimiliki,” ujarnya.