Tingkatkan Kesiapsiagaan Tata Laksana Flu Burung di Fasilitas Kesehatan
Kewaspadaan penularan flu burung perlu ditingkatkan dengan memperkuat upaya pencegahan, surveilans, penanganan, dan kesiapsiagaan terhadap penyakit tersebut. Tata laksana penanganan kasus perlu kembali diperkuat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan virus flu burung semakin berkembang di tingkat global. Meski begitu, penularan pada manusia hingga kini masih tergolong rendah. Kewaspadaan tetap harus ditingkatkan dengan memastikan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan dalam menangani kasus.
Ketua Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan dalam seminar daring bertajuk ”Kewaspadaan Penyakit Flu Burung H5N1”, di Jakarta, Jumat (3/3/2023), mengatakan, kejadian luar biasa (KLB) flu burung yang dilaporkan pada hewan di Indonesia saat ini masih terkendali. Penularan virus flu burung dari hewan ke manusia pun sebenarnya tidak mudah.
”Namun, karena situasi sangat dinamis, kita tetap perlu waspada. Upaya pencegahan harus tetap ditingkatkan. Selain itu, tenaga kesehatan pun diharapkan bisa kembali meningkatkan kesiapsiagaan dalam tata laksana flu burung di masyarakat,” tuturnya.
Merujuk pada Pedoman Penanggulangan Flu Burung yang diterbitkan Kementerian Kesehatan, seseorang dinyatakan terkonfirmasi flu burung H5N1 apabila hasil PCR H5 menunjukkan hasil positif. Dari hasil pemeriksaan, pasien biasanya akan mengalami peningkatan titer antibodi netralisasi untuk H5N1 lebih dari empat kali lipat. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke-14 atau setelah gejala muncul mencapai lebih dari 1/80.
Adapun gejala klinis yang muncul akibat penularan flu burung H5N1 pada manusia, antara lain, demam lebih dari 38 derajat celsius, lemas, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri otot, nyeri perut, nyeri dada, dan diare. Pada kondisi yang lebih buruk, pasien bisa mengalami pneumonia berat dan sindrom distres pernapasan akut. Jika berlanjut hingga gagal napas, pasien akan membutuhkan bantuan pernapasan lewat ventilator mekanik.
”Gejala flu burung mirip dengan Covid-19. Akan tetapi, salah satu ciri khas H5N1 adalah ada riwayat pajanan dengan unggas mati, unggas sakit, unggas yang terkonfirmasi positif H5N1, atau pada orang yang juga terkonfirmasi. Jadi perlu tanya riwayat tersebut pada orang dengan kecurigaan flu burung,” tutur Erlina.
Namun, karena situasi sangat dinamis kita tetap perlu waspada. Upaya pencegahan harus tetap ditingkatkan. Tenaga kesehatan pun diharapkan bisa kembali meningkatkan kesiapsiagaan dalam tata laksana flu burung di masyarakat.
Diagnosis
Erlina menyampaikan, diagnosis pasien H5N1 flu burung bisa dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik, tenaga kesehatan bisa menilai tanda vital yang ditunjukkan pasien, seperti demam, laju nadi, dan laju napas. Selain itu, temuan lain pada pemeriksaan fisik dapat berupa kebiruan (sianosis) pada bibir, ruam kemerahan, mata merah dan berair, serta mukosa tenggorok berwarna kemerahan.
Sementara pada pemeriksaan penunjang, diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan salah satu pemeriksaan antara RT PCR (real time polymerase chain reaction), kultur virus, atau pemeriksaan antibodi spesifik H5. Spesimen untuk pemeriksaan bisa didapatkan melalui tes usap nasofaring, serum darah, tes usap dubur pada kasus anak, atau feses pada pasien yang mengalami diare. Pemeriksaan penunjang lain yang juga bisa dilakukan yakni melalui pemeriksaan foto toraks.
”Jika diagnosis sudah ditegakkan, tata laksana flu burung bisa segera diberikan. Tata laksana flu burung bisa dilakukan dengan pemberian antivirus, seperti oseltamivir atau zanavir atau peramivir, terapi oksigen jika ada sesak, serta pemberian obat simptomatik untuk mengatasi gejala. Ventilator mekanik bisa digunakan jika pasien mengalami gagal napas,” tutur Erlina yang juga merupakan staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSUP Persahabatan.
Kewaspadaan
Erlina mengatakan, masyarakat diharapkan tidak panik terhadap risiko penularan flu burung. Kewaspadaan bisa dilakukan dengan memastikan upaya pencegahan sudah dilaksanakan dengan baik. Pastikan untuk mencegah kontak langsung dengan unggas yang sakit atau mati mendadak. Saat membersihkan kandang unggas juga sebaiknya memakai sarung tangan dan masker.
Upaya pencegahan penularan Covid-19 melalui 3M harus kembali diterapkan dengan baik, yakni mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak dari orang atau hewan yang sakit. Masyarakat pun diharapkan tidak perlu khawatir mengonsumsi ayam dan telur. Penularan flu burung bisa dicegah dengan memastikan bahan makanan yang dikonsumsi sudah dimasak dengan matang.
”Apabila memiliki gejala ILI (influenza-like-illness) setelah kontak dengan unggas terinfeksi dalam 10 hari terakhir, periksakan diri ke dokter atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dan segera lakukan isolasi diri sampai terbukti tidak terjangkit flu burung,” ujar Erlina.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama mengatakan, kondisi penularan flu burung H5N1 yang saat ini dilaporkan di beberapa negara di dunia masih belum bisa diprediksi apakah akan meluas. Akan tetapi, kewaspadaan tetap diperlukan.
”Jangan sampai lengah karena mungkin saja bisa berakibat buruk bagi kesehatan masyarakat. Pandemi berikutnya bisa terjadi hanya kita tidak tahu kapan dan di mana serta apa penyakitnya. Namun, diprediksi kemungkinan pandemi disebabkan karena zoonosis, penyakit X, dan influenza. Itu sebabnya kita harus waspada pada H5N1,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi dalam sosialisasi kesiapsiagaan tata laksana penyakit flu burung H5N1 pada rumah sakit mengatakan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah upaya sebagai strategi pencegahan dan pengendalian flu burung. Strategi yang dilakukan akan berbasis pada pendekatan One Health.
Strategi tersebut meliputi upaya pencegahan, surveilans, penanganan kasus, promosi kesehatan, dan kesiapsiagaan. Dalam penanganan kasus terdiri dari manajemen tata laksana kasus suspek flu burung, memenuhi kebutuhan obat antiviral, menyiapkan rumah sakit rujukan flu burung, menyiapkan laboratorium rujukan flu burung, dan meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan.
”Dalam penanganan flu burung kita perlu tekankan pada lima pilar, yaitu prevention, surveilans, penanganan, terapeutik, promosi, dan manajemen. Tata laksana pun perlu kita perkuat kembali agar penanganan bisa lebih baik,” kata Imran.