Wapres: Kerangka Sistem Ketahanan Bencana Menyeluruh Jadi Tuntutan
Wapres Ma’ruf Amin menilai dampak dan kerugian akibat bencana semakin menuntut adanya kerangka sistem ketahananan bencana menyeluruh yang didukung kapasitas kelembagaan pemerintah hingga keragaman skema pembiayaan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang tahun 2022, tercatat 3.544 kejadian bencana yang didominasi bencana hidrometeorologi berupa banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor di Indonesia. Keseluruhan bencana tersebut mengakibatkan ratusan korban jiwa, ribuan orang luka-luka, serta jutaan orang mengungsi. Bencana juga merusak puluhan ribu rumah serta menghancurkan fasilitas umum, baik fasilitas pendidikan, kesehatan, maupun peribadatan.
”Dampak dan kerugian akibat bencana yang kita alami semakin menuntut adanya kerangka sistem ketahanan bencana yang menyeluruh,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada penutupan Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Dampak dan kerugian akibat bencana yang kita alami semakin menuntut adanya kerangka sistem ketahanan bencana yang menyeluruh.
Sistem ketahanan bencana menyeluruh tersebut didukung kapasitas kelembagaan pemerintah, kemitraan dengan berbagai unsur, termasuk kolaborasi dengan komunitas internasional dan partisipasi masyarakat, penguatan sistem data, pemanfaatan teknologi, serta keragaman skema pembiayaan.
Terkait penanggulangan bencana, Wapres Amin menuturkan, Indonesia telah memiliki Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) Tahun 2020-2044 sebagai pedoman. Visi besar RIPB mewujudkan Indonesia tangguh bencana untuk pembangunan berkelanjutan menjadi tanggung jawab bersama.
Visi ini membuka potensi kerja sama antarunsur pentahelix untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan. ”Tangguh bencana berarti Indonesia mampu menahan, menyerap, beradaptasi, dan pulih dari segala macam bencana secara tepat waktu, efektif dan efisien, demi mempertahankan dan melanjutkan kinerja serta raihan prestasi Indonesia selama ini,” ujar Wapres Amin.
Pada kesempatan tersebut, Wapres Amin menuturkan sejumlah hal dalam upaya penanggulangan bencana di masa mendatang. Pertama, penguatan mitigasi bencana serta praktik-praktik penanggulangan bencana harus memperhatikan aspek keselamatan masyarakat dari risiko bencana. ”Untuk itu, ketahanan bencana diarahkan tidak hanya dengan memperkuat mitigasi struktural, tetapi juga mitigasi secara kultural,” katanya.
Kedua, perlunya peningkatan kerangka berpikir sadar bencana, termasuk dalam sisi pembiayaan, sehingga terjadi kolaborasi pembiayaan bencana, baik dari sektor privat atau dunia usaha, maupun sektor publik atau pemerintah. Ketiga, semua unsur terkait agar terus menjaga komitmen penanggulangan bencana. Mitigasi hulu ke hilir harus diperkuat untuk menekan dampak kerugian akibat kejadian bencana.
”Utamanya, saya meminta komitmen semua unsur dalam menegakkan aturan di bidang kebencanaan. Aturan ini meliputi aturan untuk tidak lagi membangun di wilayah zona merah, aturan untuk menindak pelaku pembakaran hutan, dan aturan untuk melayani masyarakat berdasarkan Standar Nasional Indonesia dalam penanggulangan bencana,” kata Wapres Amin.
Selanjutnya, desentralisasi penyelenggaraan penanggulangan bencana bernilai penting sehingga perlu integrasi pengelolaan risiko bencana bagi daerah dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah dan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Terakhir, sebagai ujung tombak penyelenggaraan penanggulangan bencana, pemerintah daerah perlu membangun modal sosial masyarakat untuk mendorong kemandirian dalam mengurangi risiko bencana. ”Untuk itu, penerapan Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana harus dioptimalkan,” ujar Wapres Amin.
Oleh karena itu, pelayanan prima untuk melindungi masyarakat, termasuk dari risiko bencana, adalah prioritas kita.
Menurut Wapres Amin kehadiran negara adalah untuk menjadi pelayan masyarakat. ”Oleh karena itu, pelayanan prima untuk melindungi masyarakat, termasuk dari risiko bencana, adalah prioritas kita. Seluruh unsur pentahelix agar berupaya optimal dalam melakukan mitigasi sebelum bencana terjadi, dan berkolaborasi dalam penanggulangannya jika bencana sudah telanjur terjadi,” katanya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Suharyanto menuturkan, pada rapat koordinasi nasional kali ini sejumlah menteri, Panglima TNI, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Wakil Ketua Komisi VIII DPR memberikan arahan. ”Harapannya tahun 2023 dan tahun-tahun yang akan datang, terkait penanganan bencana, harus lebih baik lagi,” katanya.
Suharyanto menuturkan ada sejumlah kelemahan yang disampaikan oleh para pejabat tersebut, di antaranya adalah sinergi dan kolaborasi di tingkat daerah dan di pusat yang masih perlu ditingkatkan lagi. Selain acara rapat koordinasi nasional, pada kesempatan sama digelar pula pameran industrialisasi kebencanaan yang menonjolkan komponen dalam negeri pada perangkat dan peralatan.