Belanja Operasional Lebih Besar dari Pendanaan Riset
Tahun ini BRIN memiliki anggaran sebesar Rp 6,38 triliun. Sebesar 64 persen atau sekitar Rp 4,05 triliun dari jumlah anggaran tersebut digunakan untuk kegiatan operasional dan sisanya untuk keperluan teknis riset.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Evaluasi program sejumlah lembaga penelitian terdahulu telah menurunkan total anggaran Badan Riset dan Inovasi Nasional. Setelah evaluasi dan konsolidasi dilakukan, mayoritas anggaran riset BRIN tersebut difokuskan untuk belanja operasional dan penyediaan atau peningkatan kapasitas infrastruktur.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengemukakan, tahun ini BRIN memiliki anggaran Rp 6,38 triliun. Sebesar 64 persen atau sekitar Rp 4,05 triliun di antaranya digunakan untuk kegiatan operasional seperti gaji pegawai dan langganan jurnal. Sementara sisanya, yakni anggaran riset, sebesar Rp 2,3 triliun ditujukan untuk keperluan teknis seperti pendanaan riset dan inovasi serta penyediaan infrastruktur.
”Banyak kementerian/lembaga yang sudah mengalihkan anggarannya saat mereka mengetahui akan ada integrasi lembaga riset. Tahun ini total anggaran riset untuk kementerian/lembaga mencapai Rp 10 triliun dan yang masuk ke BRIN Rp 6,38 triliun,” ujarnya dalam diskusi media di kantor BRIN, Jakarta, Jumat (24/2/2023).
Menurut Handoko, anggaran operasional di semua lembaga riset memiliki komposisi yang lebih besar dibandingkan anggaran untuk keperluan teknis. Hal ini dilakukan untuk menjamin sumber daya manusia yang unggul dan menjamin kesejahteraan di lembaga riset tersebut.
Permasalahan utama kita itu belum mampu meningkatkan pendanaan riset dari non-pemerintah. Inilah masalah fundamental yang perlu dipecahkan oleh BRIN.
Sampai saat ini, BRIN juga telah menyediakan dan meningkatkan kapasitas infrastruktur riset strategis. Beberapa di antaranya Laboratorium Terpadu Riset Oseanografi (Laterio), kapal riset penjelajah samudra, laboratorium genomik, dan laboratorium bioproduk terintegrasi (integrated laboratory of bioproduct/iLab).
Saat awal pembentukan BRIN, Handoko menyebut bahwa pihaknya terlebih dahulu melakukan konsolidasi program riset dan inovasi serta SDM dari sejumlah kementerian/lembaga penelitian. BRIN juga melakukan evaluasi seluruh kegiatan yang diklaim sebagai program riset dan inovasi agar meningkatkan efisiensi anggaran.
Kemudian pada 2022, BRIN fokus menata program dan memperbaiki tata kelola riset sertameningkatkan kapasitas dan kompetensi riil periset. Pada saat yang sama, normalisasi pembiayaan dilakukan sehingga ke depan rasionalitas maupun justifikasi kemampuan pelaksanaan program riset dan inovasi dapat dipertanggungjawabkan.
”Secara umum, dari evaluasi dan konsolidasi infrastruktur riset ini terjadi efisiensi anggaran. Dulu, infrastruktur riset dikelola lembaga masing-masing dan sekarang dipusatkan ke BRIN. Melalui pola dan ketersediaan anggaran ini, BRIN tetap bisa memfasilitasi periset,” tuturnya.
Handoko menekankan, pencapaian persentase anggaran bukan tujuan utama BRIN karena ini hanya sebuah indikator input dari kegiatan riset. Namun, tujuan utama atau output dibentuknya BRIN yaitu meningkatkan produktivitas periset.
Handoko mengakui, anggaran setelah peleburan sejumlah lembaga riset ke BRIN memiliki porsi yang kecil. Padahal, porsi standar anggaran riset dan inovasi dari Bank Dunia ialah 1 persen dari produk domestik bruto (PDB) suatu negara.
Selain itu, praktik terbaik anggaran riset dari pemerintah seharusnya hanya memiliki porsi sebesar 20 persen dan 80 persen lainnya berasal dari swasta atau non-pemerintah. Hal ini perlu dilakukan karena riset sebenarnya merupakan penopang utama aktivitas ekonomi.
”Permasalahan utama kita itu belum mampu meningkatkan pendanaan riset dari non-pemerintah. Inilah masalah fundamental yang perlu dipecahkan oleh BRIN. Hal yang paling krusial yaitu BRIN harus menjadi penggerak untuk menumbuhkan riset dan pengembangan di swasta khususnya industri,” ujarnya.
Skema pembiayaan
Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRINAjeng Arum Sari dalam keterangan tertulis mengatakan, BRIN mempunyai tiga tugas dan fungsi yakni sebagai pelaksana jalannya riset dan inovasi,pendukung kebijakan, serta penyedia anggaran. BRIN juga membuat skema pembiayaan risetsebagai salah satu bentuk fasilitas kepada semua pihak.
Ajeng menuturkan, saat ini terdapat beberapa skema pendanaan riset yang berjalan. Salah satunya, skema riset dan inovasi untuk Indonesia maju dengan menggunakan dana imbal hasil yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Selain itu, BRIN juga memiliki skema fasilitasi hari layar yang memanfaatkan kapal riset Baruna Jaya.Kemudian terdapat juga skema pendanaan ekspedisi dan studi lapangan untuk mengeksplorasi di daerahdan beberapa skema lainnya.
Sementara skema pembiayaan riset dan inovasi pendanaan bersama (joint funding) pada dasarnya merupakan kerja sama pembiayaan terhadap kegiatan riset yang dianggap paling strategis di daerah. Skema ini juga disiapkan untuk kegiatan riset yang memerlukan penggunaan berbagai fasilitas riset yang tidak dimiliki atau belum tersedia di daerah.
”Skema pembiayaan ini diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk dapat memajukan riset dan inovasi di daerah melalui kolaborasi dengan BRIN. Skema ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi daerah dalam mengatasi kebutuhan anggaran riset di daerahnya,” kata Ajeng.
Sebagai lembaga yang bertugas menyediakan anggaran riset, seluruh SDM iptek maupun fasilitas riset di BRIN tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh periset BRIN. Namun, semua fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan pihak luar, seperti perguruan tinggi, perusahaan rintisan (start up), maupun industri.
Fokus anggaran BRIN untuk peningkatan operasional pegawai ini juga sejalan dengan pandangan Penasihat Senior Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Yanuar Nugroho. Menurut Yanuar, dengan anggaran yang dimiliki, BRIN bisa fokus memberikan jenjang karir dan remunerasi bagi para peneliti.
”BRIN juga harus memperjuangkan fasilitas dan sarana penelitian mulai dari pendanaan riset yang tidak mengikuti timeline keuangan negara. Kemudian mekanisme akuntabilitas pendanaan riset harus mengikuti timeline riset itu sendiri,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro memandang anggaran BRIN seharusnya diutamakan untuk kegiatan riset (Kompas.id, 18/7/2022).