Profesionalisme Kerja Jurnalistik Pulihkan Kepercayaan Publik
Badai disrupsi digital tak cuma mengguncang bisnis media, tetapi juga mendegradasi konten berita yang terjebak dalam ”penjara” algoritma platform global. Konten berkualitas semestinya tetap menjadi napas media massa.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·5 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Telpon seluler saat ini tidak hanya sebatas alat komunikasi, tetapi juga sebagai sumber informasi dari berbagai media daring, Kamis (3/9/2020). Sebagian besar media cetak pun saat ini juga mulai berpindah menjadi media daring untuk mengikuti perkembangan zaman.
Disrupsi digital telah mengubah pola menyajikan dan mengakses informasi. Banyak media massa daring beradu kecepatan dalam mengunggah berita demi mengejar trafik. Tak jarang hal ini justru menyebabkan berita kurang akurat, minim verifikasi, dan tidak berimbang sehingga rentan menggerus kepercayaan publik. Profesionalisme wartawan dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik sangat dibutuhkan untuk memulihkan kepercayaan publik itu.
Media tak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi. Masyarakat dapat mengaksesnya lewat berbagai platform, salah satunya media sosial. Namun, hal ini menghadirkan masalah baru karena memicu penyebaran hoaks atau kabar bohong semakin masif.
Selain itu, masih ditemukan berita yang tidak berimbang, sadistis, dan memunculkan nuansa kecabulan. Hal ini memengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas produk jurnalistik tersebut.
”Tingkat kepercayaan publik kepada media hanya dapat pulih apabila insan pers mampu bekerja secara profesional. Caranya, berpegangan pada kode etik jurnalistik (KEJ),” ujar Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (7/2/2023).
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu (berdiri) menghadiri seminar Seruan Pers dari Sumatera Utara: Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Medan, Sumut, Selasa (7/2/2023).
Menurut Ninik, selain akurasi, yang juga penting dibenahi media adalah aspek keberimbangan informasi serta penghormatan atas hak cipta dengan tidak melakukan plagiat. Media yang bekerja secara profesional tentu akan terlebih dahulu memverifikasi dan menguji informasi sehingga akurasi tetap terjaga.
”Media siber yang hanya memprioritaskan kecepatan, tapi tidak disiplin melakukan uji informasi inilah yang kemudian membuat karya jurnalistik tidak akurat sehingga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada media siber,” ujarnya.
Pentingnya meningkatkan akurasi pemberitaan itu juga tergambar dalam temuan survei Kompas (25 Januari-4 Februari 2023) kepada 1.202 responden di 38 provinsi. Sebesar 31,6 responden menilai yang paling perlu diperbaiki oleh media untuk kebutuhan masyarakat saat ini adalah meningkatkan akurasi informasi agar tidak menyebarkan informasi yang salah.
Sebanyak 15,9 persen menjawab pemberitaan harus lebih berimbang dan 15,4 persen harus bisa independen atau tidak dipengaruhi kepentingan publik. Jadi, proses kurasi sangat krusial sehingga akurasi berita dapat dipertanggungjawabkan.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Kamera wartawan televisi disiapkan di depan lobi Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11/2020). Mereka menunggu KPK memberikan keterangan terkait operasi penangkapan sejumlah pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait dugaan korupsi ekspor benur.
”Penanggung jawab/pemimpin redaksi sebagai pihak yang memiliki kompetensi utama harus sepenuhnya memastikan pemenuhan KEJ, termasuk akurasi di setiap berita yang akan diterbitkan,” katanya.
Hasil survei juga menunjukkan 70,2 persen responden mengaku masih memercayai pemberitaan di media arus utama, seperti televisi, surat kabar cetak, radio, dan berita daring. Sementara itu, 19,9 persen responden menjawab tidak percaya terhadap pemberitaan di media arus utama.
Menurut Ninik, pihak yang kerap melanggar KEJ dengan menyebarkan informasi hoaks merupakan penumpang gelap kemerdekaan pers. Jika dibiarkan, hal ini akan menggoyahkan sendi-sendi kemerdekaan pers yang selama ini dijaga oleh pers profesional.
Yang tak kalah penting, menjaga independensi ruang redaksi dari campur tangan pihak mana pun, termasuk pemilik media. Di sini profesionalisme pers diuji, bahkan apabila harus berhadapan dengan kepentingan bisnis perusahaan pers.
Hasil survei juga menunjukkan 70,2 persen responden mengaku masih memercayai pemberitaan di media arus utama, seperti televisi, surat kabar cetak, radio, dan berita daring. Sementara itu, 19,9 persen responden menjawab tidak percaya terhadap pemberitaan di media arus utama.
”Tingkat kepercayaan masyarakat tentu tidak akan pulih apabila hanya disodorkan jargon bahwa pers bekerja profesional, tetapi tidak disertai pembenahan oleh segenap insan pers untuk menunjukkan profesionalismenya,” ujarnya.
Tantangan media massa memulihkan kepercayaan publik semakin genting menjelang Pemilu 2024. Pers dan jurnalis rentan terbawa dalam situasi tarik-menarik kepentingan.
Padahal, dalam menjalankan fungsi kontrol sosial, independensi media bukanlah sesuatu yang bisa ditawar. Sebab, itulah landasan pers dalam menjaga demokrasi serta berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Ninik menyampaikan, saat kepemilikan media berkelindan dengan partai politik, sering kali ruang redaksi menjadi tidak steril dari intervensi pemilik media. Profesionalisme media diuji dalam mempertahankan independensi di hadapan pemilik media. Sebaliknya, apakah pemilik media menghormati kewajiban redaksi untuk tetap independen.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono memberi keterangan kepada wartawan seusai pertemuan di Kantor DPP Partai Nasdem, Nasdem Tower, Jakarta, Kamis (23/6/2022).
”Media yang partisan tentu akan merugikan masyarakat yang berhak atas informasi utuh, bukan hanya informasi yang disajikan untuk kepentingan popularitas pihak tertentu,” katanya.
Perbaikan ekosistem
Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad mengatakan, pers Indonesia dalam kondisi darurat. Ekosistem media saat ini tidak bisa dikendalikan oleh pers karena distribusinya didominasi oleh platform global.
Kondisi ini memengaruhi banyak hal, termasuk kualitas konten karya jurnalistik. Banyak media mengejar umpan klik atau clickbait karena mengikuti pola distribusi yang dikendalikan platform tersebut.
”Hal ini sudah hampir 10 tahun. Kita harus kembali ke jurnalisme berkualitas dengan memperhatikan kualitas produksi berita,” ujarnya dalam dalam diskusi ”Mau Dibawa ke Mana Industri Pers Kita?”, Sabtu (4/2/2023).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Pengacara Putri Candrawathi, istri Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Arman Hanis (berjas hitam), dan rekannya mendatangi Dewan Pers di Jakarta, Jumat (15/7/2022). Tim pengacara Putri Candrawathi itu mendatangi Dewan Pers untuk berkonsultasi terkait pemberitaan kasus baku tembak antara ajudan Ferdy Sambo di kediamannya yang menyebabkan salah satu di antaranya meninggal.
Menurut Arifin, diperlukan regulasi untuk membangun ekosistem media yang lebih baik. Oleh karena itu, platform global juga diajak untuk membangunnya bersama pemerintah dan media.
”Tanpa kita sadari, ekosistem saat ini memberikan dampak buruk yang luar biasa. Bahkan, kalau dibiarkan, dampak buruknya eksponensial,” ucapnya.
Menurut dosen Akademi Televisi Indonesia (ATVI), Jakarta, Agus Sudibyo, persaingan platform digital dengan media tidak seimbang. Dalam belanja iklan digital, misalnya, sebesar 70 persen dikuasai dua perusahaan asing, Google dan Facebook. Sementara ribuan media massa nasional dan lokal memperebutkan 30 persen belanja iklan digital yang tersisa.
Pengembangan model bisnis di luar platform digital sangat penting. Ketergantungan yang terlalu besar pada iklan programatik justru mesti dihindari.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong menyebutkan, pemerintah telah menyiapkan draf regulasi publisher rights atau hak penerbit. Regulasi itu akan mengatur hubungan antara platform digital dan media (penerbit) dalam hal ekonomi.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong menghadiri seminar dan bedah buku Media Massa Nasional Menghadapi Disrupsi Digital karya Agus Sudibyo di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
”Regulasi tersebut bertujuan agar ekosistem media di Indonesia dapat seimbang dan berkelanjutan,” ujarnya di Medan.
Draf regulasi telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Pihaknya saat ini masih menunggu respons atau jawaban Presiden.
Usman mengatakan, Presiden akan menyampaikan jawaban atau responsnya mengenai draf tersebut dalam puncak HPN 2023 pada 9 Februari. ”Presiden akan menyampaikan pendapatnya mengenai draf regulasi tersebut,” ujarnya.
Badai disrupsi digital tak cuma mengguncang bisnis media, tetapi juga mendegradasi konten berita yang terjebak dalam ”penjara” algoritma platform global. Konten berkualitas semestinya tetap menjadi napas media massa dalam memandu masyarakat agar tak tersesat mengarungi tsunami informasi.