Deteksi Dini Kanker Payudara Bisa Tekan Biaya Pengobatan
Biaya pengobatan kanker payudara cenderung bervariasi tergantung fasilitas kesehatan, ketersediaan dokter, dan kebutuhan terapi pasien. Namun, seluruh biaya dapat lebih murah apabila kanker payudara ditangani sejak dini.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Deteksi dini dapat membuktikan seseorang terdiagnosis kanker payudara saat stadium awal. Semakin awal kanker payudara terdeteksi, maka kian sedikit pula biaya pengobatan yang harus dikeluarkan pasien. Selain biaya, tingkat kesembuhan pasien juga akan lebih tinggi saat ditangani pada stadium awal.
Berdasarkan Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi), biaya minimal operasi pengangkatan payudara stadium awal di rumah sakit swasta menengah di Jakarta sebesar Rp 30 juta hingga Rp 40 juta. Jumlah ini bervariasi bergantung pada lokasi, jenis rumah sakit, ketersediaan fasilitas, dokter, dan kebutuhan terapi pasien. Pengobatan kanker payudara dibiayai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan apabila pasien tercatat sebagai peserta.
Chief Operating Officer Rumah Sakit Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Semanggi Edy Gunawan mengatakan, biaya pengobatan kanker payudara pada stadium awal (I dan II) cenderung lebih murah karena terapi yang dilakukan sedikit. Namun, biaya yang dikeluarkan juga disesuaikan lagi dengan kebutuhan setiap individu.
”Terapi ini, antara lain, kemoterapi, radioterapi, brakiterapi, dan operasi lainnya. Kombinasi antarterapi juga berbeda-beda pada setiap pasien sehingga kisaran biaya yang dibutuhkan juga beragam,” ujar Edy dalam konferensi pers Hari Kanker Sedunia 2023 di Rumah Sakit Siloam Semanggi, di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Merujuk data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, angka kasus baru kanker payudara di dunia lebih dari 2,2 juta kasus dengan 684.996 kematian. Di Indonesia, terdapat 65.858 kasus baru kanker payudara dengan jumlah kematian 22.430 orang. Di antara semua jenis kanker, kanker payudara merupakan jenis kanker yang banyak dialami masyarakat.
Salah seorang penyintas kanker payudara dari komunitas Samudera Kasih, Lily (48), bercerita, dirinya terdeteksi kanker payudara pada 2013. Padahal, keluarganya tidak memiliki riwayat kanker dan Lily rutin menjaga pola hidup sehat.
Pada saat itu dia dan rekan-rekannya melakukan pemeriksaan dengan USG. Hasil pemeriksaan menunjukkan ada benjolan padat berukuran 1 sentimeter pada payudara bagian kirinya. Lily pun didiagnosis kanker payudara stadium awal. ”Karena terdeteksi sejak dini, saya tidak perlu kemoterapi, hanya radioterapi sebanyak 25 kali,” katanya.
Pada 2018, saat pemeriksaan rutin, muncul benjolan padat berukuran 0,5 sentimeter. Benjolan ini tidak bisa diidentifikasi kecuali melakukan deteksi dini. Kanker payudara kedua Lily mengharuskannya untuk mastektomi dan kemoterapi. Deteksi dini, bagi Lily, memungkinkannya untuk mengatur biaya dan menentukan rekomendasi penanganan yang tepat.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi di RS MRCCC Siloam Semanggi, Jeffry Beta Tenggara, menuturkan, deteksi dini juga dapat menekan tingkat kematian dan keparahan kondisi pasien. Deteksi dini dilakukan dengan, antara lain, rutin memeriksa kondisi payudara sendiri (sadari), memeriksa payudara secara klinis (sadanis), melalui USG (ultrasonografi), dan mamografi.
Saat sudah terdeteksi mengidap kanker payudara, setiap pasien cenderung berbeda biaya pengobatannya. Untuk biaya operasi sekitar tiga kali biaya operator (tenaga kesehatan). Biaya operator ini juga berbeda, ada yang Rp 5 juta, Rp 7 juta, Rp 10 juta, Rp 15 juta, dan lainnya.
”Deteksi dini dapat dilakukan kapan saja, terutama bagi perempuan yang sudah mencapai pubertas dan keluarga yang memiliki riwayat kanker. Pemeriksaan melalui USG cenderung dilakukan pada usia muda, sedangkan mamografi dilakukan pada orang yang memasuki usia lanjut,” tutur Jeffry.
Kesintasan pasien kanker saat terdeteksi pada stadium I mencapai 100 persen, pada stadium II sebesar 93 persen, stadium III sebesar 72 persen, dan stadium IV hanya 22 persen. Penanganan pasien setiap stadium berbeda-beda dan dibahas secara multidisiplin antardokter spesialis.
Menurut dokter spesialis bedah onkologi di RS MRCCC Siloam Semanggi, Samuel J Haryono, selain deteksi dini, penapisan secara massal juga dibutuhkan. Ketika hasil penapisan terdeteksi kanker payudara, maka segera ditindaklanjuti. Hasil penapisan ini berbentuk skor poin dalam rentang 0-6. Poin nol menunjukkan tidak berisiko kanker payudara, sedangkan enam berpotensi kanker payudara ganas.
Hasil penapisan akan dikategorikan menjadi risiko rendah, menengah, dan tinggi. Ketiganya dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan menggunakan USG ataupun mamografi. Selain genetik, faktor risiko kanker payudara, di antaranya, perempuan berusia 35 tahun tetapi belum pernah melahirkan, tidak menyusui, serta gaya hidup tidak sehat. Faktor risiko ini dapat dimodifikasi untuk menurunkan potensi kanker payudara.
”Saat sudah terdeteksi mengidap kanker payudara, setiap pasien cenderung berbeda biaya pengobatannya. Untuk biaya operasi sekitar tiga kali biaya operator (tenaga kesehatan). Biaya operator ini juga berbeda, ada yang Rp 5 juta, Rp 7 juta, Rp 10 juta, Rp 15 juta, dan lainnya,” ungkap Ketua Peraboi Walta Gautama saat dihubungi.
Total biayanya, kata Walta, tidak ada yang pasti. Perbedaan kapasitas fasilitas kesehatan Indonesia bagian timur dan barat juga turut serta memengaruhi variasi biaya pengobatan. Kini, Peraboi sedang membuat standardisasi biaya minimal untuk pengobatan yang melingkupi jenis terapi, lama operasi, tenaga kesehatan, kemampuan fasilitas kesehatan, dan sebagainya.