Kenali Risiko dan Beragam Senjata Baru Melawan Kanker
Sejumlah terobosan dalam deteksi dan pengobatan kanker telah ditemukan. Namun, penyakit ini menjadi penyebab kedua kematian global. Hal ini karena risiko kanker terus meningkat akibat perubahan gaya hidup dan pola makan.

Petugas mengukur tekanan darah warga saat menerima pelayanan Pos Binaan Terpadu (Posbindu) RW 007 Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Senin (16/1/2023).
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, kanker telah menyumbang hampir 10 juta kematian pada tahun 2020, menjadikannya sebagai penyebab kematian satu dari enam orang secara global. Kemajuan ilmiah dan medis baru-baru ini telah menambahkan beberapa senjata baru untuk melawan kanker. Namun, penyakit kuno ini juga cenderung semakin berkembang karena perubahan gaya hidup kita.
Kanker dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang berbeda dan, seperti banyak penyakit lainnya, sebagian besar kanker adalah akibat paparan sejumlah faktor penyebab yang berbeda. Penting untuk diingat bahwa, meskipun beberapa faktor tidak dapat diubah, sekitar sepertiga kasus kanker dapat dicegah dengan mengurangi risiko perilaku dan pola makan.
Menurut Union for International Cancer Control (UICC), organisasi kanker internasional yang menginisiasi Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada 4 Februari 2023, beberapa faktor penyebab kanker yang tidak bisa diubah itu di antaranya usia. Banyak jenis kanker menjadi lebih umum seiring bertambahnya usia. Dengan usia harapan hidup manusia yang memanjang, semakin banyak paparan karsinogen dan semakin banyak waktu untuk perubahan atau mutasi genetik terjadi di dalam sel mereka.
Beberapa terobosan terbaru untuk melawan kanker juga semakin banyak ditemukan, itu termasuk terapi gen yang dipersonalisasi, skrining kecerdasan buatan, tes darah sederhana, dan vaksin.
Faktor berikutnya yang tidak bisa diubah adalah genetika. Beberapa orang terlahir dengan risiko tinggi yang diwariskan secara genetik untuk kanker tertentu. Ini tidak berarti dia akan mengembangkan kanker, tetapi kecenderungan genetik membuat penyakit lebih mungkin terjadi.

Misalnya, wanita yang membawa gen kanker payudara BRCA 1 dan BRCA 2 memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengembangkan bentuk kanker ini dibandingkan wanita dengan risiko kanker payudara normal. Namun, kurang dari 5 persen dari semua kanker payudara diketahui disebabkan oleh gen dan hal ini berlaku untuk kanker umum lainnya.
Faktor ketiga yang tidak dapat diubah adala sistem kekebalan. Orang yang memiliki sistem kekebalan yang lemah lebih berisiko terkena beberapa jenis kanker. Ini termasuk orang yang telah menjalani transplantasi organ dan minum obat untuk menekan sistem kekebalan mereka untuk menghentikan penolakan organ, ditambah orang yang mengidap HIV atau AIDS, atau kondisi medis lain yang mengurangi kekebalan mereka terhadap penyakit.
Faktor yang dapat dimodifikasi
Masih menurut UICC, beberapa faktor risiko kanker yang dapat dimodifikasi pada tingkat individu terutama terkait dengan makanan dan gaya hidup. Faktor pertama adalah alkohol yang terbukti dapat meningkatkan risiko enam jenis kanker, antara lain kanker usus (kolorektal), payudara, mulut, faring dan laring (mulut dan tenggorokan), esofagus, hati, dan lambung.
Baca juga: Pasien Kanker Payudara Cenderung Lambat Periksakan Diri
Berikutnya kelebihan berat badan atau obesitas. Kelebihan berat badan dikaitkan dengan peningkatan risiko terkena 12 jenis kanker, termasuk kanker pankreas. Secara umum, kenaikan berat badan yang lebih besar, terutama saat dewasa, dikaitkan dengan risiko kanker yang lebih besar.

Diet dan nutrisi, terutama daging merah, daging olahan, makanan asin, serta rendah buah dan sayuran, berdampak pada peningkatan risiko kanker, terutama kanker kolorektum, nasofaring dan lambung.
Aktivitas fisik yang kurang juga menjadi faktor risiko. Sebaliknya, aktivitas fisik secara teratur tidak hanya membantu mengurangi kelebihan lemak tubuh dan risiko kanker yang terkait dengannya, tetapi aktif secara fisik dapat membantu mengurangi risiko pengembangan kanker usus besar, payudara, dan endometrium.
Berikutnya, asap tembakau yang mengandung setidaknya 80 zat penyebab kanker yang berbeda (agen karsinogenik). Ketika asap dihirup, bahan kimia masuk ke paru-paru, masuk ke aliran darah dan diangkut ke seluruh tubuh.
Lihat juga: Mengupas Rokok Elektrik
Inilah sebabnya mengapa merokok atau mengunyah tembakau tidak hanya menyebabkan kanker paru-paru dan mulut, tetapi juga berhubungan dengan banyak jenis kanker lainnya. Penggunaan tembakau bertanggung jawab atas sekitar 22 persen kematian akibat kanker.

Kanker juga bisa dipicu radiasi pengion, termasuk radon, sinar-x, sinar gamma, dan bentuk lain dari radiasi energi tinggi. Paparan radiasi ultraviolet yang berkepanjangan dan tidak terlindungi dari matahari, lampu matahari, dan tanning bed juga dapat menyebabkan melanoma dan kanker kulit.
Beberapa orang berisiko terpapar zat penyebab kanker karena pekerjaan yang mereka lakukan. Misalnya, pekerja di industri pewarna kimia telah ditemukan memiliki insiden kanker kandung kemih yang lebih tinggi daripada biasanya. Asbes adalah penyebab kanker di tempat kerja, terutama kanker mesothelioma, yang paling sering menyerang selaput paru-paru.
Berikutnya, agen infeksi yang bertanggung jawab atas sekitar 2,2 juta kematian akibat kanker setiap tahunnya. Sekitar 70 persen kanker serviks, misalnya, disebabkan oleh infeksi Human papillomavirus (HPV), sedangkan kanker hati dan Limfoma Non-Hodgkin dapat disebabkan oleh virus hepatitis B dan C, dan limfoma terkait dengan virus Epstein-Barr.
Baca juga: Vaksinasi HPV Tidak Hanya untuk Mencegah Kanker Serviks
Infeksi bakteri belum pernah dianggap sebagai agen penyebab kanker di masa lalu, tetapi penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa orang yang memiliki infeksi Helicobacter pylori di perutnya mengalami peradangan pada lapisan perut, yang meningkatkan risiko kanker perut.
Pengobatan baru
Di tengah meningkatnya paparan faktor risiko, karena perubahan gaya hidup, beberapa terobosan terbaru untuk melawan kanker juga semakin banyak ditemukan, itu termasuk terapi gen yang dipersonalisasi, skrining kecerdasan buatan, tes darah sederhana, dan vaksin.
Obat imunoterapi, yang merangsang sistem kekebalan untuk melacak dan membunuh sel kanker, telah menjadi salah satu kemajuan terbesar dalam pengobatan kanker selama dekade terakhir. Dengan efek samping yang lebih ringan daripada kemoterapi, imunoterapi memiliki efek mendalam pada pengobatan beberapa jenis kanker.
Sebelum tahun 2010, tingkat kelangsungan hidup orang dengan kasus melanoma kanker kulit yang parah sangat rendah. Namun, berkat obat imunoterapi, beberapa pasien kini dapat hidup selama 10 tahun atau lebih. Namun, tidak semua tumor merespons imunoterapi, yang memiliki efek samping tersendiri.
Baca juga: Imunoterapi Menjadi Pilihan Pengobatan Kanker
Pierre Saintigny, ahli onkologi di pusat kanker Leon Berard Perancis, mengatakan bahwa berbagai jenis perawatan imunoterapi perlu digabungkan ”secerdas mungkin”. ”Dengan imunoterapi, kami telah naik satu tingkat dalam pengobatan kanker, tetapi langkah-langkah masih perlu diambil untuk semua pasien yang tidak mendapat manfaat darinya,” katanya, menambahkan.

Selain imunoterapi, terapi CAR-T dinilai memiliki prospek menjanjikan di masa depan. Terapi ini melibatkan pengambilan sel-T dari darah tiap-tiap pasien dan memodifikasinya di laboratorium. Kemudian sel-T, yang merupakan bagian dari sistem kekebalan, disuntikkan kembali ke pasien, yang baru dilatih untuk menargetkan sel kanker.
Teknik lain yang disebut Allogeneic CAR-T melibatkan pengambilan sel dari orang sehat yang berbeda. Sejauh ini, terapi CAR-T terutama efektif melawan beberapa jenis leukemia, tetapi prosesnya sangat mahal.
Sementara untuk deteksi, program komputer yang menggunakan kecerdasan buatan (artificial inteligent/AI) telah terbukti dapat mengidentifikasi kanker otak dan payudara dari pemindaian rutin dengan lebih akurat daripada manusia. Dengan penelitian AI yang berkembang pesat di berbagai bidang, diharapkan memainkan peran yang meningkat dalam cara lain untuk mendiagnosis kanker.
Baca juga: Imunoterapi Berikan Harapan bagi Penderita Kanker
”Berkat kecerdasan buatan, kami akan dapat mengidentifikasi pasien mana yang dapat memperoleh manfaat dari pengobatan yang lebih singkat,” kata Fabrice Andre, ahli onkologi dari institut kanker Gustave Roussy Perancis. Ini berarti lebih sedikit efek samping bagi pasien, dan lebih sedikit beban pada sistem kesehatan.

Aktivitas di Rumah Pejuang Kanker Ambu di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (26/9/2022). Tempat ini merupakan rumah singgah tanpa biaya bagi penyintas kanker dari berbagai daerah di Indonesia.
Tes berikutnya yang juga menjanjikan adalah biopsi cair yang dapat mendeteksi kanker dalam DNA dari tes darah sederhana. Tes ini dinilai lebih mudah dan tidak terlalu invasif dibandingkan dengan biopsi tradisional yang memerlukan jaringan sederhana.
Pengujian yang lebih cepat dan lebih mudah akan membantu dokter mendeteksi dan bertindak melawan kanker sebelum memiliki kesempatan untuk menyebar. Teknik baru itu sekarang sudah digunakan di Amerika Serikat meskipun masih perlu disempurnakan karena masih banyak false positive-nya.
Senjata berikutnya adalah vaksin, yang sejauh ini sudah tersedia untuk melindungi dari human papillomavirus (HPV), yang menyebabkan kanker serviks, dan hepatitis B yang dapat menyebabkan kanker hati. Setelah beberapa dekade upaya yang gagal menuju vaksin kanker, harapan telah meningkat bahwa teknologi mRNA yang dipelopori untuk vaksin Covid-19 juga dapat mengarah pada terobosan kanker.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Aman dan Manjur untuk Penderita Kanker
Vaksin yang mengobati—bukan mencegah—kanker telah menjadi yang paling menjanjikan dalam pengembangannya ke depan. Pada bulan Desember, pembuat obat Moderna dan Merck mengumumkan hasil uji coba awal yang positif untuk vaksin mRNA yang dipersonalisasi untuk merawat pasien kanker kulit.
Teknik baru itu sekarang sudah digunakan di Amerika Serikat meskipun masih perlu disempurnakan karena masih banyak false positive-nya.
Dan bulan lalu, BioNTech farmasi Jerman mengatakan bahwa 10.000 orang di Inggris akan menjadi bagian dari uji coba vaksin kanker mRNA yang akan disesuaikan dengan tumor individu.
Dengan deretan terobosan dalam deteksi dan pengobatan ini, faktanya kanker masih menjadi momok mematikan dan penyebab kedua kematian secara global. Faktor perubahan gaya hidup dan pola makan dinilai dominan meningkatkan risiko kanker. Padahal faktor ini bisa diubah.