Penutupan Fasilitas Riset di Daerah Imbas Pengalihan Unit Kerja
Kegiatan riset dan pengamatan antariksa di laboratorium BRIN Pasuruan dihentikan. Pemberhentian operasi ini merupakan imbas dari pengalihan unit kerja dan pemusatan kawasan riset.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transisi peleburan sejumlah lembaga riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional kembali menjadi sorotan setelah beberapa fasilitas riset di daerah dilaporkan berhenti beroperasi. Penutupan fasilitas riset ini merupakan imbas pengalihan unit kerja dan diklaim tidak ada pemberhentian bagi para sivitas.
Salah satu fasilitas riset yang dilaporkan berhenti beroperasi adalah laboratorium pengamatan antariksa di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Pasuruan, Jawa Timur. Sebelum melebur dan berubah nama menjadi BRIN Pasuruan, fasilitas riset ini merupakan milik Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer (BPAA) di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Antariksa Nasional (Lapan).
Pemberhentian BRIN Pasuruan tertuang dalam nota dinas pada 30 Desember 2022 tentangpemberitahuan perpindahan lokasi kerja. Dalam nota dinas tersebut dijelaskan bahwa BRIN Pasuruan akan diubah menjadi kawasan kemitraan eksternal (KKE) dan nantinya akan dikelola bersama sejumlah mitra, termasuk pemerintah daerah maupun swasta.
Pemberhentian operasi fasilitas riset ini diinformasikan secara langsung oleh pengelola BRIN Pasuruan yang diunggah di sejumlah media sosial sejak 30 Januari 2023 lalu. Setelah 35 tahun beroperasi, BRIN Pasuruan menjadi salah satu fasilitas untuk observasi berbagai fenomena antariksa, seperti gerhana bulan dan matahari, termasuk pengamatan hilal guna menentukan awal bulan Ramadhan atau Syawal oleh Kementerian Agama.
Selain itu, BRIN Pasuruan juga menjadi satu dari 14 stasiun pengamatan ozon vertikal di seluruh dunia.Beberapa pelajar sekolah maupun mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi kerap menggunakan fasilitas di BRIN Pasuruan untuk keperluan edukasi, mulai dari pengamatan benda-benda langit hingga mengetahui konsentrasi ozon tertinggi di atmosfer.
Koordinator Laboratorium BRIN Pasuruan Dian Yudha Risdiantodalam keterangannya menyebut bahwa pemberitahuan terkait pemberhentian operasi BRIN Pasuruan dilakukan tanpa persiapan. Padahal, pemberhentian operasi salah satu fasilitas riset seharusnya diiringi dengan penyediaan fasilitas riset lainnya yang serupa.
Yudha mengakui bahwa 13 pegawai di BRIN Pasuruan yang 9 di antaranya merupakan peneliti diberikan opsi untuk memilih lokasi baru untuk bekerja. Namun, mereka hanya diberikan waktu 30 hari sejak surat dinas diterbitkan pada 30 Januari.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan BRIN Driszal Fryantoni, Senin (6/2/2023), menanggapi pemberhentian operasi BRIN Pasuruan ini. Menurut dia, dalam struktur organisasi BRIN saat ini, unit kerja BPAA sudah tidak ada. ”Semua sivitas kini beralih ke sejumlah pusat riset yang sesuai bidang atau kepakaran masing-masing di kawasan BRIN lainnya,” ujarnya.
Menurut Driszal, para sivitas atau peneliti di BRIN Pasuruan tersebut dapat beralih ke kawasan riset lainnya yang terdekat seperti di Surabaya, Purwodadi (Jawa Tengah), atau Bandung (Jawa Barat). Namun, para peneliti tersebut juga masih bisa menggunakan fasilitas riset dengan datang langsung ke kawasan riset khusus.
Pemusatan fasilitas
Sebelum pembentukan BRIN, kata Driszal, banyak kementerian maupun lembaga riset yang memiliki fasilitas dengan fungsi hampir serupa dan beririsan. Banyaknya fasilitas riset dengan fungsi yang sama, tetapi tersebar di sejumlah wilayah ini membuat utilitasnya menjadi sangat rendah karena hanya digunakan oleh kelompok tersebut.
Kondisi yang sama juga terjadi di fasilitas BRIN Pasuruan karena memiliki fungsi yang hampir serupa dengan fasilitas lainnya. Oleh karena itu, kegiatan pengamatan dan observasi keantariksaan kini akan dipusatkan di satu tempat atau pusat riset khusus, yakni Observatorium Nasional (Obnas) Timau, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Bila kita sudah memusatkan atau mendesentralisasikan (fasilitas riset) dengan membangun peralatan yang canggih ini nantinya bisa digunakan oleh siapa pun.
Obnas Timau sampai kini masih dalam tahap pembangunan dan ditargetkan selesai bulan ini. Fasilitas riset ini akan memiliki teleskop terbesar di Asia Tenggara dengan diameter optik sepanjang 3,8 meter yang bisa digunakan untuk mengamati berbagai fenomena benda langit.
”Apabila kita sudah memusatkan atau mendesentralisasikan (fasilitas riset) dengan membangun peralatan yang canggih ini nantinya bisa digunakan oleh siapa pun. Di kawasan inilah yang akan dibangun infrastruktur terkait riset yang megah sehingga bisa dipantau juga utilitasnya,” katanya.
Driszal menekankan bahwa upaya ini jauh lebih efektif untuk memantau utilitas sebuah fasilitas riset. Ke depan, BRIN sebagai pengelola juga bisa meningkatkan kembali berbagai fasilitas apabila kawasan riset tersebut memiliki utilitas yang besar. Di sisi lain, BRIN juga bisa mengevaluasi jika salah satu kawasan riset memiliki utilitas yang rendah.