Jangan Takut Terdiagnosis Kanker
Kanker jangan menjadi momok bagi masyarakat. Kanker justru harus dicegah dengan berperilaku hidup yang sehat. Risiko yang semakin besar pun harus semakin meningkatkan kesadaran dalam deteksi dini.
Persentase pasien yang datang ke rumah sakit dengan stadium lanjut di Indonesia masih sangat tinggi. Sebanyak 60-70 persen pasien kanker datang pada stadium lanjut. Kondisi ini berbeda di negara maju. Jumlah pasien yang datang ke rumah sakit dengan stadium lanjut hanya 10-20 persen.
Rendahnya kesadaran untuk deteksi dini dan pemahaman yang salah mengenai penanganan kanker menjadi penyebab utamanya. Banyak masyarakat yang justru enggan melakukan pemeriksaan karena takut jika terdiagnosis kanker. Padahal, pasien kanker yang terdiagnosis pada stadium awal memiliki tingkat kesembuhan dan harapan hidup yang lebih tinggi.
”Pada kasus kanker paru, misalnya, setidaknya delapan dari sepuluh pasien bisa bertahan lebih dari satu tahun jika ditangani sejak stadium dini. Sementara jika sudah stadium lanjut, hanya dua dari sepuluh pasien yang bisa bertahan lebih dari satu tahun,” ujar Ronald A Hukom, Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam DKI Jakarta, dalam peringatan Hari Kanker Sedunia yang diadakan oleh Indonesian Cancer Information and Support Center Association (CISC) di Jakarta, Sabtu (4/2/2023).
Baca juga: Deteksi Dini dan Hidup Sehat Masih Jadi Kunci Utama Tekan Kanker
Untuk itu, kesadaran masyarakat dalam deteksi dini kanker harus ditingkatkan. Dengan deteksi dini, risiko perburukan hingga kematian akibat kanker bisa dicegah. Riset Kanker di Inggris pada 2014 menunjukkan, melalui program nasional dalam penapisan kanker payudara, serviks, dan usus besar, ribuan nyawa berhasil diselamatkan.
Kesadaran masyarakat dalam deteksi dini kanker harus ditingkatkan. Dengan deteksi dini, risiko perburukan hingga kematian akibat kanker bisa dicegah.
Setidaknya diperkirakan 5.000 nyawa bisa diselamatkan dengan penapisan kanker serviks. Adapun program yang berjalan di Inggris yakni penapisan kanker serviks untuk perempuan usia 25-49 tahun setiap tiga tahun sekali dan perempuan usia 50-64 tahun setiap lima tahun sekali.
Upaya deteksi dini kanker ini kian mendesak dengan kondisi tren kasus kanker yang semakin meningkat. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, kanker telah menempati peringkat kedua penyebab kematian tertinggi akibat penyakit tidak menular. Jumlah kasus yang dilaporkan pada 2020 sebesar 19,3 juta dengan angka kematian mencapai 10 juta kasus.
Jika tidak ada upaya pengendalian, kasus baru kanker diprediksi akan terus meningkat dan bertambah hingga 47 persen pada 2040. Kematian akibat kanker pun diperkirakan akan meningkat lebih dari 13,1 juta kasus pada 2030. Kejadian kanker akan lebih tinggi dua sampai tiga kali lipat di negara berkembang.
Usia muda
Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Kanker Dharmais Noorwati Sutandyo menyampaikan, kesadaran untuk melakukan penapisan kanker perlu diperluas pada kelompok usia muda. Peningkatan insidensi kanker di usia muda ditemukan di sejumlah negara.
Baca juga: Menekan Faktor Risiko Meningkatnya Kanker Payudara dan Kanker Paru
Tren peningkatan kasus tersebut terutama terjadi pada perempuan usia muda. Peningkatan kasus banyak dilaporkan pada kanker payudara, tiroid, dan paru. Di Jepang, kasus kanker payudara meningkat hingga 46 persen dari 1985 hingga 2010. Sementara penelitian di Eropa melaporkan kasus kanker pada usia muda meningkat 0,3 persen setiap tahunnya pada 2010-2019.
Fenomena tersebut juga dilaporkan di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar Indonesia menunjukkan insidensi kanker pada populasi berusia 25-34 tahun dari 0,9 persentil pada 2013 menjadi 1,2 persentil pada 2018.
Menurut Noorwati, globalisasi yang berdampak pada perkembangan dan perubahan gaya hidup di masyarakat turut berpengaruh meningkatkan insidensi kanker pada usia muda. ”Jumlah penyakit menular menjadi menurun, sedangkan penyakit tidak menular kian menjadi ancaman dan jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya, termasuk kanker,” katanya.
Perubahan gaya hidup tersebut juga meningkatkan faktor risiko dari kanker, khususnya faktor risiko yang bisa dicegah. Itu seperti merokok, konsumsi alkohol, paparan radiasi, konsumsi daging olahan, pola nutrisi yang tidak baik, kurangnya aktivitas fisik, serta polusi udara.
Rokok bertanggung jawab atas 20-30 persen dari semua jenis kasus kanker dan 90 persen untuk kasus kanker paru. Risiko kanker bertambah seiring dengan durasi dan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Perokok pasif pun memiliki risiko kanker yang hampir sama besarnya dengan perokok aktif.
Selain itu, merujuk pada kajian yang dilakukan oleh De Cicco dkk pada 2019 yang diakses dalam PubMed disebutkan, nutrisi nutrisi bertanggung jawab atas 35 persen dari kasus kanker, termasuk kanker payudara. Makanan olahan, daging merah, lemak hewani, dan gula tambahan berlebih dapat meningkatkan risiko kanker.
Noorwati menyampaikan, risiko kanker yang semakin besar di masyarakat akibat perubahan pola hidup tersebut patutnya semakin meningkatkan kewaspadaan masyarakat akan penyakit tersebut. Masyarakat harus paham jika diagnosis dini bisa menyelamatkan nyawanya dari ancaman kanker serta meningkatkan kualitas hidupnya.
Kondisi yang terjadi saat ini justru kesadaran mengenai kanker di masyarakat rendah. Belum lagi, program penapisan atau skrining yang tak memadai. Masyarakat juga banyak yang takut untuk berobat dan beralih mencari pilihan pengobatan alternatif. Selain itu, status sosio-ekonomi yang kurang juga memengaruhi.
”Sebagai konsekuensi, penanganan pada stadium lanjut menjadi semakin kompleks dan sulit. Kualitas hidup lebih rendah, membutuhkan biaya lebih besar dengan angka kesembuhan yang rendah. Permasalahan ini seharusnya dapat dievaluasi dan diantisipasi untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan bangsa,” tutur Noorwati.
Baca juga: Langkah Pemerintah Menanggulangi Kanker di Indonesia
Ia pun menyarankan agar skrining untuk kanker serviks dengan IVA dan pap smear perlu lebih digalakkan sampai ke kecamatan, seperti dengan posyandu. Kader posyandu diberikan pelatihan untuk dapat memberi pelajaran bagi ibu-ibu di desa melakukan Sadari (periksa payudara sendiri).
Praktik yang dilakukan di AS juga bisa dicontoh melalui pemeriksaan mamografi secara masif. Mamografi merupakan modalitas yang direkomendasikan untuk mendeteksi dini kanker payudara dan terbukti menurunkan angka kematian dari kanker tersebut.
”Dengan meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat melalui edukasi serta skrining kanker yang meluas, diharapkan angka kasus baru dan kematian akibat kanker akan menurun. Hal ini juga akan berguna untuk mengurangi kanker, terutama usia muda,” ujar Noorwati.
Ronald menambahkan, selain meningkatkan kesadaran akan deteksi dini, kapasitas penanganan kanker juga harus diperkuat. Sebab, sejumlah kasus yang ditemukan pada stadium dini tidak bisa segera mendapatkan tindakan karena terbatasnya layanan yang tersedia.
Ia menuturkan, pasien yang seharusnya bisa segera dioperasi karena masih dalam stadium dini harus menunggu hingga delapan bulan untuk mendapatkan tindakan karena antrean yang panjang bagi pasien program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Kondisi tersebut menjadi ironis sebab kanker memiliki tingkat progresivitas yang cepat. ”Tingkat mortalitas pasien kanker meningkat 1,2-3,2 persen per minggu. Jadi bayangkan jika harus menunggu delapan bulan, tingkat mortalitasnya akan meningkat signifikan. Tujuan dari deteksi dan penanganan dini menjadi tidak tercapai,” ujar Ronald.
Perluasan akses
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Kesehatan dan University of Texas MD Anderson Cancer Center, Jumat (3/2/2023), menyampaikan, pelayanan kanker di Indonesia akan terus ditingkatkan. Hal tersebut dilakukan secara komprehensif, mulai dari edukasi, pencegahan, deteksi dini, hingga terapi.
Pelayanan kanker diharapkan bisa merata di seluruh wilayah Indonesia. Ia pun menargetkan fasilitas radioterapi bisa tersedia di 34 provinsi. Selain itu, layanan kemoterapi juga bisa tersedia di 514 kabupaten/kota.
Hari Kanker Sedunia yang diperingati setiap 4 Februari ini menjadi momentum untuk memperkuat komitmen seluruh pihak dalam penanganan kanker di masyarakat. Risiko kanker semakin meningkat. Kasus baru dan kematian yang dilaporkan pun terus bertambah.
Kesadaran masyarakat untuk segera mengubah pola hidup menjadi lebih sehat sangat diperlukan. Kemauan untuk melakukan deteksi dini juga harus ditingkatkan. Dengan kebiasaan yang dijalankan saat ini, seharusnya tidak membuat takut masyarakat untuk melakukan pemeriksaan. Risiko itu ada sehingga perlu dideteksi sedini mungkin agar bisa ditangani secepat dan sebaik mungkin.