Ini Berewokku, Mana Berewokmu?
Berewok secara biologis tak memiliki fungsi. Namun, berewok penting bagi laki-laki dalam pencarian pasangan kawin, identitas diri, atau sekadar mode. Berewok membuat laki-laki terlihat lebih menarik dan dominan.
Rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah alias berewok tidak memiliki fungsi biologis. Namun, berewok bermakna penting dalam pencarian pasangan kawin, simbol identitas, ataupun sekadar mode. Meski menambah maskulinitas pria, berewok menyimpan bahaya dan risiko penyakit.
Salah satu hal yang terungkap dalam memoar Pangeran Harry (38) ”Spare” yang dipublikasikan awal Januari 2023 adalah soal berewok atau cambang. Gara-gara berewok, pewaris takhta kelima Kerajaan Britania Raya itu sempat bersitegang dengan kakaknya yang juga ahli waris pertama kerajaan, Pangeran William.
Masyarakat Barat saat ini umumnya menjadikan pinggir pipi dan dagu yang bebas dari rambut sebagai standar kerapian dan kebersihan penampilan pria. Karena itu, budaya mencukur cambang dan berbagai produk pembersih cambang ramai di pasaran. Namun, standar itu sepertinya tak berlaku bagi Harry yang senantiasa menghiasi pipi dan dagunya dengan cambang, bahkan saat dia akan menikah.
Dalam wawancara dengan ITV sebelum peluncuran bukunya, seperti dikutip dari BBC, 10 Januari 2023, berewok bagi Harry menjadi tameng melawan kecemasan saat tampil di depan publik dan sarana unjuk diri secara berbeda. William sempat beberapa kali memintanya mencukur cambangnya, tapi Harry menolak. Bahkan Harry mengklaim, neneknya, Ratu Elizabeth II, setuju dia tetap bercambang saat akan menikahi Megan Markle pada tahun 2018.
Baca juga: Mengapa Hanya Lelaki yang Memiliki Berewok?
Militer Inggris, sama seperti angkatan bersenjata di banyak negara, biasanya memiliki aturan ketat terkait rambut di wajah, khususnya saat memakai seragam militer. Lagi-lagi, Harry mengklaim Ratu Elizabeth II sebagai panglima militer tertinggi Inggris saat itu menerima berewoknya. ”Sulit bagi orang-orang yang tidak pernah menumbuhkan berewok untuk memahaminya,” tambahnya.
Nyatanya, berewok bukan hanya menjadi alat menutupi kecemasan seperti yang dilakukan Harry. Berewok telah berevolusi menjadi simbol atau identitas laki-laki sehingga untuk mencukurnya butuh pengorbanan besar.
Secara biologis, seperti dikutip dari tulisan Josh Clark dan Chuck Bryant di Wired, 20 Desember 2020, berewok tak memiliki fungsi. Hal itu berbeda dengan rambut sekitar organ kemaluan yang berguna untuk menjaga suhu alat vital itu agar tetap hangat. Karena itu, berewok diduga berfungsi sebagai aksesori alias hiasan wajah pria, sama seperti rambut di kepala.
Akibat tak ditemukannya manfaat berewok bagi kelangsungan hidup, ilmuwan mencari manfaat berewok dari proses evolusi. Hasilnya, sebagian pria pada beberapa populasi diduga mempertahankan rambut di bagian bawah wajah untuk menarik pasangan. Hasil itu didukung studi lain yang menunjukkan berewok membuat pria terlihat lebih menarik di mata perempuan.
Studi Tessa R Clarkson dan rekan di Royal Society Open Science, 15 Januari 2020, menunjukkan, perempuan menilai laki-laki dengan rambut di wajah terlihat lebih dominan dan lebih menarik secara fisik maupun sosial. Makin banyak rambut di wajah, makin menarik pria itu. Lelaki berewok yang terlihat maskulin dianggap lebih berpotensi menjalin relasi jangka panjang.
Kesan dominan berewok itu, tambah profesor psikologi di Universitas Durham, Inggris, Lynda Boothroyd dalam BBC Ideas, 2 Juli 2018, penting dalam kompetisi antarlelaki dalam mencari pasangan kawin. Berewok tipis dapat menonjolkan dan mempertegas garis rahang yang merupakan ciri utama maskulinitas wajah pria.
Berewok bisa dipakai untuk menutupi bagian wajah yang kurang menarik. Pria dengan garis rahang kurang tegas bisa menumbuhkan berewok hingga tampak lebih maskulin. Sementara laki-laki dengan wajah baby face atau terlihat lebih muda dari umur biologisnya dapat memakai cambang hingga membuatnya terlihat lebih dewasa dan dominan.
”Namun, bukti lain menunjukkan pria dengan struktur tulang yang terlihat sangat maskulin dan dominan dapat melembutkannya dengan menumbuhkan berewok lebih lebat sehingga terlihat lebih hangat dan peduli,” katanya.
Wajah maskulin sering dikaitkan dengan kekuatan fisik, kemampuan bertarung, dan ketegasan sosial. Dalam menjalin hubungan romantis heteroseksual, pria model ini umumnya memiliki pandangan tentang maskulinitas yang lebih stereotipe alias penuh prasangka dibandingkan laki-laki yang mencukur bersih berewoknya. Wajah maskulin juga dikaitkan dengan kadar testosteron atau hormon laki-laki yang lebih banyak.
Pria dengan struktur tulang yang terlihat sangat maskulin dan dominan dapat melembutkannya dengan menumbuhkan berewok lebih lebat sehingga terlihat lebih hangat dan peduli.
Karena itu, maskulinitas wajah bisa memengaruhi preferensi perempuan dalam memilih pasangan kawinnya. Namun, tidak semua perempuan suka laki-laki bercambang.
Dalam beberapa budaya, pria berewok dianggap jorok, khususnya jika berewoknya dibiarkan tebal atau lebat, panjang, dan tidak teratur. Studi Clarkson dan rekan pun menunjukkan, perempuan yang tidak suka berewok menilai cambang sebagai sarang parasit yang ada di rambut dan kulit. Selain kurang bersih, pemilik berewok dianggap malas menjaga kebersihan diri.
Pandangan serupa diungkapkan Helen E Fisher, ahli antropologi evolusi dari Institute Kinsey, Universitas Indiana, Amerika Serikat (AS), yang banyak meneliti tentang cinta dan seksualitas. Dalam situs pribadinya, Fisher menulis perempuan AS tidak menyukai laki-laki berewok karena bau makanan bisa tersimpan di sela-sela rambut di wajah hingga menebarkan aroma yang tidak sedap.
Baca juga: Transplantasi Rambut untuk Mengatasi Kerontokan
Namun, dia juga tidak heran jika banyak perempuan menggilai berewok. Cambang adalah taktik evolusioner pria untuk menunjukkan kematangannya secara seksual karena berewok tidak tumbuh saat laki-laki masih berusia anak-anak. Setelah berewok memutih atau berubah warna menjadi abu-abu, itu adalah tanda bahwa puncak kejantanan laki-laki telah berlalu. ”Berewok mirip dengan payudara perempuan yang berkembang saat mereka memasuki usia pubertas dan menyusut saat masa menopause tiba,” tulisnya.
Banyak laki-laki secara sadar menumbuhkan berewok untuk menonjolkan garis rahang. Menurut Fisher, garis kasar pada rahang laki-laki itu tidak hanya menarik, tetapi juga bisa membangkitkan gairah perempuan. Uniknya, hal itu tidak selamanya terjadi dalam kehidupan perempuan karena saat perempuan berada dalam fase menstruasi berbeda, mereka justru lebih menyukai lelaki baby face.
Meski demikian, studi Zinnia J Hanif dan rekan dari Universitas New South Wales (UNSW), Australia, yang dipublikasikan di Biology Letters, 1 April 2014, menunjukkan, manfaat berewok dalam seleksi pasangan kawin itu terjadi jika prevalensi orang yang bercambang dalam komunitas tertentu rendah. Apabila dalam sebuah populasi ditemukan banyak pria dengan berewok, berewok menjadi kurang menarik.
”Semakin besar tren berewok, maka preferensi terhadap berewok akan semakin lemah dan tren itu akan mati lagi,” tambah Robert C Brooks, salah satu peneliti UNSW.
Identitas dan mode
Berewok merupakan simbol kejantanan, ketegasan, kesiapan (untuk kawin), dan kegagahan. Tak hanya menampilkan daya tarik seksual yang tinggi, rambut tebal di wajah bagian bawah itu juga kerap dianggap sebagai sosok pencari nafkah yang tangguh. Saat gugup, lelaki bercambang sering mengelus rahang atau berewoknya yang merupakan gerakan primordial untuk memamerkan maskulinitasnya.
Pandangan itu membuat iklan penumbuh berewok tidak pernah hilang. Secara genetik, sebagian besar laki-laki di Indonesia dan Asia Timur umumnya tidak memiliki rambut yang tumbuh subur di pinggir pipi hingga dagu. Rambut umumnya tumbuh sebagai kumis di atas bibir dan sebagai jenggot di bawah bibir. Namun, jenggot dan kumis itu hanyalah salah satu jenis dan banyak bentuk berewok.
Besarnya minat perempuan Indonesia dengan laki-laki bercambang dan keinginan pria untuk terlihat lebih maskulin dengan cambang membuat iklan minyak penumbuh berewok tetap eksis. Di sejumlah surat kabar di Jakarta, khususnya koran kriminal, setidaknya sejak akhir 1990-an hingga kini selalu ada iklan minyak penumbuh berewok tersebut. Kini di era digital, sejumlah selebgram generasi Z banyak memasarkan krim penumbuh berewok di akun media sosial mereka.
Di luar urusan soal maskulinitas, daya tarik seksual, atau kemalasan mencukur, banyak pria menumbuhkan berewok sebagai tanda identitas diri atau kelompok. Sebagian kelompok menggunakan berewok sebagai simbol keagamaan, kesalehan, atau kematangan umur. Namun, ada pula yang menganggap jenggot tipis atau berewok tebal yang kerap tak terawat sebagai simbol konservatisme atau radikalisme. Berewok jadi salah satu cara untuk mengomunikasikan karakter pribadi ke orang lain.
”Setiap tradisi yang berbeda memiliki aturan khusus yang berbeda pula. Namun, mereka bisa menggunakan rambut atau berewoknya untuk menandai diri mereka secara berbeda dengan kelompok lain,” tambah Boothroyd.
Berewok juga bisa menjadi mode yang dicukur atau ditata dengan model tertentu, bahkan sering kali dilengkapi dengan jenis pakaian tertentu. Namun, tren berewok itu naik dan turun, timbul dan tenggelam, sejalan dengan fitrah mode yang senantiasa berubah.
The Guardian, 22 April 2022, menyebut berewok pernah jadi tren pada sebagian besar abad ke-18, paruh kedua abad ke-19, dan awal abad ke-20. Pada tahun 1960-an sampai 1970-an, tren berewok muncul lagi meski tidak berumur panjang hingga menghilang selama beberapa dekade. Baru pada 2008 saat resesi melanda dunia, berewok muncul lagi sebagai hipster alias gaya unik dan nyentrik.
Kemunculan berewok dianggap mencapai puncaknya pada perhelatan Oscar, Juli 2013. Saat itu, sejumlah aktor cowok ternama hadir dalam ajang bergengsi itu dengan penampilan yang dilengkapi berewok, antara lain Ben Affleck, George Clooney, Bradley Cooper, dan Paul Rudd.
Tren itu juga muncul di Indonesia. Sejumlah aktor dan selebritas pun tampil dengan kumis dan berewok, baik dalam penampilan keseharian maupun untuk film atau sinetron yang mereka bintangi. Beberapa aktor yang sering terlihat memelihara rambut di wajah mereka hingga sekarang, antara lain Tora Sudiro, Rio Dewanto, Teuku Wisnu, dan Vincent Rompies.
Survei YouGov di Inggris yang dipublikasikan tahun 2017 menemukan hanya 37 persen laki-laki Inggris berberewok pada 2011 dan naik menjadi 42 persen pada 2016. Kenaikan jumlah lelaki yang memelihara berewoknya itu diikuti dengan penurunan penjualan sejumlah alat cukur berewok di Inggris.
Di Indonesia, menumbuhkan jenggot juga sempat menjadi tren di kalangan anak muda walau secara genetik sulit bagi mereka untuk berberewok. Penumbuhan jenggot itu banyak dilakukan sejak akhir 1990-an hingga kini dengan alasan keagamaan. Karena alasannya soal keyakinan, mereka tetap menumbuhkan jenggotnya meski hanya terdiri atas beberapa helai rambut.
Selama pandemi Covid-19, tren berewok menurun. Selain kekhawatiran menjadi tempat menempelnya virus, wajah pun umumnya selalu tertutup masker saat berada di luar rumah sehingga berewok kurang menunjang penampilan.
Namun, sejumlah profesi melarang berewok demi alasan keamanan dan kesehatan kerja. Institut Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (NIOSH) Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) mengingatkan pekerja di sektor industri kimia, kesehatan, atau mereka yang harus bekerja memakai masker respirator untuk mencukur bersih area sekitar mulut dan hidung mereka.
Keberadaan kumis, jenggot, atau berewok bisa membuat masker pelindung tidak menutup dengan sempurna area sekitar mulut dan hidung mereka. Keberadaan kumis, jenggot, dan berewok berpotensi meningkatkan kebocoran masker antara 20 kali-1.000 kali lebih tinggi dibandingkan pekerja yang rutin mencukur rambut di wajahnya.
Apa pun tren dan alasan seseorang untuk memelihara berewok atau mencukur cambang hingga bersih, berewok diprediksi tidak akan pernah mati. Sebagai bagian dari mode, berewok mungkin akan terus timbul dan tenggelam. Namun, berewok sebagai media ekspresi, tanda identitas diri, atau alat mencari pasangan kawin sepertinya tidak akan pernah mati.