Penyandang Disabilitas Dapat Menjadi Mitra Program Strategis
Meski termasuk kelompok rentan, penyandang disabilitas nyatanya dapat dilibatkan dalam pengananan Covid-19 hingga bencana. Kuncinya adalah kemauan semua pihak untuk belajar dan berkomunikasi secara setara.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga difabel mengikuti pelatihan tentang usaha kuliner saat mengikuti acara Gebyar UMKM Disabilitas di kompleks Balai Kota Yogyakarta, Yogyakarta, Selasa (1/11/2022). Acara yang digelar Forum Kemantren Inklusi ini diikuti 42 UMKM dari 14 kecamatan di Kota Yogyakarta. Kegiatan ini untuk mendorong pertumbuhan UMKM di kalangan penyandang disabilitas.
Dengan kemauan untuk saling belajar dan berkomunikasi, pemerintah dapat menggandeng penyandang disabilitas sebagai mitra berbagai program strategis, misalnya kesehatan. Ini menjadi salah satu bukti bahwa penyandang disabilitas berdaya dan dapat berperan aktif di masyarakat.
Perwakilan Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Sulawesi Tengah Oknasarit Konduwes mengatakan, organisasinya terlibat dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 di enam desa. Pekerjaan mereka cukup menantang, salah satunya karena peredaran hoaks soal vaksin.
Di sisi lain, akses vaksin Covid-19 bagi penyandang disabilitas kala itu masih terbatas. Informasi soal vaksin juga belum inklusif sehingga sulit diakses difabel.
”Selain itu, masih ada beragam pengertian masyarakat, termasuk tokoh agama dan masyarakat, tentang disabilitas dan bagaimana berinteraksi dengan difabel,” kata Oknasarit di Jakarta, Kamis (26/1/2023), saat penutupan proyek Indonesia Covid-19 Surge Response (ICSR) oleh Wahana Visi Indonesia.
TANGKAPAN LAYAR
Suasana paparan hasil proyek Indonesia Covid-19 Surge Response (ICSR) di Jakarta, Kamis (26/1/2023). ICSR digagas Wahana Visi Indonesia dengan pendanaan dari Pemerintah Australia. Program dilaksanakan pada November 2021 hingga Januari 2023 dengan melibatkan 13 mitra di 12 kabupaten/kota di 5 provinsi. Kelimanya adalah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Papua. Program ini mengajak mitra menangani Covid-19, antara lain dengan pelatihan untuk memberi informasi Covid-19 yang inklusif.
Pencegahan dan penangan Covid-19 yang dilakukan Gerkatin Sulawesi Tengah termasuk dalam program ICSR. Program ini dilakukan pada November 2021 hingga Januari 2023 di lima provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua, NTT, dan NTB. ICSR fokus di penanganan Covid-19 secara inklusif.
Oknasarit mengatakan, program mereka dimulai dengan mendekati sejumlah pemerintah desa. Hal ini juga menjadi tantangan karena respons yang diterima berbeda-beda. Selain itu, tidak semua pemerintah desa paham tentang disabilitas, kapabilitas difabel, dan cara berkomunikasi dengan difabel.
Penyandang disabilitas juga dapat dilibatkan dalam upaya mitigasi dan respons terhadap bencana.
Pendekatan dengan pemerintah desa pun terus dilakukan. Selain menjelaskan program, Oknasarit memberikan informasi tentang disabilitas ke pemerintah desa, misalnya ragam disabilitas dan cara berkomunikasi dengan difabel.
”Setelah saling memahami, ada perubahan sikap dari pemerintah desa menjadi lebih baik. Dulu, mereka tidak paham kami ngapain dan bisa apa. Setelah melihat kami berproses (di lapangan), sikap mereka berubah,” ucapnya.
Koalisi Nasional Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas berjalan menuju Bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta dalam Pawai Budaya Disabilitas yang bertajuk Menuju Disabilitas Merdeka, Selasa (27/8/2019).
Perwakilan Direktorat Jenderal Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial, Edhy Suwarna, mengatakan, penyandang disabilitas juga dapat dilibatkan dalam upaya mitigasi dan respons terhadap bencana. Itu sebabnya Kementerian Sosial membentuk Difagana atau Difabel Tanggap Bencana.
Mengutip laman Kementerian Sosial, penyandang disabilitas dapat diterjunkan ke lapangan sesuai kebutuhan, misalnya untuk membantu layanan dukungan psikososial. Mereka juga dibekali materi penanggulangan bencana.
Sejumlah pemerintah daerah (pemda) dinilai belum memiliki perspektif peka disabilitas. Ini tampak dari peraturan daerah (perda) tentang penyandang disabilitas yang baru dimiliki sebagian pemda. Dari 514 kabupaten/kota, baru 112 pemda yang memiliki perda tentang penyandang disabilitas. Bahkan, belum semua perda selaras dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Padahal, perda merupakan bentuk perhatian pemerintah kepada penyandang disabilitas. Perda juga penting untuk pemenuhan hak difabel secara berkelanjutan.
RONY ARIYANTO NUGROHO
Para disabel tunadaksa saat menerima pemasangan kaki palsu gratis di Graha Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Kabupaten Bogor, Bubulak, Bogor, Jawa Barat, Selasa (22/12/2020).
Komisioner Komisi Nasional Disabilitas Deka Kurniawan sebelumnya mengatakan belum semua pemda paham tentang disabilitas. Stigma negatif pun masih diterima difabel.
Ia mencontohkan, masih ada pemda yang menggunakan istilah cacat. Istilah ini dinilai meminggirkan penyandang disabilitas.
”Ini terjadi di kalangan masyarakat, pemda, dan swasta. Penyandang disabilitas dianggap warga kelas dua sehingga dianggap tidak memiliki kemampuan,” kata Deka (Kompas.id, 6/12/2022).