Peringkat Penting, tetapi Kebermanfaatan Perguruan Tinggi adalah yang Utama
Perguruan tinggi Indonesia terus didorong agar semakin banyak masuk dalam pemeringkatan dunia. Pemeringkatan bisa sebagai tolok ukur, tetapi kemanfaatan di masyarakat adalah yang utama.
Menambah jumlah perguruan tinggi berkelas dunia menjadi salah satu program strategis pemerintah. Lewat ajang Top Executive University Gathering yang digelar di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (26/1/2023), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengajak pimpinan perguruan tinggi untuk menyamakan persepsi tentangnya pentingnya mewujudkan perguruan tinggi kelas dunia yang mengedepankan kolaborasi dan kualitas pelayanan.
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim di hadapan rektor, majelis wali amanat, dan senat akademik perguruan tinggi negeri dan swasta mengatakan, program Top Executive University Gathering merupakan momentum yang tepat untuk mendukung dan memperkuat kolaborasi antar-perguruan tinggi untuk mewujudkan universitas berkelas dunia.
Pimpinan perguruan tinggi diajak berkomitmen menciptakan perguruan tinggi bereputasi dengan menghadirkan pengajaran yang berstandar internasional, lengkap dengan dosen berkualifikasi tinggi. Dengan demikian, mahasiswa asing pun tertarik dan perguruan tinggi Indonesia dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi bereputasi baik di dunia.
Perwujudan universitas berkelas dunia membutuhkan kolaborasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menghasilkan produk penelitian berkualitas. Dari sini akan muncul lulusan yang unggul, potensial menjadi pemimpin, dan mampu berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan di dunia.
Baca juga: Persoalan ”World Class University” Kita
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek terus memperkuat perguruan tinggi Indonesia menjadi universitas kelas dunia. Dengan demikian, perguruan tinggi menghadirkan pengelolaan universitas yang baik, pemberian pengajaran yang berstandar internasional, dan pengaktualan kerja sama universitas di level dunia sebagai hasil dari talenta-talenta global yang dimiliki oleh sivitas akademika perguruan tinggi.
Berkat sinergi dan upaya yang berkelanjutan antara Kemendikbudristek dan 16 Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH), pada 2022 target Renstra 2020-2024 untuk lima perguruan tinggi masuk dalam top 500 perguruan tinggi terbaik dunia versi QS World University Rankings (WUR) bisa tercapai. Kelima perguruan tinggi unggulan tersebut adalah Universitas Gadjah Mada (peringkat ke-231), Institut Teknologi Bandung (ke-235), Universitas Indonesia (ke-248), Universitas Airlangga (ke-369), dan IPB University (ke-449).
PTN lainnya berada di rentang 700 hingga 1.200-an yakni yaitu Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Sebelas Maret, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Andalas. Adapun PTS yang masuk pemeringkatan 700-1.200-an antara lain Binus University, Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan Telkom University.
”Manfaat dari universitas berkelas dunia yakni adanya kepercayaan dari stakeholder luar pada institusi. Tidak hanya itu, pencanangan universitas berkelas dunia pun dapat menjadi bekal para dosen dan mahasiswa agar lebih percaya diri,” ujar Rektor Universitas Gadjah UGM Ova Emilia.
Sementara itu, Zaini Ujang selaku Vice-Chancellor University of Technology Malaysia (UTM) mengatakan, perguruan tinggi harus menciptakan rasa urgensi kepada seluruh elemen di dalamnya terhadap pentingnya menjadi universitas kelas dunia. Dalam bersaing di kelas dunia, perguruan tinggi perlu memiliki polanya tersendiri.
”Perlu adanya strategi inovatif, seperti halnya penulisan paper ilmiah yang digaungkan dan ditulis pada jurnal-jurnal terverifikasi tinggi untuk memainkan peran dalam pemeringkatan,” ujar Zaini.
Tolok ukur
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nizam menyampaikan, peringkat hanyalah sebagai salah satu tolok ukur universitas berkelas dunia dan bukan sebagai tujuan. Penting bagi perguruan tinggi untuk memberikan perubahan yang dapat dirasakan masyarakat dan diapresiasi oleh dunia.
”Kita berbagi agar para rektor terinspirasi untuk mengembangkan institusinya lebih cepat dan lebih besar, mempersiapkan para eksekutif agar bisa memerankan diri dengan optimal untuk memajukan perguruan tingginya. Mohon kita sadari, kata kuncinya yakni bagaimana memilih strategi yang tepat agar visi perguruan tinggi secara akademik bisa diwujudkan. Di sini, rektor bisa menjadi tokoh inspirasi, motivator, dan menjadi penggerak dari institusinya untuk bergerak dalam pengembangan akademik,” tutur Nizam.
Rektor UGM Periode 2017-2022 Panut Mulyono menyampaikan, tujuan dari universitas adalah kontribusi untuk bangsa dan negara. Adapun kontribusi yang baik berkaitan dengan kualitas dan standar yang dimiliki perguruan tinggi.
”Penyadaran akan kualitas itu merupakan tujuan utama dan masyarakat dunia saat ini masih memanfaatkan perangkingan sebagai tolok ukur. Tidak ada salahnya kita sasar tolok ukur yang ada di perangkingan itu dengan sebaik-baiknya,” tutur Panut.
Baca juga: Banyak Perguruan Tinggi Berskala Kecil dan Tidak Sehat
Pimpinan perguruan tinggi memiliki peran strategis untuk membuka kolaborasi antarperguruan tinggi. Kerja sama ini akan menghasilkan kebermanfaatan antar sesama perguruan tinggi. Pemecahan masalah dan pengoptimalan potensi institusi juga perlu ditekankan guna mencari solusi dalam penyelesaian permasalahan di Indonesia.
Pentingnya kolaborasi juga diyakini Rektor Institut Teknologi Bandung Reini Wirahadikusumah. ”Kolaborasi antar-perguruan tinggi adalah salah satu hal yang berkaitan dengan network perguruan tinggi itu sendiri dan ini merupakan hal yang paling penting serta merupakan aset utama yang harus dijaga,” ujar Reini.
Kebangkitan Asia
Jika mengacu dari pemeringkatan perguran tinggi bekelas dunia versi Times Higher Education (THE) World Reputation Rankings 2022, universitas-universitas di Asia menjadi lebih bergengsi. Institusi pendidikan tinggi China menjadi salah satu merek akademik terkuat di dunia.
Selain China, Jepang juga terus meningkatkan reputasi pendidikan tingginya. Universitas-universitas di Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan juga memperoleh lebih banyak keunggulan berdasarkan survei terhadap lebih dari 29.000 akademisi terkemuka.
Selama satu dekade terakhir, China dan Jepang telah meningkatkan fokus mereka pada pendidikan tinggi. Jepang memulai proyek Top Global University pada tahun 2014, sementara inisiatif Double First-Class China diluncurkan pada tahun berikutnya.
Pemerintah China berkomitmen, awalnya selama lima tahun, sebelum pembaruan pada tahun 2020 untuk meningkatkan pendidikan tinggi, memilih universitas dan disiplin akademik tertentu di dalamnya untuk menjadi ”kelas dunia” dan memenangkan pendanaan tambahan.
Kementerian Pendidikan China tahun lalu menegaskan kembali tujuannya untuk mengamankan China sebagai ”negara pendidikan yang kuat” pada tahun 2035. Sementara universitas-universitas Jepang yang dipilih untuk menjadi bagian dari program Top Global University memiliki waktu hingga 2024 untuk meningkatkan kinerja mereka dalam hal globalisasi tentang reputasi dan pendidikan tinggi.
Sementara itu, Presiden Johns Hopkins University Ron Daniels yang diwawancara tim Times Higher Education tahun lalu mengatakan, perguruan tinggi menghadapi tantangan untuk dihargai seperti di masa lalu. Hal ini diwujudkan dengan membangun reputasi perguruan tinggi untuk hadir bersama-sama masyarakat di tengah situasi yang sulit.
Mengutip Laporan Pew, Ron mengatakan, pada tahun 2019 dilaporkan jumlah individu yang memandang universitas secara positif turun 11 poin (dari 61 persen menjadi 50 persen) dari tahun 2010 hingga 2019. Namun, laporan Morning Consult menyampaikan berita yang lebih positif dan menunjukkan bahwa universitas di AS jauh lebih dipercaya daripada media, perusahaan swasta, dan pemerintah. Hal ini diraih dengan meningkatkan kesadaran dengan kontribusi yang dilakukan universitas kepada masyarakat dan dunia.
Menurut Ron, universitas harus merebut kembali peran mereka sebagai tempat aksesibilitas, kebebasan berekspresi, dan sebagai benteng kebenaran. Untuk menghadapi tantangan ini, universitas mesti memulai dengan menginvestasikan lebih banyak sumber daya dalam akses dan bantuan keuangan. Selain itu, perlu diperluas upaya rekrutmen dan pengembangan kebijakan yang memungkinkan lebih banyak orang muda untuk kuliah.
Universitas juga harus mengembangkan cara-cara baru untuk menumbuhkan dan mencontohkan norma-norma kebebasan berekspresi dan debat terbuka di kampus mereka. Diperlukan lebih banyak debat di kampus dengan menghadirkan pembicara yang tidak setuju dengan isu-isu kebijakan penting serta penting juga mendesain ulang ruang kampus.
Pada saat yang sama, universitas juga harus memperluas upaya agar penelitian yang dihasilkan oleh akademisi dan data yang mereka gunakan lebih tersedia untuk orang-orang di dalam dan di luar akademi. Terlalu banyak penelitian akademis yang terkurung di belakang paywalls atau tidak dapat diakses oleh sebagian besar individu dan organisasi.