Sosok Setia Pengkaji Keanekaragaman Hayati Indonesia Itu Telah Berpulang
Endang Sukara mengabdikan dirinya untuk penelitian keanekaragaman hayati di Indonesia. Ia meninggal dunia pada usia 70 tahun.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peneliti mikrobiologi dan biodiversitas Indonesia, Prof Endang Sukara, meninggal dunia pada Sabtu (21/1/2023) di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor, Jawa Barat. Profesor kelahiran Tasikmalaya pada 9 September 1952 ini akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Bondongan, Bogor, Jawa Barat.
Berdasarkan keterangan resmi dari Biro Komunikasi Publik, Umum dan Kesekretariatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Endang yang juga pernah menjabat Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) wafat pada usia 70 tahun.
Endang mendapatkan gelar sarjana di Universitas Nasional Jakarta, Indonesia, dan mendapatkan gelar doktornya di University of Queensland Brisbane, Australia. Separuh hidup Endang telah didedikasikan sepenuhnya untuk meneliti dan mengkaji biodiversitas di Indonesia.
Selain aktif sebagai peneliti biodiversitas, Endang pernah aktif sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi, salah satunya sebagai visiting professor di Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH) Kyoto University Japan pada 2013-2014 dan visiting professor di American University for Sovereign Nation on Environmental Ethics.
”Beliau merupakan orang yang tekun di bidang penelitian mikrobiologi. Prof Endang memiliki visi ke depan untuk kemajuan ilmu,” kata peneliti di Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN, Widya Fatriasari, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (21/1/2023).
Menurut Widya, meski menjabat sebagai Wakil Kepala LIPI kala itu, Prof Endang dikenal ramah di mata para peneliti. Prof Endang secara konsisten meneliti dan mengkaji biodiversitas di Indonesia.
Salah satu sumbangsih Prof Endang dalam penyelamatan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati Indonesia secara berkelanjutan ialah kontribusinya dalam pembahasan yang melahirkan Deklarasi Bedugul pada 2009.
Beliau merupakan orang yang tekun di bidang penelitian mikrobiologi. Prof Endang memiliki visi ke depan untuk kemajuan ilmu.
Deklarasi tersebut menghasilkan komitmen para kepala daerah dalam membangun kebun raya di daerahnya. Ini merupakan bentuk upaya konservasi yang menjadi benteng terakhir penyelamatan keanekaragaman hayati Indonesia.
Setia mengkaji
Dalam arsip Kompas, 20 September 2021, Prof Endang masih setia mencurahkan hati dan pemikirannya untuk mengkaji keanekaragaman hayati Indonesia yang melimpah. Ia meyakini bahwa keanekaragaman hayati harus terus diteliti agar diketahui manfaatnya tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, tetapi seluruh umat manusia di dunia.
”Tumbuhan ini tidak hanya berpotensi menghasilkan nilai ekonomi, tetapi juga memperbaiki lingkungan. Semua ini bisa didapat hanya bermodalkan karbondioksida, air, dan tanah vulkanik,” kata Endang.
Di sisi lain, dengan segala kerendahan hati, Endang memandang dirinya gagal sebagai seorang ilmuwan bidang biologi karena belum bisa mengangkat harkat dan martabat tumbuhan endemik Indonesia di dunia.
Padahal, tumbuhan endemik Indonesia yang memiliki daya saing dan fasilitas Herbarium Bogoriense di Cibinong, Bogor, memiliki koleksi tumbuhan terlengkap serta terbesar ketiga di dunia. Ia berharap ke depan ada sebuah perubahan fundamental untuk membuat masyarakat menyadari pentingnya keanekaragaman hayati, khususnya tumbuhan yang dimiliki Indonesia sejak dini.
Penghargaan
Endang telah meraih beberapa penghargaan, di antaranya LIPI Sarwono Award XIX, Alumnus of the Year dari Queensland University Australia 2014, Australian Alumni Award 2011, ASEAN Meritorious Award 2008, dan Bintang Jasa Pratama 2006.
Berdasarkan laman resmi LIPI, Endang telah mengoleksi 15 publikasi internasional sejak tahun 1986-2020 dan 26 publikasi nasional sejak tahun 1977-2018. Ada 16 buku telah ditulisnya pada kurun waktu 1981-2017 serta dua paten diperolehnya pada tahun 1987 dan 2003.
Penghargaan dan apresiasi atas dedikasinya yang tinggi pada ilmu pengetahuan tidaklah sedikit. Salah satunya, menjadi International Alumnus of The Year dari University of Queensland Australia pada tahun 2014 atas kiprahnya dalam kajian biodiversitas dan konservasi di Indonesia.