Kebiasaan Hidup Tidak Sehat Picu Jantung Koroner Usia Muda
Gaya hidup tidak sehat memicu penyakit jantung koroner pada usia produktif. Namun, perilaku itu tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat dalam deteksi dini.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyakit jantung koroner menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian akibat penyakit kardiovaskular di Indonesia. Gaya hidup tidak sehat menjadi penyebab meningkatnya penyakit jantung koroner, terutama pada usia produktif. Perilaku tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat dalam deteksi dini.
Menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, faktor risiko paling mendominasi terjadinya penyakit jantung antara lain pola makan dengan tinggi gula, garam, dan lemak, kurangnya aktivitas fisik, serta kebiasaan merokok. Gaya hidup tak sehat tersebut dapat memicu hipertensi, diabetes, serta kelebihan berat badan atau obesitas sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung.
”Setidaknya 15 dari 1.000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung. Sementara ada 14,4 persen penyebab kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit jantung koroner,” ujarnya saat memberikan keterangan pers di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Hasil Riset Kesehatan Dasar menyebutkan, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia sebesar 0,5 persen pada tahun 2013. Jumlah itu meningkat menjadi 1,5 persen pada tahun 2018. Apalagi, penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal dunia akibat penyakit jantung.
Dante menuturkan, biaya pelayanan yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk penanganan penyakit jantung mencapai Rp 9,7 triliun per tahun. Untuk itu, upaya promotif preventif terus dilakukan kepada warga agar menghindari timbulnya masalah kesehatan penyakit kardiovaskular, terutama penyakit jantung koroner.
Selain membudayakan pola hidup sehat, pihaknya terus melabeli nilai gizi yang terkandung dalam kemasan makanan atau minuman, seperti kadar gula, garam, dan lemak. Hal ini sebagai langkah mencegah risiko penyakit kolesterol, hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.
”Aturan ini juga akan diperluas pada makanan siap saji. Saat ini sedang disusun peraturan menteri kesehatan yang mewajibkan untuk menampilkan kadar gula, lemak, dan garam di dalam makanan siap saji. Diharapkan bisa memberikan pengingat kepada masyarakat untuk terus memantau konsumsi gula, garam, dan lemak mereka,” tuturnya.
Direktur Medik, Keperawatan, dan Penunjang RSJPDHK Isman Firdaus menambahkan, salah satu penyakit jantung yang mengalami peningkatan kasus pada usia muda adalah penyakit jantung koroner. Gaya hidup tidak sehat menyebabkan penyakit jantung koroner di usia muda.
”Kebiasaan mengonsumsi makanan tak sehat bisa meningkatkan kolesterol. Upaya pencegahan, salah satunya mengurangi makan makanan berlemak, dan pastikan kebutuhan serat tercukupi seperti buah-buahan dan sayuran,” ujarnya.
Pemeriksaan kesehatan
Menurut Isman, penyakit jantung koroner terjadi karena ada sumbatan pada pembuluh koroner baik akibat deposit kolesterol atau inflamasi (peradangan). Sumbatan pada pembuluh darah koroner bisa disebabkan penumpukan lemak yang terjadi secara menahun.
”Oleh sebab itu, kesadaran dalam deteksi dini amat diperlukan. Idealnya pemeriksaan kesehatan dilakukan setiap satu tahun sekali, terutama pada orang yang berusia 30 tahun ke atas. Sebab, saat ini gaya hidup tidak sehat banyak dilakukan pada usia muda,” tuturnya.
Direktur Utama RSJPDHK Iwan Dakota menambahkan, kematian akibat penyakit jantung bisa dicegah, salah satunya dengan deteksi dini. Oleh karena itu, pelayanan deteksi dini kardiovaskular di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita memiliki alat baru dengan harapan bisa mempercepat waktu tunggu pasien penyakit jantung.
Alat multislice computerized tomography (MSCT) merupakan generasi terbaru dari CT scan. MSCT memiliki kemampuan menghasilkan informasi dengan akurasi tinggi terkait pemeriksaan organ bergerak, salah satunya adalah jantung. ”Alat ini memiliki teknologi dual source dengan kelebihan dapat mempercepat proses pemeriksaan dua kali lebih cepat dan juga hasil pemeriksaan diklaim lebih akurat,” ujarnya.
Iwan berharap, sebagai rumah sakit rujukan jantung tertinggi, dengan alat tersebut, pasien dapat tertangani semua sehingga tidak perlu ke luar negeri. Sementara waktu tunggu pasien rawat jalan yang mencapai dua bulan itu bisa dikurangi.
”Setiap hari kami bisa menangani 15 pasien. Adanya penambahan ruangan layanan dan peralatan cukup canggih seperti MSCT dan MRI (magnetic resonance imaging) bisa menangani pasien dengan lebih cepat dan akurat sehingga penindakannya lebih sesuai,” tutur Iwan.