Pemanfaatan Terapi Sel Punca Masih Terhambat Standar Pelayanan
Hingga kini, penggunaan terapi sel punca tidak bisa sembarangan dan masih terbatas hanya untuk riset berbasis layanan terapi saja.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Penelitian sel punca di laboratorium Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca RSCM-FKUI, Jakarta, Kamis (8/9).
JAKARTA, KOMPAS — Pengobatan sel punca atau stem cell diyakini memiliki potensi untuk terapi regeneratif. Dalam sejumlah penelitian, terapi ini menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan. Meski begitu, sel punca masih dalam tahap penelitian sehingga belum menjadi layanan standar dalam pengobatan.
Menurut Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) Rahyussalim, saat ini standar pelayanan terapi sel punca belum ditetapkan pemerintah sehingga layanan ini belum bisa dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penggunaannya tidak bisa sembarangan dan terbatas hanya untuk riset berbasis layanan terapi.
”Diperlukan lebih banyak riset dan pengembangan di bidang sel punca agar nantinya produk berbasis sel punca menjadi produk legal dan dapat diproduksi massal. Terapi sel punca juga diharapkan dapat menjadi pelayanan terstandar di Indonesia,” ujarnya saat kegiatan Collaborative Seminar and Workshop Series BRIN-ASPI 2023 di kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca ataupun Sel, layanan terapi terstandar bisa dilakukan di rumah sakit dan klinik utama yang memenuhi syarat dalam kebijakan pemerintah.
Terdapat dua rumah sakit yang ditetapkan sebagai pusat pengembangan sel punca. Dua rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo, Surabaya.
Sementara rumah sakit binaan yang dipilih meliputi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Djamil Padang, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, RSUP Hasan Sadikin Bandung, RSUP Sardjito Yogyakarta, dan RSUP Fatmawati Jakarta. Sementara rumah sakit binaan lainnya adalah RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Kariadi Semarang, RSUP Sanglah Denpasar, dan RSUP Persahabatan Jakarta.
Terapi sel punca merupakan pengobatan yang bersifat meregenerasi sel yang nanti dapat berkembang dan beradaptasi menjadi sel lain sesuai kebutuhan pasien. Sel punca dapat bersumber dari sumsum tulang, darah perifer, darah tali pusat, tali pusat, serta jaringan lemak dan kulit.
Menurut Rahyussalim, berbagai kasus penyakit bisa disembuhkan melalui terapi sel punca. Mulai dari kasus patah tulang gagal sambung, kelumpuhan anak, osteoarthritis, diabetes melitus, luka bakar, hingga jantung.
Meski demikian, pengembangan terapi sel punca di Indonesia masih menghadapi hambatan, seperti belum adanya standar pelayanan untuk penanganan medis semua jenis penyakit degeneratif. Misalnya, dalam pemberian terapi sel punca pada penanganan kasus osteoporosis atau tulang yang keropos saat ini belum terstandar.
HIDAYAT SALAM
Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) Rahyussalim saat kegiatan "Collaborative Seminar and Workshop Series BRIN-ASPI 2023" di kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Sel punca masih digunakan untuk penelitian berbasis pelayanan terapi saja. Pasien yang mendapat layanan terapi merupakan subyek riset.
”Kami ingin ada pengakuan dari pemerintah, seperti pemberian terapi sel punca untuk masalah tulang belakang dapat terstandar, sehingga dokter pun bisa langsung memberikan terapi sel punca kepada pasien,” katanya.
Dukungan
Rahyussalim menambahkan, perlu kolaborasi dan sinergi antarpemangku kepentingan, termasuk pemerintah, periset, dan industri dalam memperkuat riset sel punca di Indonesia yang bermanfaat bagi dunia kesehatan.
Untuk dapat memperkuat riset sel punca di Indonesia, perlu memperbanyak pelaku riset sel punca, baik perorangan maupun kelompok, baik dari riset dasar maupun klinis. Selain itu, diperlukan juga dukungan pemerintah berupa regulasi yang mempermudah riset dan pelayanan sel punca.
Diperlukan lebih banyak riset dan pengembangan di bidang sel punca agar nantinya produk berbasis sel punca menjadi produk legal dan dapat diproduksi massal.
Kepala Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN Masteria Yunovilsa Putra menjelaskan, melihat tingginya minat para peneliti sel punca, diperlukan adanya kerja sama dari sejumlah pihak agar pelaksanaannya dapat terintegrasi dengan baik. Apalagi, riset tentang sel punca juga telah lama dilakukan dan dikembangkan oleh para periset BRIN.
”Pengembangan sel punca di Indonesia sering kali menghadapi banyak tantangan, salah satunya karena penelitian sel punca yang masih dilakukan secara individual. Dengan kegiatan ini, harapannya dapat mewadahi pertukaran dan penyebaran informasi serta ide-ide untuk mendukung riset sel punca di Indonesia,” katanya.
Menurut Masteria, para periset BRIN dalam perjalanannya telah menghasilkan publikasi dan paten, salah satunya teknologi mikroenkapsulasi berbasis alginat dapat memelihara viabilitas sel punca mesenkim di Journal of Stem Cell Research & Therapy dan Galenika Journal of Pharmacy. Aplikasi hasil penelitian tersebut dapat digunakan untuk terapi luka kronis.
Penelitian dan pengembangan stem cell atau sel punca dan kanker di laboratorium Stem Cell & Cancer Institute PT Kalbe Farma di Pulomas, Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Adapun Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Indi Dharmayanti mengatakan, teknologi, riset, dan ilmu pengetahuan akan terus maju dan berkembang pesat seiring berjalannya waktu. BRIN berperan dalam mewadahi para peneliti melakukan riset hingga kolaborasi guna mendukung kemajuan penelitian dalam bidang medis, terutama di bidang pengembangan produk sel punca.