Tahun baru, harapan baru, dan kebiasaan baru. Hal tersebut sangat berkaitan bagi sebagian besar orang ketika memasuki awal tahun. Namun, berapa banyak orang yang mampu mempertahankan kebiasaan barunya hingga akhir tahun?
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Sebagian orang saat ini mungkin sudah memiliki daftar kebiasaan baru yang akan dilakukan pada tahun 2023 ini. Anda mungkin juga begitu. Kebiasaan baru yang paling umum seperti mengubah pola makan untuk menurunkan berat badan, lebih banyak berolahraga, lebih taat beribadah, bangun lebih pagi, atau bahkan sekadar memastikan minum air putih setidaknya 2 liter dalam sehari.
Kebiasaan yang menjadi resolusi tahun baru tersebut barangkali bukan menjadi target baru. Itu mungkin merupakan target yang sudah pernah dibuat pada tahun sebelumnya, tetapi belum tercapai.
Membentuk kebiasaan baru memang bukan hal yang mudah. Ada orang yang hanya bisa bertahan selama satu minggu atau tiga hari saja. Sementara itu, ada juga yang benar-benar bisa melakukan kebiasaan itu secara berkelanjutan. Sebenarnya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun suatu kebiasaan?
Seperti dikutip dari Livescience pada 30 Desember 2022, selama 21 hari merupakan rentang waktu yang paling banyak diyakini masyarakat dalam membangun kebiasaan baru. Hal ini berawal dari buku Psycho-Cybernetics yang ditulis oleh Maxwell Maltz, seorang ahli bedah kecantikan, yang menyatakan bahwa pasiennya membutuhkan waktu minimal 21 hari untuk bisa menyesuaikan diri secara psikologis terhadap penampilan baru mereka. Sejak saat itu, tidak sedikit orang yang akhirnya menganggap 21 hari sebagai waktu untuk membangun suatu kebiasaan baru.
Akan tetapi, berbagai studi lain mematahkan keyakinan tersebut. Tidak semua perilaku bisa secara otomatis menjadi sebuah kebiasaan dalam waktu tiga minggu. ”Waktu tersebut terlihat konkret dan membuat kebiasaan baru tampak mudah dicapai. Namun, kenyataannya itu lebih kompleks dan rata-rata membutuhkan waktu lebih lama,” kata psikoterapis yang juga pendiri Psikoterapi Brighton and Hove di Inggris, Mark Vahrmeyer.
Dalam jurnal yang diakses pada PubMed Central, para peneliti dari Pusat Penelitian Perilaku Kesehatan University College London mengungkapkan, mengubah perilaku seseorang hingga akhirnya menjadi gaya hidup membutuhkan waktu cukup lama. Hal itu pun bisa berbeda pada setiap orang.
Dalam perubahan perilaku untuk kesehatan, misalnya, perubahan yang cenderung sulit bagi seseorang biasanya hanya akan bertahan sementara saja. Kondisi tersebut akan berbeda jika perubahan perilaku yang dilakukan mudah untuk dijalankan. Kuncinya pada konsistensi. Semakin mudah kebiasaan baru yang dilakukan, itu membuat seseorang semakin mudah melakukannya secara konsisten.
Jika target yang akan dicapai ialah menurunkan berat badan, perubahan perilaku kecil yang bisa dilakukan antara lain berjalan kaki setidaknya 30 menit dalam sehari. Kebiasaan itu sebaiknya dilakukan di waktu yang sama.
Dengan begitu, ketika nanti sudah terbiasa berjalan kaki di waktu tersebut, seseorang akan merasa ada yang kurang dalam harinya. Suatu kebiasaan lebih mudah dibangun mulai dari hal yang sederhana dan memiliki potensi jangka panjang serta realistis untuk dilakukan.
Mark Vahrmeyer menuturkan, kebiasaan baru yang hendak dilakukan pun sebaiknya didukung proses yang mudah. Jika seseorang memiliki tujuan untuk bisa datang ke lokasi gym setidaknya tiga kali seminggu, misalnya, sebaiknya pilih tempat yang mudah diakses dengan suasana yang nyaman.
Menurut pembimbing pengembangan diri yang juga profesor tamu untuk inovasi dan kewirausahaan di Universitas Sunderland, Inggris, Maurice Duffy, kebiasaan merupakan keputusan kecil yang dibuat untuk menjadi sebuah tindakan yang dilakukan setiap hari. Hidup yang dijalankan hari ini merupakan gabungan dari kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Kebiasaan baru yang hendak dilakukan pun sebaiknya didukung dengan proses yang mudah.
Kebiasaan tidak selalu merupakan suatu keputusan yang dilakukan secara sadar. Kebiasaan bisa berbeda dari rutinitas. Kebiasaan adalah perilaku yang dilakukan dengan sedikit atau tanpa pemikiran. Sementara rutinitas, itu melibatkan serangkaian perilaku yang sering dilakukan dengan sengaja dan berulang. ”Kebiasaan bisa lebih erat dalam kehidupan kita sehingga terasa aneh jika tidak dilakukan,” kata Duffy.
Peneliti dari Universitas Minnesota, Alyssa Roberts, mengungkapkan, pengulangan sangat penting untuk membentuk kebiasaan baru. Kebiasaan akan terjadi ketika suatu perilaku dilakukan berulang dalam waktu yang cukup lama sehingga otak bisa beradaptasi dengan rutinitas tersebut dan membuat respons secara otomatis.
Dalam jurnal Health Psychology Review yang diterbitkan pada 2017, banyak faktor yang berperan untuk mempertahankan suatu kebiasaan dalam jangka panjang. Hal itu bisa berupa motif pribadi, sumber daya yang dimiliki, serta kemampuan untuk mengatur diri sendiri. Faktor lingkungan, sosial, dan biologis juga bisa berpengaruh.
Itu sebabnya, suatu kebiasaan tidak bisa ditetapkan secara pasti dalam waktu tertentu. Barangkali 21 hari belum cukup untuk menjadikannya sebuah kebiasaan.
Memulai suatu kebiasaan baru yang mudah dan sederhana, tetapi lebih rasional untuk dilakukan, akan lebih baik dibandingkan menargetkan kebiasaan yang sifatnya hanya bombastis. Semoga kebiasaan baru yang baik bisa terwujud pada tahun yang baru ini.